Minggu, 03 Februari 2013 0 komentar

Al-Qur’an (Sumber Inspirasi Sains) – (Part 3)


Pertanyaan kritis lebih lanjut, semisal mengapa dipilih semut bukan nyamuk, kecoak, cacing, orong-orong atau hewan kecil lainnya dapat diajukan. Jawabnya juga sudah dikuak oleh para ilmuwan. Majalah Reader Diggest yang terbit di akhir dasawarsa 70-an pernah menguraikan panjang lebar keistimewaan semut dibanding hewann lainnya.

Pertama, komunitas semut mempunyai sistem atau struktur kemasyarakatan lengkap dengan pembagian tugasnya. Kedua, masyarakat semut mengenal sistem peperangan kolektif. Artinya kelompok semut tertentu yang dipimpin seekor ratu semut dapat berperang dengan komunitas semut yang dipimpin oleh ratu lainnya. Hewan lain umumnya bertarung individu-individu. Ketiga, semut mengenal sistem perbudakan. Telur sebagai harta benda utama dari pihak semut yang kalah perang akan dikuasai dan diangkut oleh pihak semut pemenang. Telur-telur ini akan dijaga sampai menetas dan bayi semut ini akan dijadikan budak-budak mereka yang menang. Keempat, semut mengenal sistem peternakan. Pada daun pohon jambu, mangga, rambutan atau lainnya kadang terdapat jamur putih lembut. Di sana ada hewan kecil berwarna putih yang menghasilkan cairan manis. Semut tahu hewan ini malas berpindah karena itu semut membantu memindahkannya ke tempat baru bila lahan di sekitar itu telah mulai tandus dan setelah semut memerah cairannya setiap perioda waktu tertentu. Sampai saat ini belum diketahui hewan lain yang mengenal sistem perbudakan dan peternakan. Kelima, semut mengenal sistem navigasi yang baik.

Itulah salah satu contoh bagaimana ayat al-Qur’an dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan dalam contoh ini biologi. Banyak ayat lainnya yang dapat dijadikan sumber informasi ilmu seperti fisika, kimia dan lainnya selain fiqih yang telah ditulis dalam ribuan buku. Persoalannya kini adalah perubahan orientasi seperti yang disinggung di depan, dari yang sekedar fiqih ke oriantasi ayat kauniyah yang melahirkan sains eksakta yang terbukti mampu menguasai dan mengendalikan peradaban dunia.

Tamat

Pekerja LaFTiFA (Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam) - ITS, mantan Vice-President of Saijo-Hiroshima Moslem Association.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang  Sahabat
0 komentar

Al-Qur’an (Sumber Inspirasi Sains) – (Part 2)


Kunci berikutnya sebagai pedoman praktisnya adalah tradisi membaca dan berfikir kritis sebagaimana surat yang pertama turun yaitu iqra’ bismirabbika alladi khalaq, khalaqal insana min ‘alaq. Kita harus membangun tradisi membaca ayat-ayat tertulis maupun ayat-ayat yang terhampar di jagad raya. Karena bangunan ilmu khususnya ilmu modern sudah didirikan sejak enam abad lalu, kita tak perlu lagi membangun ilmu dari nol dengan mengamati perilaku alam satu demi satu. Adalah cukup dengan menyimak secara seksama apa yang telah dilakukan oleh Copernicus, Kepler, Newton, Laplace, Gauss, Maxwell, Planck, Schrodinger, Feynman, Einstein, Hawking dan banyak lagi lainnya via artikel atau uraiannya dalam berbagai buku teks. Buku-buku yang memuat ilmu-ilmu yang telah dikembangkan para ilmuwan tersebut telah memenuhi perpustakaann besar di seluruh dunia. Ilmunya telah menjadi milik semua orang tanpa kecuali. Persoalannya, kita ingin memiliki dan menguasainya atau tidak. Atau sebaliknya, kita justru ingin dikuasainya?

