Minggu, 04 Maret 2012 0 komentar

Pendeta Yahudipun Bersyahadat


Seminggu menjelang Ramadan lalu, kelas the Islamic Forum nampak lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena banyak di antara muallaf itu ingin lebih mendalami puasa, baik dari segi hukum-hukum yang terkait maupun makna-makna hakikat dari puasa itu. Hampir semuanya wajah lama atau murid-murid lama, baik muallaf maupun non Muslims, yang telah mengikuti diskusi Islam di forum tersebut lebih dari 3 bulan. Tapi nampak juga beberapa wajah yang belum aku kenali sama sekali.

Salah satu wajah baru itu adalah seorang pria putih dengan janggut pendek yang terurus rapih. Duduk di pinggiran ruangan, dan nampak memperhatikan dengan seksama tapi terlihat cuwek. Aku sangka bahwa orang ini adalah seorang Muslim karena wajahnya mengekspresikan persetujuan dengan setiap poin yang kusebutkan siang itu. Tapi, nampak dingin dan sepertinya tidak nampak bahwa dia tertarik dengan penjelasan saya itu.

Saya memang memulai penjelasan saya dengan sejarah puasa kaum-kaum terdahulu. Merujuk pada kata-kata “kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum” (sebagaimana telah diwajibkan atas kaum-kaum sebelum kamu), saya kemudian merujuk kepada beberapa fakta sejarah puasa umat-umat terdahulu, termasuk kaum yahudi. Di saat saya intens menjelaskan ayat ini, tiba-tiba dia tersenyum dan mengangkat tangan.

“Yes Brother!” sapa saya. “Can I say something?” tanyanya. Tentu dengan senang saya menyetujuinya. Dia kemudian meminta maaf karena tiba-tiba masuk ke kelas ini tanpa permisi. “I feel I did some thing impolite”, katanya. “Oh no, this forum is open for every person, and doesn’t require any registration. You are in the right place on the right time”, jawabku.

“What did you want to say Brother? But let me ask you first, what is your name?”, tanyaku. “Sorry, I am Shimon!”, jawabnya.

Dia kemudian menjelaskan puasa dari perspektif Yahudi. Dengan sangat lancar dan seolah berceramah dia bersungguh-sungguh menjelaskan sejarah dan makna puasa dari pandangan ajaran Yahudi. Mendengarkan penjelasan itu, hampir semua yang hadir terkejut. Melihat situasi itu, sayapun bertanya: “Sorry Brother, are you a Muslim or not? And why do you know a lot about Judaism?”.

Sedikit gugup dia kemudian mengatakan: “Imam, actually I am a Rabbi. I was ordained Rabbi two years ago”. Mendengarkan penjelasannya itu rupanya membuat banyak peserta ternganga. Baru pertama kali kelas the Forum for non Muslims ini ditangani seorang Rabbi (pendeta Yahudi). Apalagi dalam penjelasannya tentang puasa itu seperti mendakwahkan ajarannya. Sehingga wajar kalau ada yang curiga kalau-kalau dia datang untuk sebuah misi.

Saya kemudian menyapah dengan ramah dan mengatakan: “Welcome to our class sir!”. Tapi untuk menenangkan para peserta saya menyampaikan kepadanya bahwa saya sudah seringkali terlibat dialog dengan pendeta-pendeta Yahudi, seraya menyebutkan beberapa Rabbi senior di kota New York . Mendengarkan nama-nama itu, rupanya cukup mengagetkan bagi dia. “All those are very respectful Rabbis!” katanya. “Yes, I am fortunate to have known them and be known by them!” kataku.

Saya kemudian menyampaikan terima kasih atas penjelasan-penjelas annya mengenai puasa di agama Yahudi. “It’s almost similar to ours. The only thing that you guys keep changing it throughout the history”. Mendengar itu, nampaknya dia setuju dan hanya mengangguk.

Saya kemudian melanjutkan penjelasan saya mengenai hukum-hukum puasa. Murid-murid muallaf, dan bahkan non Muslim yang hadir hari itu memang ingin tahu bagaimana menjalankan ibadah puasa. Tanpa terasa, penjelasan mengenai puasa itu memakan waktu lebih 2 jam. Akhirnya tiba sesi tanya jawab.

Rupanya tidak terlalu banyak hal yang ditanyakan oleh peserta dan waktu masih ada sekitar 45 menit. Maka kesempatan itu saya pergunakan untuk menjelaskan agama dan umat Yahudi dalam perspektif Al-Quran dan sejarah. Bahwa memang Al-Quran menyinggung secara gamblang sikap orang-orang Yahudi terdahulu, mulai sejak nabi Ya’kub hingga nabi-nabi kaum Israil lainnya, termasuk umat nabi Musa A.S.

Sejarah pergulatan politik, agama, kultur dan budaya antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi di Madinah, termasuk bagaimana awal terbentuknya Piagam Madinah. Saya kemudian menjelaskan bagaimana toleransi Rasulullah S.A.W di Madinah dengan fakta-fakta sejarah yang akurat. Bagaimana Umar bin Khattab memberikan keluasan bagi kaum Yahudi untuk kembali menetap di Jerusalem setelah diusir oleh kaum Kristen. Bagaiman penguasa Islam di Spanyol memberikan “kesetaraan” (equality) kepada seluruh rakyatnya, termasuk kaum Yahudi. Bahkan bagaimana penguasa kaum Muslim di bawah Khilafah Utsmaniyah menerima pelarian Yahudi dari pengusiran dan “inquisasi Spanyol” kaum Kristen di Spanyol.

Penjelasan-penjelas an saya itu rupanya tidak bisa diingkari oleh Shimon. Rupanya mereka juga tahu fakta-fakta sejarah itu. Bahkan sebenarnya kebanyakan buku-buku sejarah toleransi Islam kepada umat Yahudi itu justeru ditulis oleh mereka yang non Muslim dan bahkan mereka yang beragama Yahudi sendiri. Saya bahkan mengutip pernyataan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB, dalam sebuah acara interfaith di PBB tahun lalu.

Tanpa terasa 30 menit berlalu. Di akhir-akhir pertemuan itu, tiba-tiba Shimon sekali lagi dengan tatapan mata yang nampak acuh, mengangkat tangan. “Yes Brother, any comment?”, pancingku. “Yes, I think what you just said, for us Jews, are well known”, katanya. Dia kemudian berbicara panjang lebar mengenai upaya penyembunyian fakta-fakta sejarah itu. Dan pada akhirnya dia mengakui bahwa bagi mereka yang murni masih mengikuti ajaran Yahudi seharusnya percaya kepada risalah terakhir dan nabinya.

Saya kemudian memotong pembicaraan Shimom, seraya bercanda: “If so, do you consider yourself a genuine Jew or not”. Dia sepertinya tertawa, tapi nampaknya karena kepribadian dia yang memang kurang tersenyum dan nampak seperti cuwek, dia menjawab: “To be honest with you, I believe that this is the religion of Moses”. He came with the same mission that Mohamed brought around 15 centuries ago”, tegasnya.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, saya tanya lagi: “So you believe that Mohammed is a messenger and prophet of God and his teaching is the true teaching of God?”, tanya saya. Dengan tenang dia menjawab: “I am sure about that. But I really don’t know what to do”.

“Brother Shimon”, basically you are a Muslim. What you need to do is simply you need to formalize your faith with the presence of witnesses”, jelasku.

Mendengarkan itu, dia nampak tersenyum tapi melihat raut wajahnya dia sepertinya cuwek. Tapi karena sejak awal memang demikian, saya yakin bahwa cuwek itu bukan berarti tidak serius, tapi memang itulah kepribadiannya. Tiba-tiba dia bertanya: “And how to do that?”. Saya menengok pada peserta lainnya yang juga ikut senang mendengarkan percakapan itu, lalu menjawab: “Brother, it’s very easy. What you need to do right know is that you must confess that there is no god worthy of worship but Allah, and that Muhammad is His Prophet and Messenger. Are you ready?” tanyaku.

Setelah dengan mantap menjawab “yes”, saya kemudian mengatakan kepada peserta lainnya yang hampir semuanya muallaf, “be witnesses for Allah!”. Maka, dengan suaranya yang lantang, Rabbi Shimon resmi mengucapkan “Syahadaaten”, diikuti kemudian oleh pekikan takbir para peserta Forum Islam yang kebanyakan wanita itu. Dan Ramadan kemarin adalah awal Ramadan baginya dengan puasa penuh secara Islam.

Kemarin siang, Sabtu 27 Oktober, setelah kelas selesai, Shimon mendekati dan berbisik: “I don’t know if this is an appropriate question to ask”, katanya. “What is that?”, tanyaku. “Who was that lady sitting to your right side, and is she married?”, tanyanya. “Why is the question?” tanyaku lagi. “I think it is the time for me to be serious in my life. I need a wife”, katanya serius.

“Ok Brother Shimon. I really forgot whom that you are talking about. But let me know next week”, jawabku. “Sorry Imam if that is considered inappropriate to ask”. “Oh not at all. It is in fact an important thing to ask. And believe me, it is also my responsibility to help you in this regard. We will talk next Saturday about it”, kataku sambil meninggalkan kelas.

Alhamdulillah, semoga mantan pendeta Yahudi ini dikuatkan dan dan dijadikan da’I yang tangguh bagi kebenaran di masa depan. Amin!