Setelah menguasai dan mengenali pondasi bangunan ilmu tersebut, kita mungkin melihat adanya bagian-bagian yang perlu ditata ulang dan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber inspirasinya. Sebagai contoh, dalam tataran epistemologi, ilmu modern telah menolak memasukkan wahyu sebagai sumber ilmu. Di sinilah kita dapat menyodorkan wahyu sebagai salah satu sumber perolehan ilmu.

Ada contoh yang sangat menarik di dalam kitab suci berkaitan dengan ide wahyu sebagai sumber irformasi ilmu di atas. Ada dua hewan kecil yang diabadikan menjadi nama surat sekaligus kandungan ayatnya di dalam al-Qur’an. Hewan tersebut adalah lebah dan semut Lebah atau an-Nahl menjadi nama surat ke-16 sedangkan semut (an-Naml) surat ke-27.

Keduanya dapat dijadikan starting point dalam riset biologi khususnya zoologi. Keistimewaan lebah cukup jelas diuraikan di dalam surat an-Nahl ayat 68-69.

Pertama, Allah memberi wahyu kepada lebah agar membangun rumah-rumah mereka di gunung- gunung dan pepohonan dan makan buah-buahan. Kedua, Allah menginformasikan bahwa dari perut lebah keluar cairan yang dapat diminum dan berfungsi sebagai obat. Dari ayat-ayat ini rahasia kelebihan dan keutamaan lebah relatif jelas dan mudah difahami. Tetapi Allah menggunakan pendekatan lain ketika memaparkan keistimewaan semut.

Allah tidak menggunakan pendekatan apa adanya seperti kasus lebah melainkan menggunakan pendekatan keindahan atau kekuatan bahasa Arab. Di dalam kasus lebah, an-nahl menjadi nama surat sekaligus kata yang digunakan di ayat 68. Pengualangan kata ini juga terjadi tetapi dalam pola yang berbeda dalam kasus semut. An-naml menjadi nama surat dan bagian dari frasa di dalam ayat 18 yakni waadin namli, lembah semut.

Tetapi lanjutan ayat ini menggunakan istilah yang berbeda untuk semut yakni an-namlatu bukan an-namlu. Kata an-namlatu berasal dari an-namlu dan mendapat tambahan huruf ta’ marbutoh (ta’ bulat). Lanjutan ayat ini kembali menggunakan an-namlu sehingga bila kita bariskan dari nama surat kemudian tiga kata semut di ayat 18 ini adalah an-namlu, an-namlu, an-namlatu, an-namlu. Sedangkan untuk lebah, an-nahlu dan an-nahlu bukan an-nahlu dan an-nahlatu. Apa artinya ini?

Ayat lain menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan (QS 44:38-39) dan ukuran tertentu (QS 25:2). Dengan demikian pemilihan kata an-namlu, an-namlu, an-namlatu, an-namlu juga mempunyai tujuan. Tetapi tujuan apa? Kaidah bahasa Arab mengatakan bahwa ta’ marbutoh adalah tanda isim muannats, kata benda feminin atau kata benda berjenis perempuan. Penerapan kaidah ini menghasilkan terjemahan “…telah berkata seekor semut betina …” yang belum pernah penulis temukan dalam Al-Qur’an terjemahan bahasa Indonesia. Semua hanya menerjemahkan dengan “…telah berkata seekor semut …” tanpa tambahan kata betina.

Penerjemahan semut betina bagi an-namlatu memberi implikasi lebih lanjut yaitu bila kita perhatikan kalimat lanjutannya yang berupa kalimat perintah (fi’il amr). Singkatnya sang semut betina dalam keadaan sedang memberi instruksi kepada semut (jantan) yang berjumlah banyak. Bila kasus ini kita personifikasi sejenak maka dapat dengan mudah disimpulkan bahwa sang semut betina yang memberi instruksi tidak lain adalah pimpinan komunitas semut. Artinya, menurut kaidah bahasa dan personifikasi, pimpinan semut adalah ratu, ratu semut. Karena kesimpulan ini berasal dari interpretasi bukan informasi langsung yakni kata al-malikatu (ratu) dalam ayat maka sementara kita ambil sebagai hipotesis yang harus dibuktikan oleh penelitian lapangan.