New York , 29 Oktober 2007


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Bidadari Syurga, Ainul Mardiyah


Pengantar

Kisah ini sudah sangat terkenal. Dikabarkan bahwa kisah ini hanyalah karangan seorang sastrawan Aceh, untuk memberikan semangat kepada pemuda pemuda di Aceh dalam melawan penjajahan. Wallahu a’lam. Namun demikian, alangkah bagusnya jika kita bisa mengambil ibroh/pelajaran dari kisah kisah tersebut.

Kisah

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka"

Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."

Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."

"Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."

Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar

Berawal Benci, Berakhir Rindu


Sekitar awal September 2006 lalu, kelas Islamic Forum for non Muslims kedatangan seorang gadis bule bermata biru. Duduk di salah satu sudut ruang dengan mata yang tajam, hampir tidak kerkedip dan bahkan memperlihatkan pandangan yang tajam. Beberapa kali lolucen yang saya sampaikan dalam kelas itu, tidak juga menjadikannya tersenyum.

Ketika sesi tanya jawab dimulai, sang gadis itu mengangkat tangan, dan tanpa tersenyum menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang menjadikan sebagian peserta ternganga, dan bahkan sebagian menyangka kalau saya akan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

“If Muhammad is a true prophet, then why he robbed and killed?”, tanyanya dengan suara yang lembut tapi tegas. “Why he forced the Jews to leave their homes, while they have been settled in Madinah a long time before Muhammad was born?”, lanjutnya.

Sambil tersenyum saya balik bertanya, “Where did you get this information? I mean, which book did you read”. Dia kemudian memperlihatkan beberapa buku yang dibawanya, termasuk beberapa tulisan/artikel yang diambil dari berbagai sumber di internet. Saya meminta sebagian buku dan artikel tersebut, tapi justru saya tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaannya.

Saya balik bertanya, “Where are you from and where do you live?”. Ternyata dia adalah gadis IOWA yang sekarang ini tinggal di Connecticut.

Sambil memperkenalkan diri lebih jauh saya memperhatikan “kejujuran” dan “inteligensia” gadis tersebut. Walaupun masih belum bisa memperlihatkan wajah persahabatan, tapi nampaknya dia adalah gadis apa adanya.

Dia seorang “saintis” yang bekerja di salah satu lembaga penelitian di New York. Tapi menurutnya lagi, dan sinilah baru nampak sedikit senyum, “I am an IOWAN girl”. Ketika saya tanya apa maksudnya, dia menjawab: “a very country girl”.

Oleh karena memang situasi tidak memungkin bagi saya untuk langsung berdebat dengannya perihal pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan, saya mengusulkan agar pertanyaan-pertanyaannya dikirimkan ke saya melalui email, untuk selanjuntnya bisa berdiskusi lewat email dan juga pada pertemuan berikutnya. Kelas sore itupun bubar, tapi pertanyaan-pertanyaan gadis IOWA ini terus menggelitik benak saya.

Di malam hari, saya buka email sebelum tidur sebagaimana biasa. Gadis IOWA ini pun memenuhi permintaan saya. Ia memperkenalkan diri sebagai Amanda. Ia mengirimkan email dengan lampiran 4 halaman penuh dengan pertanyaan-pertanyaan –khususunya-- mengenai Rasulullah SAW. Saya sekali lagi tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi mengajak untuk datang ke kelas Islamic Forum pada Sabtu berikutnya.

Ternyata, mungkin dia sadari sendiri bahwa beberapa peserta Forum pada Sabtu tadi kurang sreg dengan pertanyaan-pertanyaannya yang dianggap terlalu “polos dan tajam”. Maka dia mengusulkan kalau saya bisa menyediakan waktu khusus baginya untuk diskusi. Sayapun menerima usulan itu untuk berdiskusi dengannya setiap Kamis sore setelah jam kerja di Islamic Center.

Kita pun sepakat bertemu setiap jam 5:30 hingga 7:00 pm. Satu setengah jam menurut saya cukup untuk berdiskusi dengannnya.

Tanpa diduga, ternyata bulan Ramadhan juga telah tiba. Maka kedatangannya yang pertama untuk berdialog dengan saya terjadi pada Kamis ketiga bulan September 2006, di saat kita sedang bersiap-siap untuk berbuka puasa.

Dia datang, seperti biasa dengan berkerudung seadanya, tapi kali ini dengan sangat sopan, walau tetap dengan pandangan yang sepertinya curiga.

Kita memulai diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikirimkan lewat email itu. Ternyata, baru satu masalah yang didiskusikan, sesekali diselingi sedikit perdebatan yang emosional. Adzan buka puasa telah dikumandangkan. Maka dengan sopan saya minta izin Amanda untuk berbuka puasa, tapi tidak lupa menawarkan jika ingin bergabung dengan saya. Ternyata, Amanda senang untuk ikut makan sore (ikut buka) dan nampak menikmati hidangan itu.

Setelah berbuka puasa, karena harus mengisi ceramah, saya sampaikan ke Amanda bahwa diskusi kita akan dilanjutkan Kamis selanjutnya. Tapi jika masih berkenan hadir, saya mempesilahkan datang ke Forum hari Sabtu. Dia berjanji untuk datang.

Sabtu berikutnya, dia datang dengan wajah yang lebih ramah. Duduk nampak lebih tenang, tapi seolah masih berat untuk tersenyum. Padahal, diskusi saya itu terkadang penuh dengan candaan. Maklumlah, selain memang dimaksudkan untuk tidak menampilkan Islam dengan penuh “kaku” saya ingin menyampaikan ke mereka bahwa Muslim itu juga sama dengan manusia lain, bisa bercanda (yang baik), tersenyum, dan seterusnya.

Amanda nampak serius memperhatikan semua poin-poin yang saya jelaskan hari itu. Kebetulan kita membahas mengenai penciptaan Hawa dalam konteks Al-Qur’an. Intinya menjelaskan bagaimana proses penciptaan Hawa dalam prospektif sejarah, dan juga bagaimana Al-Qur’an mendudukkan Hawa dalam konteks “gender” yang ramai diperdebatkan saat ini. Keseriusan Amanda ini hampir menjadikan saya curiga bahwa dia sedang mencari-cari celah untuk menyampaikan pertanyaan yang menyerang.

Ternyata sangkaan saya itu salah. Kini Amanda sebelum menyampaikan pertanyaan justeru bertanya dulu, “Is it ok to ask this question?”. Biasanya dengan tegas saya sampaikan, “Nothing is to be hesitant to ask on any thing or any issue in Islam. You may ask any issue range from theological issues up to social ones”.

Amanda pun menanyakan beberapa pertanyaan mengenai wanita, tapi kali ini dengan sopan. Hijab, poligami, konsep “kekuasaan” (yang dia maksudkan adalah qawwamah), dll. Saya hampir tidak percaya, bagaimana Amanda paham semua itu. Dan terkadang dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan itu disertai bukti-bukti yang didapatkan dari buku-buku --yang justeru-- ditulis oleh para ulama terdahulu.

Saya berusaha menjawab semua itu dengan argumentasi-argumentasi “aqliyah”, karena memang saya melihat Amanda adalah seseorang yang sangat rasional. Alhamdulillah, saya tidak tahu, apakah dia memang puas atau tidak, tapi yang pasti nampak Amanda mengangguk-anggukkan kepala.

Demikian beberapa kali pertemuan. Hingga tibalah hari Idul Fitri. Amanda ketika itu saya ajak untuk mengikuti “Open House” di rumah beberapa pejabat RI di kota New York.

Karena dia masih kerja, dia hanya sempat datang ke kediaman Wakil Dubes RI untuk PBB. Di sanalah, sambil menikmati makanan Indonesia, Amanda kembali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tajam. “If Islam respects religious freedom, why Ahmadiyah in Indonesia is banned? Why Lia Aminuddin is arrested?”.

Saya justeru terkejut dengan informasi yang Amanda sampaikan. Saya pribadi tidak banyak membaca hal ini, dan tidak terlalu mempedulikan. Maka saya jelaskan, dalam semua Negara tentu ada peraturan-peraturan yang perlu dipatuhi. Ahmadiyah dan Lia Aminuddian, jelas saya, bukan mendirikan agama baru tapi mendistorsi agama Islam. Oleh karena mereka merusak agama yang diyakini oleh masyarakat Muslim banyak, pemerintah perlu menertibkan ini. Kelihatannya penjelasan saya kurang memuaskan, tapi diskusi kekudian berubah haluan kepada makanan dan tradisi halal bihalal.

Singat cerita, beberapa Minggu kemudian Amanda mengirimkan email dengan bunyi sebagai berikut, “I think I start having my faith in Islam”. Saya hanya mengatakan, “All is in God’s hands and yours. I am here to assist you to find the truth that you are looking for”. Cuma, Amanda mengatakan bahwa perjalanannya untuk belajar Islam ini akan mengambil masa yang panjang.

“When I do some thing, I do it with a commitment. And I truly want to know Islam”. Saya hanya menjawabnya, “Take you time, Amanda”.

Alhamdulillah, setelah mempelajari Islam hampir tujuh bulan, dan setelah membaca berbagai referensi, termasuk tafsir Fii Zilalil Qur’an (Inggris version) dan Tafhimul Qur’an (English), dan beberapa buku hadits, Amanda mulai serius mempelajari Islam.

Minggu lalu, ia mengirimkan email ke saya. Isinya begini, “I have decided a very big decision..and I think you know what I mean. I am very scared now. Do you have some words of wisdoms?”.

Saya menjawab, “Amanda, you have searched it, and now you found it. Why you have to be scared?. You believe in God, and God is there to take your hands. Be confident in what you believe in”.