Riset yang dilakukan oleh para biolog (Barat) memang membuktikan bahwa pimpinan semut adalah ratu semut. Artinya, interpretasi linguistik dan personifikasi di atas absah dan terbukti benar. Tetapi yang menjadi perhatian utama dalam pembahasan di sini adalah bagaimana ayat kitab suci diolah dan dijadikan hipotesis suatu riset ilmiah yang pada akhirnya melahirkan sebuah teori yang indah dan komprehensif.

Bersambung …


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Al-Qur’an (Sumber Inspirasi Sains) – (Part 1)


“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasann mengenai petunjuk itu dan pembeda …”(QS 2:185)

Al-Qur’an bersama sunnah rasul saw merupakan dua pegangan utama ummat Islam dalam mengarungi hidup di masa dan pasca kehidupan rasul saw. Mengingat fungsinya yang demikian maka banyak karya tulis dibuat dalam rangka mempertahankan spirit dan inti pesan agar tidak keluar konteks tetapi tetap sesuai dengan situasi ruang-waktu.

Berdasarkan kenyataan itu pula, kita perlu menguji pemahaman kita selama ini atas pesan-pesan keduanya. Kini, kita hidup di era cyber, era TI, di era teknologi skala nano (sepermilyar meter). Bahkan mungkin juga era angkasa luar setelah negeri dengan penduduk terpadat di dunia yang konon tidak terlalu kaya berhasil meneguhkan dirinya menjadi negara ketiga yang berhasil meluncurkan manusia ke ruang angkasa. Negeri itu adalah Cina yang kita kenal dengan pesan “utlubil ilma walau bissin”. Cina mampu meluncurkan pesawat ruang angkasa Shenzhou 5 berawak satu yakni Yang Liwei yang berusia 38 tahun. Singkatnya, era ilmu pengetahuan yang bertumpu pada keruntutan berfikir yang secara teologis lebih condong pada teologi Mu’tazilah yang selama ini justru kita jauhi.

Bagaimana pesan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan? Apa makna petunjuk dan pembeda dalam konteks bangunan ilmu pengetahuan? Syekh Jauhari Thonthowi guru besar universitas Kairo penulis kitab tafsir al-Jawahir membuka tafsirnya dengan mengungkap fakta sekaligus menggugat ulama islam. Di dalam al-Qur’an hanya terdapat sekitar 150 ayat hukum sementara ayat kauniyah lima kali lipatnya, yakni sekitar 750 ayat. Ulama islam telah mengerahkan sebagian besar waktu dan tenaganya untuk menulis ribuan kitab fikih tetapi nyaris tidak satu pun buku tentang alam ditulis.

Jelas, selama ini kita terlalu berorientasi pada fiqih meskipun dalam praktek kesehariannya amalan fiqih kita sangat amburadul. Kita perlu menyeimbangkan orientasi dalam memahami dan menangkap pesan kitab suci dan sunnah rasul saw. Syair-syair semisal al-fiqhu anfusu syaiin, fiqih adalah segalaanya atau fiqih adalah ilmu yang paling berharga; idza maa’ tazza dzu ilmin bi ilmin fa ilmul fiqhi aula bi’ tizaazin, bila orang berilmu mulia lantaran ilmunya maka ilmu fiqih membuatnya lebih mulia, perlu didekontruksi maknanya. Kita kini berada di dalam kurun interdepedensi, saling kebergantungan satu dengan yang lain tanpa harus merasa yang satu lebih dari yang lain, tak terkecuali ilmu fiqih.

Kembali ke pertanyaan bagaimana pesan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan. Jawabnya sangat jelas, Allah akan meninggikan derajat orang beriman di antara kalian dan berilmu (QS 58:11). Ringkasnya, kata kunci bagi kebangkitan islam yang didengung-dengungkan sejak memasuki abad 15 hijriyah adalah iman dan ilmu. Tentu, yang dimaksud ilmu di sini termasuk juga ilmu material seperti matematika, fisika, kimia, biologi, komputer dan berbagai terapannya. Tanpa ilmu material ini kekuatan kita tidaklah maksimal dan tidak akan mampu menembus bumi seperti yang dilakukan Jepang dalam membangun laboratorium Super Kamiokande, pendeteksi neutrino, di kedalaman satu kilometer di bawah permukaan bumi. Kita juga tak bakal mampu menembus langit seperti yang dilakukan oleh para astronot Rusia, Amerika dan Cina meskipun kita telah hafal di luar kepala teks al-Qur’an surat ar-Rahman ayat 33. Kekuatan kita tidak maksimal sebab sulit disangkal bahwa knowledge is power.

Bersambung ….


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Kisah 4 Lilin Kehidupan


Ada 4 lilin yang menyala. Sedikit demi sedikit habis meleleh.
Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.

Yang pertama berkata:
“Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja!”. Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata:
“Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:
”Aku adalah Cinta. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.”

Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.
Tanpa terduga…Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata:

“Eh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
"Jangan takut, janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya. Akulah H A R A P A N

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya. Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

Semuanya bisa saja lenyap, namun jangan sampai pengharapanmu kepada Tuhan ikut lenyap, sebab hanya itulah senjata terakhir yang akan memampukanmu untuk bangkit dan meraih kembali apa yang telah hilang..!


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Kisah Empat Pendekar Sakti


Beberapa waktu lalu saya menghadiri sebuah program pelatihan. Dalam pelatihan itu para peserta diberikan kesempatan untuk mempraktekan apa yang biasa kita sebut dengan 'mind power'. Secara teoritis, orang-orang yang dapat menggunakan mind power dalam pelatihan itu akan mampu untuk melakukan tiga tantangan yang tampaknya tak gampang. Tantangan pertama menjatuhkan bola lampu dari ketinggian tertentu menimpa keramik yang biasa digunakan sebagai lantai rumah. Tetapi yang pecah keramiknya, bukan bola lampunya. Tantangan kedua, tingkat kesulitannya lebih tinggi karena harus mematahkan sebatang besi dengan menggunakan kertas koran. Dan, yang lebih sulit dari itu adalah mematahkan sebatang pensil dengan menggunakan kertas HVS. Anda percaya semua itu bisa dilakukan? Mind power bisa membantu menyelesaikannya.Ketika orang-orang mencoba semua tantangan itu, saya teringat sebuah kisah klasik tentang seorang sakti dengan ketiga muridnya. Saat kesaktian para muridnya sudah sangat tinggi, sang guru tahu bahwa dia harus segera pergi. Untuk itu dia harus mempercayakan perguruannya kepada penerusnya. Setelah itu, Sang Guru akan memasuki tahap akhir dari misi hidupnya, yaitu; pergi melanglangbuana. Pertanyaannya adalah; kepada siapa dia harus memberikan kepercayaan itu? Ketiga muridnya sama-sama sakti. Sama-sama baik. Dan sama-sama hebat. Akhirnya, Sang guru memutuskan untuk memberikan tiga jenis ujian.

Ujian pertama menjatuhkan sebutir telur dari puncak tebing menimpa batu cadas, namun telur itu tidak pecah. Ini tugas yang paling gampang. Kedua, mengosongkan air di telaga dengan menggunakan jari telunjuk. Tentu yang ini agak sulit. Dan yang ketiga, membuat ukiran hati masing-masing pada lempengan besi hanya dengan menggunakan tatapan mata. Pastilah tantangan ketiga ini yang paling sulit dilakukan. Sedangkan untuk meneyelesaikan semua tantangan itu, mereka hanya diberi waktu selama tiga hari. Barangsiapa bisa menyelesaikan ujian itu; maka dia mendapatkan warisan perguruan beserta seluruh aset yang ada didalamnya.