Tiga hari lalu, Amanda mengirimkan kembali emailnya dan mengatakan bahwa dia berniat untuk secara formal mengucapkan “syahahat” pada hari Senin mendatang (tanggal 5 Maret 2007 kemarin). Saya bertanya, kenapa bukan hari Sabtu atau Ahad agar banyak teman-teman yang bisa mengikuti? Dia menjawab bahwa beberapa teman dekatnya hanya punya waktu hari Senin.

Alhamdulillah, disaksikan sekitar 10 teman-teman dekat Amanda (termasuk non Muslim), persis setelah adzan Magrib saya tuntun ia melafazkan “Asy-hadu an laa ilaaha illa Allah-wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah”, diiringi pekik takbir dan tetesan airmata beberapa temannya yang ikut hadir. Amandapun melakukan shalat pertama sebagai Muslim sore itu diikuti dengan doa bersama semoga Allah menguatkan jalannya menuju ridho Ilahi.

Amanda, selamat dan semoga Allah SWT selalu menjagamu dan menjadikanmu “pejuang” kebenaran!

[www.hidayatullah.com]


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Allah Ridho Meski Orang Membenciku


Sungguh hidayah itu datang tidak pernah disangka, hidayah datang kepada kita tidak peduli pada saat itu kita siap atau tidak. Aku baru menyadari suatu kebesaran Allah yang melintas di hatiku walaupun itu hanya melalui 'sedetik' pertemuan. Namanya At-Tin, mengingatkanku pada buah Tin yang sering dikutip Al-Quran. Aku mengenalnya 4 tahun yang lalu, ketika kami masih sama-sama bekerja di sebuah perusahaan batu bara di tengah belantara hutan Kalimantan.

Hidup ditengah-tengah hutan dan bekerja dengan mayoritas kaum adam, menjadikan alasan, mengapa kami berdua kemudian menjadi begitu akrab, seperti saudara sendiri. Banyak suka duka yang sering aku kerjakan bersama dia. Banyak hal membuat kami menjadi sangat dekat. Diantaranya; karena kami memiliki selera yang sama, dari pakaian, musik ataupun senang menonton film-film drama komedi. Kami sama-sama menyukai lagu-lagu glen fredly, atau sering memajang foto vokalis 'Ada Band', Donnie Cahyadi Sibarani, yang cakep dan banyak diburu cewek-cewek di dompet kami masing-masing.

Entahlah, pernah suatu hari kami bercanda, kalau diantara kami ada yang menikah, kami berdua akan mengenakan jilbab besar sebagai hadiahnya. Seperti kata pepatah, setiap ada perjumpaan, pasti ada perpisahaan. Setelah beberapa bulan berteman begitu dekat, kami akhirnya berpisah jua. Kami bersepakat berpisah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Aku pindah bekerja di perusahaan dekat dengan rumahku di kotaku, sementara ia pun begitu. Singkat cerita, aku sudah tak tau lagi kemana ia bekerja. Dan akupun tidak lagi menyimpan nomor hp-nya. Kami berdua benar-benar putus hubungan.

Hari berlalu begitu saja, dan aku menginjakkan kaki di kota Sengata, Kalimantan Timur, sebuah kota kecil nan tenang yang jauh dari keramaian kota. Aku kini sudah bekerja di dinas pemerintahan. Di sisa-sisa waktu luangku setelah bekerja aku gunakan untuk mengikuti beberapa pengajian di kota ini. Memang ini bukan kegiatan pertama kali. Semenjak mahasiswi, aku juga sering mengikuti pengajian. Namun kali ini agak lebih berbeda. Selain aku sudah tidak lagi ABG, aku sedikit lebih matang dan dewasa. Aku, kini menjali hidup baru.

Sebagai 'warga baru’ di kelompok pengajian, aku menjadi pusat perhatian para akhwat dan umahat yang telah lama menjadi jama'ah disini. Maklum, mayoritas diantara mereka adalah kaum bercadar. Diantara yang tidak memakai hanyalah aku dan beberapa akhwat saja. Umumnya, mereka yang tidak memakai adalah para pekerja, terutama pekerja di instansi pemerintahan.

Sore itu, adalah pertemuan kedua dari 2 kali kegiatan yang aku ikuti. Seorang wanita bercadar, tiba-tiba duduk mendekatiku. Aku agak menggeserkan tempat dudukku. Mungkin, dia ingin duduk di sebelahku. Namun aku keliru, rupanya, dia sudah mengenalku. 'Rin..," sapanya. Tentusaja aku kaget. Sebab aku tak bisa mengenalinya, kecuali hanya kedua matanya. Tapi aku sangat kenal suara itu. Aku kenal dengan suara yang tak bisa menyebut fasih huruf "R", nama depanku itu. Aku juga mengenal dengan alis dan dua matanya meskipun masih tertutup cadar. Subhanalah, jeritku! Dia lantas membuka cadarnya di depanku, aku benar-benar terpenjat,..aku tak percaya,..dia tersenyum dihadapanku. Dia adalah At-Tin!

Ya Allah,..dia adalah temanku, temanku yang 4 tahun lalu sekamar denganku sewaktu kami masih bekerja di tengah hutan, temanku yang dulu 'hilang'. Dia yang sama seleranya denganku, dari cara berpakaian, sampai gaya hidupnya. Tapi siapa sangka, perubahan ini begitu cepat. Mungkin Allah memilihkan jalan lain untuknya dan juga mungkin untukku. Kini, wanita yang dulu adalah pengagum vokalis “Ada Band” Donnie Cahyadi Sibarani ini menggunakan cadar.

Kini, dia tidak lagi menggunakan make-up diwajahnya, tidak ada lagi keusilan yang dulu sering kami lakukan. Semua hilang tak berbekas. Namun karena Allah jua kami akhirnya bertemu lagi. Tapi dengan keadaan yang benar-benar berbeda. Aku masih tak percaya dan benar-benar tak menyangka.

At-Tin bercerita kepadaku, mengapa akhirnya dia sampai di sini, dikota ini. Di kota yang telah dipilihkan Allah untuk aku bertemu kembali dengannya. At-Tin, kini telah menikah dengan seorang pria yang sekarang bekerja di perusahaan batubara terbesar di sini, Dia sempat 1 tahun berada di pondok pesantren, karena orang tuanya tidak setuju dengan prinsipnya yang mengenakan cadar. 'Walaupun manusia telah menjauhiku, tapi bagiku ridha Allah itu lah yang terpenting,…," begitulah ungkapnya kepadaku.

“Kecantikan itu harus di tutupi, hanya untuk suami kita bisa berbagi. hanya untuk suami kita tampil cantik, '' tambah Tin kepadaku.

Begitulah cara Allah menunjukkan jalan dan hidayah pada hambanya. Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah mengirimnya untukku kembali.

Setelah pertemuan itu aku sering bertandang kerumahnya sepulang dari kerja. Kebetulan, suaminya baru pulang kerja jam 5 sore. Di sela-sela kesempatan itu, kami bisa bercerita apa saja kegiatan selama kami berpisah. Meski kini, sudah tidak ada lagi saling semir-menyemir rambut, tukar menukar foto artis, dan tidak ada lagi tukar-menukar baju seperti yang dulu kami lakukan di camp di tengah hutan.

Mungkin benar, ucapan adalah doa. Kami ingat kata-kata kami berdua dulu yang pernah mengatakan, “jika diantara kami berdua menikah, kami akan mengenakan jilbab besar..” Dan sekarang, semuanya terbukti. Sepekan lalu dia berpamitan denganku, dia mengikuti suaminya pindah kerja di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. sekalian pulang ke 'kampung' halaman suaminya di Lubuk Linggau. Aku ingat dulu dia pernah bilang, “Sekali-kali tinggal di luar Kalimantan neng.” (dari dulu dia selalu memanggilku Oneng, katanya aku mirip Oneng di serial Bajuri, dan menurutnya aku ini cerewet dan agak telmi seperti Oneng).

Perpisahaan kedua ini membuat hatiku kembali sepi, karena baru saja Allah mengembalikan dia kepadaku, kini harus berpisah lagi. Namun aku sadar akan 'masa' di dunia ini. Setiap awal mesti ada akhir, setiap petemuan pasti ada perpisahaan, semua ada saatnya,..ada saatnya nanti aku akan bertemu lagi dengan dia.

"Tetap komunikasi dan berukhuwah ya neng,..tetap istiqomah ya jangan lupa selalu tawakkal apapun yang terjadi selalu ingat akan Allah," begitu pesan-pesannya via SMS. Aku selalu tersenyum jika membaca keluhan dia selama beradaptasi menjadi orang Sumatera. "Sabar, semua ada akhirnya, nanti juga kamu pasti bisa cocok dengan keadaan di sana, jalani aja," itulah jawaban yang sering aku sampaikan kepadanya.

“Suatu hari aku yakin kita pasti akan ketemu lagi, entah itu dimana di suatu tempat yang sudah dipilih Allah karena aku yakin Allah sedang mengatur pertemuan untuk kita,” tambahku.

Sungguh aku tidak pernah menyangka, saat-saat kami mencari ridho Ilahi, kami dipertemukan kembali. Walaupun aku dan dia sudah tidak menyimpan nomor hp dan tidak pernah berkomunikasi lagi, tapi dengan ijin Allah segalanya tidaklah sulit. Apalagi, kami berdua telah bertemu dalam kondisi berbeda dari sebelumnya. Kami bertemu dalam suasana baru dan dunia baru. Karena itulah, meski jauh, kami senantiasa tetap dekat. Semoga kami bisa tetap mempertahankan ukhuwah ini.