Dihari yang ditentukan, para murid menghadap Sang Guru. Lalu Sang Guru memberi kesempatan kepada murid pertama untuk menunjukkan semua yang sudah dilakukannya. Dia membawa telur ayam itu dalam keadaan utuh, sedangkan batu cadas yang tertimpa hancur berantakan. Pastilah dia memiliki ilmu gingkang yang sangat tinggi sehingga bisa dipindahkan kepada sebutir telur. Lalu, dia menunjukkan telaga yang kering kerontang. Tak setetes pun air yang masih tersisa didalamnya. Membuktikan bahwa dia bisa melakukan pekerjaan besar hanya dengan menggunakan telunjuknya. Kemudian, dia menyerahkan sebongkah besi baja yang berukir hati dengan ukuran yang sangat besar. Ini membuktikan bahwa tatapan matanya begitu kuat sehingga baja sekalipun tunduk kepadanya.

Sang Guru kemudian berkata; "Muridku, ukuran hati kamu begitu besarnya. Mengapa bisa demikian?" "Guru," sang murid sakti menjawab, "saya memiliki kebesaran hati untuk menjalani segala sesuatu dalam hidup ini." lanjutnya. "Saya tidak gentar menghadapi apapun. Karena saya yakin bahwa saya bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan baik." Dia menjelaskan dengan semangat yang berapi-api. Sangat terasa aura kebesaran hati yang dipancarkannya.

Murid kedua mendapatkan gilirannya. Dia menunjukkan semua bukti kesaktiannya, seperti murid pertama. Namun, ukiran hati dalam lempengan besi itu ukurannya sangat kecil sekali, hingga nyaris tidak kelihatan. Sang guru bertanya;"Muridku, aku lihat ukuran hati kamu sebegitu kecilnya. Mengapa bisa demikian?"

"Guru," jawab sang murid sakti, "ciut hati saya jika harus melakukan suatu keburukan. Saya sangat takut kalau harus melakukan hal-hal yang melanggar norma dan etika." Lanjutnya. "Saya tidak memiliki cukup keberanian untuk mempertaruhkan kehormatan." Dia menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. Sangat terasa aura kerendahan hati yang dipancarkannya.

Lalu, tibalah giliran murid ketiga. Dia membawa telur utuh, dan batu karang yang hancur lebur. Dia juga menunjukkan lempengan baja yang berlubang membentuk hati. Namun, ketika ditanya tentang telaga, sang murid menjawab; "maaf guru, saya tidak mengosongkan telaga itu," katanya. "Mengapa?" begitu Sang Guru bertanya.

Sang Murid mengatakan bahwa setelah berhasil menyelesaikan tugas paling mudah – menjatuhkan telur diatas batu cadas – dia berpikir untuk langsung menyelesaikan tugas yang paling sulit, yaitu; mengukir hati pada lempengan besi hanya dengan menggunakan tatapan mata. Sebab, jika tugas paling mudah dan paling sulit bisa dituntaskan, pasti tugas yang sedang-sedang saja bisa terselesaikan. "Tetapi," kata Sang Guru, "Kamu tetap harus membuktikannya terlebih dahulu."

"Benar, Guru," jawab sang murid. "Semula saya berpikir untuk mengeringkan telaga itu. Tetapi," lanjutnya. "Setelah membuat lubang tembus pandang berupa hati dibesi itu; seolah saya bisa memasukinya, dan tiba-tiba saja saya merasakan hati saya berbicara." katanya.

"Apa yang dikatakan oleh hatimu?" tanya Sang Guru. Sang murid menceritakan bahwa ukiran hati pada baja itu berkata; "Setelah ujian paling sulit kamu taklukan, pastilah kamu bisa menyelesaikan ujian yang lebih mudah. Tetapi, jika kamu menyelesaikan ketiga ujian itu, maka kamu berubah menjadi sombong," katanya. "Saya tidak ingin hati ini berubah menjadi sombong," lanjutnya. "Jadi, saya memutuskan untuk tidak mengeringkan telaga itu."