"Jangan ganti-ganti nomer lagi ya neng,.."Begitu pesan yang selalu aku baca darinya. Ya Tin, nomor ini akan aku pakai sampai akhir hayatku,” demikian kata batinku.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Tiap Tahun 3600 Warga Prancis Masuk Islam


Kajian yang dilaksanakan Kementrian Dalam Negeri Negara Prancis menyimpulkan, bahwa perkembangan agama Islam di Prancis sangat pesat. Agama Islam menjadi urutan ke dua setelah agama Nashrani.

Lebih lanjut kajian itu menyatakan, bahwa lebih dari 3600 warga Negara Prancis masuk Islam setiap tahunnya. Penganut agama ini paling taat terhadap undang-undang yang ada. Kejahatan yang dilakukan umat muslim sangat minim. Sebagaimana juga umat Islam sangat disiplin terhadap pelaksanaan ajaran Islam, seperti shalat, shaum, dan tidak mengkonsumsi khamer.

Lebih dari 60% umat Islam di Prancis tidak mengkonsumsi khamer selamnya, meskipun hanya sekali dalam hidupnya. 55% dari mereka akan menunaikan ibadah haji tahun depan.

Kajian ini menutup pernyataannya, bahwa mayoritas pemuda muslim di negara yang terkenal dengan menara Eifelnya ini sangat komitmen terhadap agamanya. Faktor inilah yang menjadikan Islam berkembang sangat pesat di Prancis.

Kajian ini sesuai dengan hasil survai yang dirilis oleh Sekolah Tinggi Negeri Program Survai dan Kajian Ekonomi di Prancis tahun 2005, bahwa jumlah anak yang lahir dan diberi nama seperti nama Rasulullah saw. –Muhammad- sebanyak lima puluh tiga ribu tiga ratus tujuh puluh tujuh (53 377) orang.

Sejarah mencatat penamaan Muhammad melonjak tajam selama lima puluh tahun belakangan ini, padahal belum pernah tercatat secara resmi kelahiran orang Prancis sebelum Tahun 1925 dengan nama Muhammad. Pada Tahun 1926 berdiri Masjid Agung Prancis, semenjak itu tertulis secara administrasi formal nama anak pertama yang lahir dan diberi nama Muhammad.

Dalam survai itu juga disebutkan bahwa tersebarnya penamaan Muhammad, juga nama-nama religius atau nama yang ada kaitannya dengan momentum sejarah terhadap anak-anak mereka, sangat erat kaitannya dengan tersebarnya kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilihat dan diikuti oleh minoritas muslim di Barat sejak akhir tahun enam puluhan.

Islam Di Italia

Menteri Dalam Negeri Italia telah mengumumkan pada tanggar 8 April lalu, bahwa jumlah penduduk yang menganut agama Islam sampai sekarang ini berjumlah dua juta orang.
Padahal pada tahun 2001 baru berjumlah satu koma enam juta orang. Dalam rentang waktu tujuh tahun itu pertumbuhan umat Islam di sini mencapai empat ratus ribu orang.

Tabloit “The Guardian” bahwa angka terbaru dari jumlah umat Islam membuktikan secara nyata bahwa Islam sangat berpengaruh di Italia. Islam menjadi agama kedua yang di anut penduduk Italia setelah agama Nashrani. Jumlah umat Islam di Italia mencapai tiga koma tiga persen (3,3%) dari total keseluruhan jumlah penduduk Italia.

Masih menurut tabloid ini, bahwa Islam menjadi agama yang paling cepat pertumbuhannya di negara Italia.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Seorang Pemuda Mencari Guru Agama


Ada seorang pemuda yang lama menjalani pendidikan di luar negeri namun tidak pernah belajar agama Islam, kini kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia diminta kedua orangtuanya untuk belajar agama Islam, namun ia memberi syarat agar dicarikan guru agama yang bisa menjawab 3 pertanyaan yang selama ini mengganjal dihatinya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, seorang kyai dari pinggiran kota.

Pemuda : ”Anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?”
Kyai : ”Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.”

Pemuda : ”Anda yakin? Sedangkan Profesor di Amerika dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
Kyai : ”Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”

Pemuda : ”Saya ada 3 pertanyaan:
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya !
2. Kalau memang benar ada takdir, tunjukkan takdir itu pada saya !
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.

Pemuda : (sambil menahan sakit) ”Hei ! Kenapa anda marah kepada saya?”
Kyai : ”Saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”

Pemuda : ”Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.”
Kyai : ”Bagaimana rasanya tamparan saya?”

Pemuda : ”Tentu saja saya merasakan sakit.”
Kyai : ”Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”

Pemuda : ”Ya!”
Kyai : ”Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”

Pemuda : ”Saya tidak bisa.”
Kyai : ”Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya."

Kyai : ”Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”
Pemuda : ”Tidak.

Kyai : ”Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?”
Pemuda : ”Tidak.”

Kyai : ”Itulah yang dinamakan takdir.”

Kiyai : ”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
Pemuda : “Kulit.”

Kyai : “Terbuat dari apa pipi anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Kyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Sakit.”

Kyai : “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang ditempatkan bersama syaitan di neraka..”

Pemuda itu langsung tertunduk dan memeluk kyai tersebut sambil memohonnya untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar

Pohon yang Digugurkan Daun Dosanya


Tiap-tiap yg berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.
(QS 21:35)

Di saat terbaring di ranjang, ketika sakit menggerumus, wajahmu Emak yang membayang. Wajahmu Emak menjadi obat yang menumbuhkan kekuatan di tubuh. Bayang kehadiranmu Emak, menjadi spirit kekuatan, ketika setiap orang sakit senantiasa merasa tiada berdaya. Tapi, lelaki berusia 50-an yang terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, kini merasa berdaya. Betul, beberapa hari sebelumnya, ia merasa menjadi manusia sia-sia lantaran tidak mampu menanggung rasa sakit. Bahkan, ia merasa Allah yang belakangan kian rajin dihampiri-Nya, menampik kasihnya. Bukankah bila Ia membalas kasihnya, demikian ia berpikir, tidak akan mengirimkan sakit kepadanya?

Di puncak rasa putus asa, lelaki berusia 50-an itu, teringat kepada almarhumah emaknya. Emaknya menghabiskan sebagian kehidupannya dengan deraan sakit. Pelbagai jenis penyakit, mulai jantung, hipertensi, kanker, silih berganti menggerumus tubuh sang emak. Bahkan, vertigo yang kemudian turut melumpuhkan sistem saraf, membuat perempuan tua itu terbaring terus menerus selama lebih tujuh tahun. Akibatnya, ketika lima anaknya menikah, membuatnya tidak dapat sepenuhnya meneguk kegembiraan seperti jamaknya orangtua yang menikahkan putra-putrinya. Ia hanya berbaring sendirian membayangkan rona keriaan di wajah anak-anaknya.

Begitu menderita kehidupanmu, wahai Emak? Sang emak justru belajar makna kesabaran dari setiap penyakit yang silih berganti mendera. Tiada keluhan berkepanjangan. Ia tidak menyesali Allah yang belum juga memberi kesembuhan padanya. Anak-anaknya jarang menemukannya berlinang air mata ketika kehidupannya hanya sebatas ranjang. Sebaliknya, ia tetap melaksanakan ibadah ketika hanya mampu berbaring, menghabiskan waktunya dengan berzikir.

Kendati kehidupannya sebatas ranjang, perempuan tua itu tetap semangat mengikuti perkembangan yang ada di luar kamarnya. Bahkan, lebih mengagumkan lagi, ia menjadi sumber wejangan: tidak hanya bagi anak-anaknya tetapi handai taulan yang mengunjunginya. Tak jarang, ia menasihati handai taulan yang tertimpa musibah ringan laiknya jemari tertusuk duri, agar bersabar dan tawakal.

Tak mengherankan, bagi anak-anaknya termasuk pria berusia 50-an yang diserang sakit, sang emak menjadi simbol kesabaran dan keikhlasan dalam menempuh ujian sakit. Tapi, siapakah yang mengirim spirit untuk mampu bertahan? Ketika anak-anaknya pernah mengeluh karena kasihan melihat orang tuanya terus menerus terbaring, sang emak justru yang menyabarkan. ''Sakit itu ujian bagi kesabaran. Ini belum seberapa. Nabi Ayub saja yang menjadi utusan Allah lebih parah menerima cobaan sakit tetapi ia tetap tawakkal. Saat ia sujud, ulat yang ada di borok kepalanya terjatuh, tetapi dipungutnya dan dikembalikannya ke tempat semula,'' ujar sang emak mengutip kisah dari guru mengajinya semasa sehat.

Memang, Ayub menjadi simbol kesabaran, di tengah derita sakit. Allah pun mengisahkan: dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ''(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang'' (QS 21:83). Tiada seikhlas Ayub dalam menerima sakit sehingga Allah mengirimkan kesembuhan seperti sang emak di usia senjanya menerima kesembuhan-Nya.

Mengapa Ayub --dan agaknya emaknya-- dapat tawakal? Nabi Ayub merupakan refleksi dari kesabaran dalam menerima penderitaan sakit. Ayub menjadi sumber inspirasi bagi emak maupun setiap Muslim yang sabar dalam menerima cobaan-Nya. Bukankah Allah telah menjanjikan ujian dan cobaan untuk membuktikan keimanan seperti terkandung di dalam Alquran: Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ''Kami telah beriman'', sedang mereka tidak diuji lagi?...Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka (QS 29: 2-3).

Cobaan itu dapat dalam pelbagai bentuk: penyakit, meninggal orang yang dikasihi, maupun musibah. Ujian pun dapat hadir dengan rupa kekayaan yang melimpah. Tragisnya, terkecuali pelbagai penderitaan, kita seringkali merasa kekayaan dan kesenangan bukan cobaan, sehingga tergelincir lupa diri. Tak ayal, telah menjadi 'kodrat' manusia, ketika hidupnya senang melupakan Allah dan bersikap sebaliknya ketika mengalami kesengsaraan. Semua itu menyebabkan Nabi Muhammad bersabda, ''sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan'' (HR Turmudzi).

Demi menegaskan hal itu, Nabi suatu kali bersabda: ''Demi Allah! Bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku khawatir kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula'' (HR Bukhari).

Cobaan sebagai bentuk ujian seringkali dilipatgandakan bagi hamba yang alim dan berusaha menghampiri-Nya. Kenapa? Semakin seseorang ingin menghampiri-Nya, semakin Allah berusaha menguji kadar keimanannya. Tidak mengherankan, semua nabi mengalami pelbagai cobaan, seperti Ayub dengan penyakit maupun Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anak kesayangannya. Nabi Muhammad pun bersabda: ''Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang sangat banyak mendapatkan ujian itu adalah para nabi, kemudian baru orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya'' (HR Turmudzi).

Dengan demikian, selaiknya kita tidak menduga-duga bila seseorang yang menderita akibat cobaan, sebagai bentuk hukuman. Kenapa? Dengan ujian yang berat, sang insan belajar sabar dan ikhlas, untuk menerima segenap cobaan. Bukankah Nabi Ayub --maupun sang emak dalam kisah ini-- menggunakan cobaan berupa penyakit sebagai sarana membangun ikhlas dan ibadah?

Kemampuan menjadikan cobaan sebagai sarana beribadah sekaligus sabar dan ikhlas, sejatinya menghantar seseorang menghampiri dan menjadi kekasih-Nya; suatu maqom yang menjadi idaman pejalan ruhani. Dengan kesabaran dan keikhlasan menerima ujian tersebut, sejatinya pejalan ruhani akan menemui-Nya, dalam keadaan tiada berdosa (lihat HR Muttafaq alaih dan Turmudzi).


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Pesankan Saya Tempat Di Neraka


ORANG-ORANG Mesir sangat gandrung sama al-Quran. Kemanapun mereka pergi, mereka tidak lupa untuk membawa mushaf. Tidak heran bila hampir semua orang (apapun tugas, karir dan jabatannya) terlihat membaca Quran di sela-sela waktu senggang atau ba'da shalat. Begitu juga pemilik toko, penjaganya, para karyawan, satpam, sopir taksi, bos-bos kantoran, selalu terlihat membaca al-Quran. Kalau tidak dibaca, Al-Quran mereka letakkan dengan rapih di atas mejanya, atau ditenteng dan disimpan dalam tas jika bepergian.

Ayat al-Quran juga sering diperdengarkan dari rumah-rumah sederhana hingga hotel berbintang lima, dari warung-warung kecil hingga shopping center mewah, dari sarana transportasi butut hingga pesawat terbang.

Nyaris di semua tempat selalu ada yang membaca al-Quran. Begitupun di dalam taksi, mikrolet, bus kota, kereta api, tram kota, senantiasa para pemuda, bapak-bapk dan kaum hawa senantiasa khusyu membaca Quran sambil mengusir suara bising obrolan dan deru knalpot.

Secara umum, ayat-ayat al-Quran yang "distel" di dalam kendaraan sangat bempengaruhi "karakteristik" pendengarnya. Normalnya, para penumpang malu untuk berbuat hal-hal yang tidak senonoh.

Kendati begitu, tetap saja ada saja pemandangan yang di luar dugaan. Misalnya, gara-gara ada copet akhirnya copot seluruh isi dompet. Atau ada saja yang berbuat ricuh di dalam bus lantaran rebutan tempat duduk, tak setuju tarif, perempuan disenggol laki-laki nakal, dsb. Sementara pembaca al-Quran tetap anteng dan adem ayem.

Pemandangan lain (yang di luar dugaan) juga terjadi di musim panas tahun 2002, dalam perjalanan menuju Alexandria, kota pantai yang bersejarah itu. Ada seorang gadis yang berpakaian sangat minim, bahkan tipis dan tembus pandang. Semula dia tidak kebagian tempat duduk, akhirnya berdiri, dan "terlihat" oleh semua penumpang (jangan lupa lho, gadis-gadis Mesir kebanyakan montok-montok atawa 'berisi'). Kebetulan Seorang syekh mencoba mengingatkan, tapi tidak digubris. Selengkapnya ditulis oleh kolumnis majalah Almannar (bukan Almannar yang dulu dikelola syekh Muhammad Rasyid Ridho yang kemudian menulis tafsir Almannar itu, melainkan Almannar Aljadid/neo-Almannar) berikut ini:

Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi Muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki multifungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari Kairo ke Alexandria; di sebuah mikrobus, ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang 'perhatian' kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.

Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa pakaian yang dikenakannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya sendiri. Disamping itu, pakaian tersebut juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Orang tua itu bicara agak hati-hati, pelan-pelan, sebagaimana seorang bapak terhadap anaknya.

Apa respon perempuan muda tersebut? Rupanya dia tersinggung, lalu ia ekspresikan kemarahannya karena merasa hak privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang!

"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!"

Sebuah respon yang sangat frontal. Orang tua berjanggut itu hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Penumpang lain yang mendengar kemarahan si wanita ikut kaget, lalu terdiam.

Detik-detik berikutnya, suasana begitu senyap. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpi, tak terkecuali perempuan muda itu.

Lalu sampailah perjalanan di penghujung tujuan, di terminal terakhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tidur, karena posisi tidurnya berada dekat pintu keluar.

"Bangunkan saja!" kata seorang penumpang.
"Iya, bangunkan saja!" teriak yang lainnya.

Gadis itu tetap bungkam, tiada bergeming.

Salah seorang mencoba penumpang lain yang tadi duduk di dekatnya mendekati si wanita, dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah. Namun, astaghfirullah! Apakah yang terjadi? Perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi. Ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan neraka!

Kontan seisi mikrobus berucap istighfar, kalimat tauhid serta menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk di sampingnya. Ada pula yang histeris meneriakkan Allahu Akbar dengan linangan air mata.

Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan.
Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya....
Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat...
Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk...
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah...
Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya.
Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat dengan-NYA semakin dekat.

Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar...
mumpung kesempatan itu masih ada!

Apakah booking tempatnya terpenuhi di alam sana? Wallahu a'lam.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Menjadi Orang Paling Kaya


''Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah SWT untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.'' (HR Turmudzi). Penggalan hadis Rasulullah SAW di atas merupakan bentuk nyata betapa susahnya menumbuhkan rasa qanaah atau merasa cukup.

Hadis itu mengandung maksud orang paling kaya adalah mereka yang qanaah atas apa pun pemberian Allah SWT. Betapa positif dan bermartabatnya hidup ini bila seseorang selalu merasa ridha dan cukup dengan segala kondisinya. Dengan qanaah, yang sedikit akan menjadi banyak dan yang banyak akan menjadi berkah.

Kesenangan tidak akan sempurna dan nikmat tidak akan menjadi besar kecuali dengan memutuskan angan-angan memiliki seperti yang dimiliki orang lain. ''Himpunlah rasa putus asa terhadap apa-apa yang ada di tangan manusia.'' (HR Ibnu Majah).

Sikap tidak menerima atas apa yang telah dimiliki, hanya akan menguras keterkaitan hati dengan Allah SWT. Akibatnya, kehidupan yang sebenarnya tidak akan bisa dirasakan. Sementara kehidupannya menjadi tidak tertata. Ridha dengan pemberian, mensyukuri pemberian Allah SWT, dan menginvestasikannya untuk hal yang bermanfaat, maka inilah sebenarnya yang disebut kaya nan mulia. Allah SWT berjanji kepada orang yang hatinya dipenuhi keridhaan akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa aman, penuh dengan cinta, dan tawakkal kepada-Nya.

Sebaliknya, bagi yang tidak ridha, hatinya akan dipenuhi dengan kebencian, kemungkaran, dan durhaka. Pantaskah sebagai seorang hamba mengaku kekurangan, sementara pada waktu yang sama, kita masih memiliki akal. Andai kata akal itu dibeli orang atau menukarnya dengan emas dan perak sebesar gunung, kita pasti enggan menerimanya.

Kita memiliki dua mata yang sekiranya dibayar dengan permata sebesar Gunung Uhud, pasti tidak rela. Saat ini banyak orang enggan mengakui dan menyebut dirinya orang paling kaya. Kekayaan hanya mereka ukur dengan materi, banyaknya harta, dan pangkat yang tinggi.

Bersyukurlah atas nikmat agama, akal, kesehatan, pendengaran, penglihatan, rezeki, keluarga, penutup (aib), dan nikmat lain yang tak terhitung. Sebab, di antara manusia itu ada yang hilang akalnya, terampas kesehatannya, dipenjara, dilumpuhkan, atau ditimpakan bencana.