"Aku mengerti," kata Sang Guru. "Namun, tahukah kamu bahwa tidak melakukannya berarti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan warisan perguruan?" Sang murid mengangguk. Dia menerima konsekuensi atas keputusannya. "Bukankah kamu tahu bahwa mewarisi perguruan ini merupakan dambaan semua orang?" Sang Guru meyakinkan. Sang murid kembali mengangguk. "Bukankah dengan mewarisi perguruanku, kamu akan mempunyai kedudukan tinggi dan dihormati?" Lanjut Sang Guru. Sang murid tetap pada keputusannya; melepaskan kesempatan memiliki perguruan itu.

Lalu, Sang Guru membagi dua perguruan itu. Setengahnya diberikan kepada muridnya yang memiliki ukuran hati besar. Diperguruan itu, kemudian dia mengajarkan tentang optimisme, semangat pantang menyerah, dan kebesaran hati. Setengahnya lagi diberikan kepada muridnya yang mempunyai ukuran hati sangat kecil. Diperguruan itu, kemudian dia mengajarkan tentang menjaga kehormatan, menjauhi keburukan, dan memupuk kerendahan hati. Itulah sebabnya, mengapa sangat mudah bagi kita untuk menemukan guru yang mengajarkan tentang kebesaran hati. Juga mudah untuk menemukan guru yang mengajarkan tentang kerendahan hati. Dari kedua perguruan itu, orang-orang kemudian belajar berjiwa besar dan menjaga kesucian diri. Lalu menggabungkan kedua sikap itu untuk menjadikan dirinya; manusia berkemampuan tinggi yang memiliki budi pekerti.

Muridnya yang ketiga? Dia tidak mendapatkan sedikitpun dari warisan perguruan. Sebab, setiap orang harus menerima konsekuensi atas tindakan dan keputusan yang diambilnya. Namun, dari semua yang sudah dilakukannya, dia mendapatkan hadiah lain; Sang Guru membawanya pergi melanglangbuana. Itulah sebabnya, guru yang membimbing kita cara membaca isyarat hati; tidak selalu mudah dicari. Karena, guru seperti itu jarang menetap. Mereka melanglangbuana. Menjelajah hidup. Dan tak terikat ruang dan waktu. Namun, ketika hendak pergi, Sang Guru berkata kepada kedua murid pewaris perguruannya; "Meskipun tak kelihatan, namun kami tetap berada didalam hatimu." Katanya. "Jika kalian ingin menemui kami, maka kalian tahu dimana harus mencari...." Lalu, kedua orang sakti itu memudar. Menyatu dengan udara. Kemudian terbang bersama angin. Mereka pergi melanglangbuana. ....

Penulis : Dadang Kadarusman

Catatan Kaki :
Hati itu seperti prasasti. Hanya berguna bagi mereka yang bersedia membaca isyarat, dan menerima nasib.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Leader Insight - Trial and Error In Leadership


Trial and error itu artinya kira-kira adalah ‘mencoba dan salah’. Setelah melakukan kesalahan itu lalu apa? Harapannya, kita bisa belajar dari kesalahan yang sudah kita lakukan dan kelak bisa melakukannya lebih baik lagi tanpa mengulang kesalahan yang sama. Dalam beberapa situasi, prinsip trial and error itu bisa dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan. Misalnya, dalam konteks R&D. Ilmuwan mencoba ini dan itu, memperbaikinya, kemudian menghasilkan produk atau temuan yang memenuhi harapan.

Tetapi, ternyata bahkan ilmuwan yang memang pekerjaannya ‘melakukan’ trial and error itu pun tidak sembarangan melakukannya. Sebelum melakukan trial and error itu, mereka terlebih dahulu dibekali dengan ilmu yang memadai.