Kini saatnya untuk menyadari bahwa kita sebenarnya adalah orang yang paling kaya. Caranya dengan selalu qanaah dan merasa ridha. Bersyukur dengan apa yang kita miliki, sehingga hidup lebih bermakna, berkah, serta lebih berarti. Jadikanlah keridhaan itu dengan mengosongkan hati dari berbagai sangkaan dan membiarkannya hanya untuk Allah SWT.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Jalan Taubat Sang Rocker, Gito Rollies


Cinta yang tulus di dalam hatiku,
Telah bersemi karena-Mu
Hati yang suram
kini tiada lagi
Tlah bersinar karena-Mu
Semua yang ada pada-Mu
Membuat diriku
tiada berdaya
Hanyalah bagi-Mu
Hanyalah untuk-Mu
Seluruh hidup
dan cintaku…”


Masih terngiang lirik lagu Cinta Yang Tulus yang dinyanyikan Bangun Sugito alias Gito Rollies, yang popular di tahun 80an. Lagu yang pernah dipopularkan The Rollies itu memang liriknya terkesan religius. Namun kesan itu menjadi paradoks ketika tahu sisi gelap dari kehidupan si pelantun tembang tersebut. Penampilan Gito kala itu urakan dengan rambut awut-awutan dan celana jin belel menghiasi kejayaan The Rollies Band di era 1980-an. Bahkan lagu-lagu cadas meluncur dari suara seraknya. Segudang kendugalannya kerap dikupas dan menjadi langganan infotainment.

Sudah menjadi rahasia umum bila dunia selebritis di mana pun berada selalu dekat dan akrab dengan dunia gemerlap (dugem) yang kerap diselingi berbagai macam kesenangan sesaat seperti narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya. Tak terkecuali pria kelahiran Biak, 1 November 1947 ini.

“Tiap Jumat siang kami berangkat ke daerah Puncak Bogor untuk pesta miras dan narkoba,” Ungkap Gito dengan nada sesal.

Sebelum merasakan ke-Mahaan Allah dalam dirinya, Bangun Sugito hidup dalam serba kecukupan. Bergelimang kemewahan, bergiat dalam kehidupan malam, bertemankan jarum neraka. Begitulah hari demi hari yang dilalui seolah pakaian yang tak pernah lepas dari badannya.

Bahagiakah hidup seperti itu? Mendatangkan ketenangankah semua itu? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab, sebuah rasa yang belum pernah ada dan sebuah keinginan yang belum tercapai. Pada akhirnya semuanya hanya menghantarkannya ke alam risau, resah dan gelisah.

Klimaks terjadi kala ia merayakan ulangtahunnya yang ke-50 pada 1997. Di situ, Gito mengundang seluruh karibnya untuk berpesta alkohol dan obat sepuasnya.

Dalam kerisauan panjang, beriring desah dan keluh kesah, daerah Puncak Bogor –Puncak dikenal sebagai tempat rekreasi di daerah Jawa Barat– selalu menjadi tempat menumpahkan penat, mengubur kegundahan yang membuncah. Wal hasil bukan ketenangan yang didapat bahkan gelisah itu makin menjadi. Namun dari daerah inilah benih hidayah itu mulai mekar membesar. Puncak menjadi tempat bersejarah, tempat solusi menjawab segala kerisauan.

Saat itu hari Jumat siang. Pria dengan rambut awut-awutan ini masih memegang botol miras, duduk di tempat yang tinggi sambil sesekali memandang ke arah bawah. Pandangannya tertuju kepada beberapa warga desa yang ramai menuju mesjid, hatinyapun bergetar, kerisauanpun kembali mengusik hati.

“Mereka dengan kesahajaan bisa menemukan kebahagiaan. Apakah di Masjid ada kebahagiaan?!” Pertanyaan itu selalu mengusik Gito.

Sungguh pemandangan indah di hari Jumat itu, memberi arti tersendiri bagi kehidupan Gito Rollies. Sulit dibedakan keterusikan karena sekedar ingin tahu atau ini adalah awal Allah membukakan hatinya bagi pintu tobat.

Dicobanya untuk mendekati Masjid itu, subhanallah, seperti ada magnit yang memendekkan langkahnya untuk tiba. Mungkin di sana ada kebahagiaan. Terlihatlah sebuah pemandangan yang meluluhlantakan kegelisahannya selama ini.

“Rasanya seluruh otakku tiba-tiba dipenuhi oleh kekaguman. Dan entah kenapa, aku seperti mendapatkan ketenangan melihat orang-orang ruku, sujud dalam kekhusuan,”

“Bukankah apa yang kulakukan selama ini untuk mendapatkan ketenangan, tapi kenapa tidak? Ya, aku telah bergelut dengan kesalahan dan tetek bengeknya yang semuanya adalah dosa. Benarkah Allah tidak akan mengampuni dosaku? Lantas buat apa aku hidup jika jelas-jelas bergelimang dalam ketidakbahagiaan.” Pikiran itu terus bergelayut seakan haus jawaban.

“Malam itu aku benar-benar tidak dapat memejamkan mata. Aku gelisah sekali. Ya, ternyata aku yang selama ini urakan, permisive ternyata masih takut dengan dosa dan neraka. Berhari-hari aku mengalami kegelisahan yang luar biasa. Hingga suatu malam, di saat kegelisahanku mencapai “puncaknya”, aku memutuskan untuk memulai hidup baru.

“Selama hidupku, baru kali ini aku diliputi suatu perasaan yang belum pernah aku rasakan semenjak mulai memasuki dunia selebritis. Maka, aku pun segera berwudlu dan melakukan shalat. Ketika itu, untuk pertama kalinya pula aku merasakan kebahagiaan dan kedamaian. Dan sejak hari itu, aku memutuskan untuk tekun memperdalam agama sekalipun masih banyak sekali tawaran-tawaran menggiurkan yang disodorkan kepadaku atau pun beragam ejekan dari sebagian orang. Aku pun melaksanakan haji seraya berdiri dan menangis di hadapan ka’bah memohon kepada Allah kiranya mengampuni dosa-dosa yang telah aku lakukan pada hari-hari hitamku.”

Ketika mentari terbit, Gito langsung mengajak istrinya untuk pergi ke Bandung, menjenguk sang ibunda. Di sana, ia mengutarakan niatnya untuk tobat yang disambut tangis haru sang ibu. Sejak saat itu, Gito resmi meninggalkan dunia kelam.
Satu yang disyukuri Gito adalah, dukungan dan kesabaran sang istri, Michelle, yang tak pantang habis.

“Saat aku sudah belajar agama, aku tidak berupaya menyuruhnya shalat. Ia tiba-tiba belajar shalat sendiri, begitu juga anak-anak. Suatu hari, ketika aku pulang, tiba-tiba aku mendapatinya tengah mematut diri di depan kaca sambil mengenakan jilbab. Padahal aku tidak pernah menyuruhnya. Subhanallah, istriku memang yang terbaik yang pernah diberikan Allah,” kata ayah dari empat putra ini.

Tobatnya Gito juga disyukuri oleh sang mertua, warga negara Belanda yang berimigrasi ke Kanada. Meski berbeda keyakinan, ibu mertuanya justru senang dengan perubahan yang dialami Gito.

“Kata beliau, aku jadi lebih kalem ketimbang dulu, meski sekarang pakai jenggot segala. Bahkan aku jadi menantu favoritnya lho,” tuturnya sambil terkekeh.

“Mengapa Allah memberikan hidayah kepada diriku yang kerdil ini? Mengapa Allah menciptakan makhluk yang penuh dosa ini?”

Gito mengaku harus merenung lama untuk menemukan jawaban itu. Setelah dia menjalankan shalat dan menunaikan haji, jawaban itu baru mampir di benak dan pikirannya. “Ternyata, Allah menciptakanku untuk menjadi manusia baik. Semula mengikuti idolaku, Mick Jagger. Aku menjadi penyanyi dan rekaman lalu mendapat honor. Tapi itu bukan kebahagiaan sepenuhnya buatku.”

“Mick Jagger itu dulu menjadi idolaku. Ikut mabok, main cewek, dan seabrek dunia kelam lain. Tapi sekarang aku mengidolakan Nabi. Dan sekarang, aku menemukan nikmat yang tiada tara.”

Kalimat itu meluncur dengan lugas dari Gito Rollies, artis ndugal yang kini memilih ke pintu pertobatan. Penampilan Gito tak lagi urakan dengan rambut awut-awutan dan celana jin belel. Bukan pula pelantun lagu-lagu cadas yang berjingkrak-jingkrak tidak keruan.

“Aku sudah mendapatkan banyak hal di dunia ini. Sekarang saatnya mengumpulkan amal untuk persiapan menghadapi hari akhir ,” katanya ketika memberi testimoni tentang perubahan dalam hidupnya.

Artis kelahiran Biak, Papua, 1 November 1947 dengan nama bangun Sugito ini awalnya dikenal sebagai rocker. Dalam perjalanan karirnya, ia juga dikenal sebagai aktor dan terakhir dalam kondisi sakit ia menjadi penceramah agama.

Nama Gito terlihat diambil dari nama aslinya, sementara nama Rollies diambil dari nama grup band asal Bandung, The Rollies yang pernah terkenal pada dekade 1960-an hingga 1980-an. Grup ini terdiri dari vokalis Gito, Uce F Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa, Teungku Zulian Iskandar.

Setelah bersolo karir, dia menelorkan sejumlah album solo, yakni Tuan Musik (1986), Permata Hitam/Sesuap Nasi (1987), Aku tetap Aku (1987), Air Api (1987) dan Tragedi Buah Apel (1987) dan Goyah (1987).

Sebagai aktor Gito memulai debutnya di dunia film lewat Buah Bibir (1973) sebagai figuran. Setelah benar-benar menjadi aktor ia bermain dalam Perempuan Tanpa Dosa (1978), Di Ujung Malam (1979) dan Sepasang Merpati (1979), dan Permainan Bulan Desember (1980), dan Kereta Api Terkahir (…). Namun kekuatan aktingnya terlihat pada Janji Joni yang mengantarkannya meraih piala Citra untuk kategori Aktor Pembatu Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2005.

Kang Gito, begitu sapaan akrabnya, memang bukan lagi Gito Rollies yang lama. Sejak 10 tahun belakangan, hidupnya berubah 180 derajat. Kini, ia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, mantan personel band The Rollies ini tak segan-segan menyerukan semua orang untuk meninggalkan kehidupan yang dipenuhi alkohol dan obat-obatan terlarang.

“Dalam hidup ini -apa pun agamanya- adalah paling baik mengikuti ajaran agama. Karena inilah yang akan membentengi kita -terutama anak-anak- dalam menjalani cobaan hidup,” lanjut ayah tiga anak dari perkawinan dengan Michelle: Puja, Bayu dan Bintang.

Toh, meski sudah berada di jalan Allah, Gito tak pernah merasa dirinya yang paling benar. Ia selalu menolak jika disebut kyai, atau diminta untuk berceramah. Menurutnya, ia hanyalah orang yang masih terus belajar agama. Apapun yang diucapkannya di depan umum adalah upayanya berbagi cerita.

Bahkan, Gito masih merasa belum cukup bertobat hingga akhir hayatnya. Tak pernah sekalipun ia merasa dosa-dosanya telah terhapuskan. Dalam suatu pengajian ia sempat bertanya kepada ustadz yang berceramah, apakah dosa-dosanya di masa lalu bisa berkurang dengan perbuatannya saat ini.

“Tak hanya berkurang, namun dosa Kang Gito bahkan sudah dianggap lunas. Kang Gito jangan berpikir perbuatan baik saat ini untuk bayar dosa yang lalu. Sekarang Kang Gito tengah menabung untuk masa depan,” jawab sang ustadz, yang disambut Gito dengan wajah sumringah.

Sejak 1990-an nama Gito hilang dari peredaran setelah dia menarik diri dari dunia panggung musik rock maupun film. Khalayak pun tidak lagi menyaksikan aksi-aksi penyanyi bersuara serak dengan gaya panggungnya yang atraktif. Beberapa tahun kemudian Gito muncul menjadi seorang dai, yang kerap tampil dengan pakaian putih-putih.

Sejak 2005 Gito harus terbaring lemah. Ia tak berdaya melawan kanker kelenjar getah bening yang dideritanya. Namun kemudian ia justru terlihat banyak melakukan kegiatan dakwah. Bahkan sebelum meninggal Gito masih sempat berdakwah di Padang, Sumatera Barat selama 11 hari.

Tahun-tahun belakangan memang terasa berat buat Michelle Sugito wanita asal Kanada yang telah mendampingi hidupnya selama ini. Ia harus mendampingi suaminya menjalani terapi pengobatan kanker kelanjar getah bening yang dirasakan penyanyi rock ini, dua tahun terakhir.

Sosok Bangun Sugito yang atletis dan enerjik di panggung sudah menjadi bagian masa lalu. Untuk berjalan pun kini ia harus dibantu atau minimal menggunakan tongkat. Kadang ia memang menolak untuk dibantu. “Maunya sih tidak dibantu. Tetapi karena aku selalu bicara bahwa manusia harus saling membantu, ya aku juga harus mau dibantu orang lain,” kata Gito.

Karena itulah ia juga tidak menolak ketika diminta ikut dalam acara penggalangan dana buat korban gempa bumi Yogyakarta yang digagas orang tua murid tempat isterinya bertugas. Gito menganggap saat ini sudah saatnya ia bernyanyi untuk berdakwah, sesuatu yang ia harapkan ada manfaatnya buat para pendengarnya.

Sebab itu pulalah ia lebih memilih menyanyikan lagu-lagu bernuansa religius ketimbang lagu-lagu nunasa masa lalu seperti,“Astuti…Tuti..Tuti…”

Bersamaan dengan sumbangan yang mengalir dari undangan, air mata Michelle Sugito makin deras mengalir.

Ya, Gito Rollies memang pribadi yang penuh kenangan. Kehidupannya tersimpul dalam satu kalimat ‘Mantan lalim, yang jadi orang alim’. Masa mudanya memang sangat dekat dengan miras, narkoba dan hura-hura. Selama kurang lebih 23 tahun tidak menyurutkan niat rocker gaek bernama lengkap Bangun Sugito ini untuk tobat dan mendalami agama.

Dialah satu-satunya Rocker yang meninggal dengan tenang, indah dan tersenyum. Happy Ending. Seandainya Sid Vicious meninggal dengan tenang di St Paul’s Cathedral, Kurt Cobain dan Jimmy Hendrix meninggal mesra di St James Cathedral maka sepertinya tidak akan ada stigma: Rocker mati konyol dengan mulut berbusa atau berlumuran darah karena bertingkah bodoh akibat pengaruh narkoba. Dan mitos “Rocker Legend mati muda” pun sudah mulai usang karena Legend kita yang satu ini tutup usia di umur 61 tahun.

Gito menigggalkan seorang isteri bernama Michelle dan lima anak, yakni Galih Permadi, Bintang Ramadhan, Bayu Wirokarma, dan Puja Antar Bangsa.

Sebaik-baik usia tiap orang adalah pada penghujungnya. Dan ketahuilah, bagi kita, ujung-ujung usia akan selamanya menjadi misteri, karena seringkali di sanalah Allah memberikan kesudahan yang indah dari perjalanan taubat hamba-Nya.

Ila Robbika Muntahaha. Innama Anta Mundziru Man Yaghsyaha


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Hidayah Melalui Chatting


Franklin baru bersyahadat sebulan yang lalu. Dia sekarang aktif mengikuti kajian Islam pada The Islamic Forum for new / non Muslims yang asuh di Islamic Cultural Center. Subhanallah, pekan pertama dia menjadi Muslim, pemuda hispanic (keturunan Amerika Selatan) ini sudah membawa 2 orang temannya ikut bersyahadat. Satu orang gadis hispanic, satu orang lagi pemuda Yahudi.

Dalam hati saya bertanya-tanya, apa saja yang dia bicarakan kepada teman-temannya itu, sampai mereka tertarik ikut bersyahadat. Pertanyaan saya itu kemudian terjawab. Beberapa hari lalu, saya dikiriminya transkrip percakapan internet(chatting)nya dengan seorang pemuda lain di New York upstate. Dilakukan jam 1 dini hari! Kegigihannya dalam meyakinkan orang, bahwa Islam itu cool (keren) bikin saya tersipu-sipu. Gayanya funky khas anak muda. Berikut ini terjemahan percakapan mereka. FishermenComics adalah Franklin, sedangkan SHOCKWAVE886 adalah kenalan barunya. Ada bagian-bagian yang dihapus (***********) karena alasan kebaikan.


FishermenComics [1:12 AM]: Hei, apakabar Teman
SHOCKWAVE886 [1:12 AM]: siapa ini?
FishermenComics [1:12 AM]: Saya, Franklin Taveras yang Agung
SHOCKWAVE886 [1:12 AM]: siapa?
FishermenComics [1:12 AM]: kita belum pernah kenalan
FishermenComics [1:13 AM]: kamu tinggal di New York ‘kan?
FishermenComics [1:14 AM]: kamu percaya Tuhan?
SHOCKWAVE886 [1:15 AM]: yeah saya percaya
FishermenComics [1:15 AM]: keren
SHOCKWAVE886 [1:15 AM]: kok kamu bisa tahu tentang saya?
FishermenComics [1:15 AM]: kalau begitu kita saudara
FishermenComics [1:15 AM]: kenapa aku tahu, karena tampangmu kayak angsa bodoh SHOCKWAVE886 [1:15 AM]: angsa bodoh?
FishermenComics [1:15 AM]: HAHA...
FishermenComics [1:15 AM]: kerja apa?
SHOCKWAVE886 [1:16 AM]: aku sedang tidak bekerja tapi sungguh-sungguh sedang berpikir untuk jadi pastor, pendeta, atau mungkin penginjil, belum tahu.

FishermenComics [1:17 AM]: AH YANG BENEEERRRR
FishermenComics [1:17 AM]: Saya dulu hampir jadi pastor
FishermenComics [1:17 AM]: tapi saya berhenti pada detik terakhir
FishermenComics [1:17 AM]: apa agamamu?
SHOCKWAVE886 [1:17 AM]: Katolik Roma
FishermenComics [1:17 AM]: Saya dulu Katolik
FishermenComics [1:17 AM]: sekarang saya Muslim
SHOCKWAVE886 [1:18 AM]: kamu pernah masuk penjara?
FishermenComics [1:18 AM]: nggak
FishermenComics [1:18 AM]: hehehehehehehehe
FishermenComics [1:18 AM]: Saudaraku
FishermenComics [1:18 AM]: Saya tahu kita baru ketemu
FishermenComics [1:18 AM]: tapi biarkan aku mengatakan sesuatu
FishermenComics [1:18 AM]: pernahkah kamu meragukan Tuhan?
FishermenComics [1:18 AM]: jujur ya?
SHOCKWAVE886 [1:18 AM]: enggak
FishermenComics [1:19 AM]: bagus
FishermenComics [1:19 AM]: tapi dengar nih ya
FishermenComics [1:19 AM]: tahukah kamu apa 3 agama yang paling cepat berkembang?
SHOCKWAVE886 [1:19 AM]: nggak
FishermenComics [1:20 AM]: Islam berkembang 9 kali lebih cepat daripada Kristen, kemudian Budha, kemudian Kristen lagi
FishermenComics [1:20 AM]: Saya dulu seorang pembuat film-film Kristen
FishermenComics [1:20 AM]: saya seorang penyebar bible
FishermenComics [1:20 AM]: saya tahu kita baru ketemu tapi kamu sebaiknya ke gereja ikut saya
FishermenComics [1:21 AM]: untuk menemui beberapa orang yang kukenal
SHOCKWAVE886 [1:21 AM]: aku nggak tahu tentang itu semua, tapi asyik juga ngobrol sama kamu
SHOCKWAVE886 [1:21 AM]: ada ceweknya nggak?
FishermenComics [1:21 AM]: Kamu kepingin jadi pastor tapi masih ngomongin cewek ?
SHOCKWAVE886 [1:21 AM]: selalu
FishermenComics [1:22 AM]: pasti kamu bakal jadi pastor yang ***********