Dengan demikian, tiral and error yang mereka lakukan dilandasi dengan pengetahuan, dan pemahaman yang tinggi terhadap subyek yang sedang ditelitinya. Dengan kata lain, trial end error yang ‘bener’ itu mesti dibentengi oleh ilmu. Jika tidak, maka trial and error itu akan benar-benar error hingga menimbulkan kerugian yang mungkin fatal.

Didalam  kepemimpinan, prinsip trial and error lazim sekali dilakukan. Khususnya oleh para pemimpin yang baru di promosi. Misalnya, staff yang diangkat menjadi supervisor atau manager. Pola yang jelas sekali terlihat adalah seperti ini: staff yang bagus – naik level menjadi leader – lalu mereka menjalankan tugas kepemimpinannya tanpa bekal ilmu memimpin yang memadai. Mengapa tidak memadai? Antara lain karena perusahaan tidak membekali mereka dengan training kepemimpinan  yang memadai sebelum mereka menjalankan tugasnya masing-masing.

Banyak perusahaan yang percaya – secara keliru – bahwa seorang staff yang bagus kalau diangkat jadi manager atau group leader akan bisa belajar memimpin manusia secara trial and error. Sehingga mereka mengira bahwa selembar kertas pengangkatan bisa menjadi bekal memadai bagi mereka untuk menjadi pemimpin yang handal. Faktanya, banyak leader baru yang justru frustrasi karena bingung mesti melakukan apa ketika menghadapi anak buahnya. Lalu pemimpin senior bilang; “Bagus. Kalau kamu sudah frustrasi, berarti kamu belajar sesuatu.” Betapa klise-nya, bukan?

Ingatlah para ilmuwan yang terlebih dahulu memiliki ilmu sebelum melakukan percobaan. Mestinya, leader yang baru pun demikian. Mereka mesti memiliki ilmu yang memadai – minimum required knowledge – agar bisa melakukan trial and error secara efektif. Jika tidak, sama seperti ilmuwan yang bisa mengalami kecelakaan dalam melakukan uji cobanya; pemimpin baru tanpa bekal ilmu pun bisa sangat membahayakannya.

Mungkin bahaya trial memimpin tanpa ilmu itu tidak berupa ledakan di laboratorium. Atau residu beracun dalam suatu produk. Tapi, tidak berarti lebih rendah kadar bahayanya. Sebab, efek samping berbahaya memimpin tanpa ilmu itu munculnya justru tidak dalam bentuk yang langsung kelihatan seperti itu. Melainkan berupa kebiasaan yang tanpa terasa mempengaruhi perilaku leader dan orang-orang yang dipimpinnya. Resiko ini akan semakin bertambah tidak kelihatan lagi ketika fokus perusahaan dalam penilaian kinerja leader itu terletak kepada ukuran berupa angka-angka. Jika salesnya masuk terus, misalnya; maka leader itu dianggap bagus. Jika tidak ada gejolak, leader itu juga dianggap bagus.

Faktanya, sales bisa dicapai degan berbagai cara. Dan tidak ada gejolak bisa saja sebenarnya merupakan efek dari ketidak pedulian orang sehingga mereka memasabodohkan keberadaan atasannya. Jika managemen ‘puas’ pada ukuran yang mungkin semu itu, maka leader yang bersangkutan merasa bahwa cara memimpinnya sudah tepat. Walhasil, cara memimpin itulah yang kemudian menjadi karakter yang mendarah daging disepanjang karir kepemimpinannya.

Ilmuwan dan pemimpin yang melakukan percobaan tanpa ilmu bisa sama menimbulkan resiko merugikannya. Bedanya, belum tentu resiko buruk itu bisa langsung kelihatan. Khususnya, jika pola memimpin itu keliru namun tertutupi oleh ukuran angka-angka. Diatas kertas bagus, namun didalamnya ternyata keropos. Maka agar resiko itu bisa diminimalisir dengan baik, para ilmuwan belajar ilmunya terlebih dahulu sebelum melakukan trial and error yang penting. Begitu pula seharusnya para leader. Mereka perlu mempelajari ilmu memimpin yang memadai, sebelum melakukan percobaan lebih jauh dalam mengelola orang-orang yang dipimpinnya.

Penulis : DEKA – Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Bagaimanapun juga, melakukan sesuatu dengan dukungan ilmu jauh lebih baik daripada melakukannya sekedar trial and error saja.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Pain And Pleasure


Saat membuka seminar, saya selalu bertanya kepada peserta, "Bila anak kecil dan orang dewasa sama-sama belajar, siapa yang akan belajar lebih cepat? Anak-anak atau orang dewasa?". Mereka menjawab serentak, "Anak kecil!!"

"Betul sekali anak kecil akan belajar lebih cepat. Kenapa?", tanya saya lagi. "Soalnya otak mereka masih kosong. Kalau otak kami kan sudah penuh", jawab mereka.

"Sebenarnya bukan karena itu. Sebenarnya otak manusia tidak bisa penuh. Faktanya bila kita setiap detik kita belajar 1 hal baru, otak kita baru akan penuh 30 juta tahun lagi. Siapa di antara anda yang pernah dengar pribahasa 'Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'?", tanya saya.

Semua peserta mengangkat tangannya. Saya lalu menjawab, "Itulah mengapa sebagian besar dari anda sulit untuk sukses. Sulit untuk menjadi juara. Sebab anda berikir biarlah saya sengsara dulu belajar sekarang".

Sebenarnya manusia itu dari ujung kaki sampai ujung rambut hanya punya 2 naluri dasar, "Pain and Pleasure", yaitu "Cari Nikmat" dan "Menghindari Sengsara". Mana yang lebih kuat, 'cari nikmat' atau 'menghindari sengsara'?

Jawabannya adalah 'menghindari sengsara'. Manusia tidak suka dengan sengsara, tidak tahan dengan sengsara. Itulah sebabnya saat kita belajar, kita sulit menjadi juara. Sebab "belajar = sengsara". Belajar kita kaitkan dengan keharusan, dengan kebingungan, dengan tidak bisa bermain, dengan melewatkan sinetron. Kita jadi tidak suka dengan belajar.

Namun bila kita balik saat dulu sekolah, kebanyakan dari kita punya guru favorit. Saat guru tersebut masuk ke kelas, kita bisa belajar dengan lebih baik. Kita mengerti!!! Pelajarannya dengan gampang masuk ke otak kita. Nilai kitapun bagus Kenapa? Karena kita merasa senang belajar dengan guru itu. "Belajar = happy".

Sebenarnya pain dan pleasure ini begitu simpel.

Anak saya yang kecil, "Shine", tidak suka gosok gigi. Namun susternya terus saja mencoba, menariknya, sampai dia menangis. Dia tidak suka gosok gigi, sebab gosok gigi = sengsara. Shine suka dengan Mickey Mouse. Maka saat dia mendapatkan sikat gigi berbentuk Mickey Mouse, dia mulai mau sikat gigi. Sikat gigi = Mickey Mouse = Happy!

Maka resepnya simpel. Sangat simpel namun SANGAT PENTING! Apapun yang perlu anda kerjakan, kaitkanlah dengan 'pleasure' atau 'rasa bahagia'. Karyawan anda tidak punya semangat bekerja? Apakah tempat kerja anda menyenangkan atau malah jadi ajang 'pembataian'?
Bila anda mau mengubah tempat kerja anda menjadi tempat yang menyenangkan, pastikan itu menyenangkan bagi karyawan, bukan hanya menyenangkan bagi anda.

Anak anda tidak suka belajar? Buatlah belajar menjadi hal yang menyenangkan. Penuh dengan tawa senang, tepuk tangan, aliran energi hangat. Maka belajar akan jadi terasa gampang.

Penulis : Hendrick Ronald


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
 
;