FishermenComics [1:22 AM]: Tuhan bilang kita semua harus menikah
SHOCKWAVE886 [1:22 AM]: hahahaha bukan gituuuu
SHOCKWAVE886 [1:22 AM]: aku mah gak bakalan gitu
FishermenComics [1:22 AM]: Saya heran kenapa pastor nggak menikah
FishermenComics [1:23 AM]: ngomong-ngomong, apa yang kamu tahu tentang Islam?
SHOCKWAVE886 [1:23 AM]: aku tahu banyak orang masuk penjara terus masuk Islam untuk perlindungan, jadi aku pikir mereka dihormati (setelah masuk Islam)

FishermenComics [1:24 AM]: salah, hehehe, hampir setiap hari lebih dari 30 orang di New York saja masuk Islam
FishermenComics [1:24 AM]: soalnya (Islam) itu adalah kebenaran, Bro
FishermenComics [1:24 AM]: saya bisa menunjukkan kepadamu
FishermenComics [1:24 AM]: Hanya ada satu Tuhan
SHOCKWAVE886 [1:24 AM]: aku nggak mau pindah agama
FishermenComics [1:25 AM]: Saya nggak nyuruh kamu pindah agama, tugas muslim hanya menyampaikan pesan
FishermenComics [1:25 AM]: dan selebihnya urusan Tuhan
FishermenComics [1:25 AM]: seorang muslim dilarang memindahkan agama orang lain
FishermenComics [1:25 AM]: haram, dosa
FishermenComics [1:26 AM]: Muslim mengimani hal-hal yang diimani orang Kristen dan Yahudi
FishermenComics [1:26 AM]: Islam satu-satunya agama yang mengikuti SEMUA perintah Musa, dan nabi-nabi lainnya
FishermenComics [1:26 AM]: semoga kedamaian atas mereka semua
FishermenComics [1:26 AM]: kami beriman kepada Jesus Christ
FishermenComics [1:27 AM]: dia akan datang lagi
FishermenComics [1:27 AM]: dialah Al-Masih
SHOCKWAVE886 [1:27 AM]: aku tahu
FishermenComics [1:27 AM]: dan dalam Islam
FishermenComics [1:27 AM]: kitab suci kami luar biasa
FishermenComics [1:27 AM]: di dalamnya banyak sekali mukjizat
SHOCKWAVE886 [1:27 AM]: di kitab suciku juga banyak
FishermenComics [1:27 AM]: dan kitab suci kami tidak pernah berubah
FishermenComics [1:27 AM]: Muslim mengimani Injil juga
FishermenComics [1:28 AM]: kami mempelajarinya
FishermenComics [1:28 AM]: tapi Injil sudah diubah-ubah oleh manusia
FishermenComics [1:28 AM]: benar atau salah
FishermenComics [1:28 AM]: ?
FishermenComics [1:28 AM]: Tidak ada Injil yang asli, karena itu kamu nggak bisa memastikan apakah ia asli dari Tuhan
SHOCKWAVE886 [1:28 AM]: yea
FishermenComics [1:30 AM]: kalau ada yang mau ditanyakan, Bro, ikut aku ke masjid di kota. Setiap orang di sana pindahan dari Kristen/Yahudi/ dan bahkan Ateisme.... Sekarang coba kutanya, agama apa yang bisa meyakinkan seorang ateis bahwa Tuhan itu ada?
SHOCKWAVE886 [1:30 AM]: aku nggak tahu, Man
FishermenComics [1:30 AM]: hehehehehe
FishermenComics [1:31 AM]: Saya baru memeluk Islam sebulan yang lalu
SHOCKWAVE886 [1:31 AM]: aku nggak bisa begitu
FishermenComics [1:31 AM]: okay begini deh
SHOCKWAVE886 [1:31 AM]: tapi aku suka denger omongan kamu
FishermenComics [1:32 AM]: gimana kalau, Tuhan yang Maha Kuasa bisa bicara langsung dengan kamu lewat sebuah kitab
FishermenComics [1:32 AM]: dan menjawab semua pertanyaan kamu
SHOCKWAVE886 [1:32 AM]: dia memang bicara kepadaku
FishermenComics [1:32 AM]: dan sains-nya masuk akal
FishermenComics [1:32 AM]: Bukan maksud saya benar-benar bicara kepadamu
SHOCKWAVE886 [1:32 AM]: yea aku tahu
FishermenComics [1:32 AM]: misalnya saya tahu bagaimana Tuhan memberikan tanda-tanda
FishermenComics [1:33 AM]: Gimana dia bicara dengan kamu?
SHOCKWAVE886 [1:33 AM]: susah menjelaskannya, tapi aku banyak berdoa
FishermenComics [1:33 AM]: Itu bagus
FishermenComics [1:33 AM]: Kamu percaya sama teori evolusi
FishermenComics [1:33 AM]: atau aliens?
SHOCKWAVE886 [1:33 AM]: kamu dibayar ya untuk obrolan ini?
FishermenComics [1:33 AM]: hahahahahahahaha
SHOCKWAVE886 [1:34 AM]: evolusi aku percaya
SHOCKWAVE886 [1:34 AM]: aliens nggak, kecuali kalau yang kamu maksud alien itu orang Mexico
FishermenComics [1:34 AM]: di dalam Islam (artinya, kepasrahan kepada Tuhan) semua Muslim meyakini hal-hal yang sama
FishermenComics [1:34 AM]: Evolusi itu nggak benar, Bro
SHOCKWAVE886 [1:35 AM]: nggak juga
FishermenComics [1:35 AM]: aliens memang benar ada, di dalam Quran, Tuhan berfirman jangan mengira kita sendirian di alam semesta ini, jadi Dia memberi kita tanda-tanda
SHOCKWAVE886 [1:35 AM]: kamu punya aim?
FishermenComics [1:35 AM]: ini yang kumaksud tadi, tak ada dua orang Kristen yang meyakini satu hal yang sama.
FishermenComics [1:36 AM]: apa aim?
SHOCKWAVE886 [1:36 AM]: aol instant messanger
FishermenComics [1:36 AM]: oh
FishermenComics [1:36 AM]: yeah
FishermenComics [1:36 AM]: Bro, ayo kita ketemu
FishermenComics [1:36 AM]: dengan izin Tuhan
FishermenComics [1:37 AM]: Saya lihat kamu sangat mencintai Tuhan
FishermenComics [1:37 AM]: jadi kita sama dalam hal itu
FishermenComics [1:38 AM]: izinkan saya memberimu Quran
FishermenComics [1:38 AM]: supaya kamu bisa baca sendiri isinya
SHOCKWAVE886 [1:38 AM]: ok
FishermenComics [1:38 AM]: Tuhan akan membimbing kamu, dan kalau dia tidak membimbingmu, maka Islam agama yang salah
FishermenComics [1:39 AM]: kamu tinggal di dekat stasiun kereta
SHOCKWAVE886 [1:39 AM]: kira-kira begitu
FishermenComics [1:39 AM]: tempat yang saya datangi ini, sebuah kelompok kecil, dan iya ada wanita-wanita cantik di sana
FishermenComics [1:39 AM]: mereka semua pindah ke Islam
FishermenComics [1:39 AM]: dari Kristen
FishermenComics [1:40 AM]: Saya bersumpah ini akan jadi pengalaman berharga untuk kamu
FishermenComics [1:40 AM]: kalau kamu nggak suka
FishermenComics [1:40 AM]: kamu nggak perlu datang lagi
FishermenComics [1:40 AM]: dan kamu boleh bilang “F*** off “ kepadaku
SHOCKWAVE886 [1:40 AM]: nggak laah, nggak akan aku bilang gitu
SHOCKWAVE886 [1:40 AM]: tapi aku nggak mau pindah agama, itu aja soalnya
FishermenComics [1:40 AM]: di dalam Islam
FishermenComics [1:40 AM]: kamu bukan pindah agama
FishermenComics [1:41 AM]: kamu kembali ke Islam, karena Islam adalah agama yang asli, kamu cuma akan belajar saja
FishermenComics [1:41 AM]: itu saja
FishermenComics [1:41 AM]: tidak akan ada seorangpun yang akan bilang begini
FishermenComics [1:41 AM]: hei, dengar nih, pindah agama sekarang, kalau nggak saya bom kamu
FishermenComics [1:42 AM]: lihat juga foto-foto saya nih, saya bukan pemerkosa atau sejenisnya
FishermenComics [1:42 AM]: jadi jangan takut
SHOCKWAVE886 [1:42 AM]: jadi aku tetap Katolik Roma dan hanya belajar tentang Islam?
FishermenComics [1:42 AM]: YES
FishermenComics [1:42 AM]: dulu saya juga begitu
FishermenComics [1:42 AM]: saya cuma belajar
FishermenComics [1:42 AM]: sumpah pasti menyenangkan
FishermenComics [1:42 AM]: kalau nggak
FishermenComics [1:42 AM]: kamu boleh tembak aku
SHOCKWAVE886 [1:42 AM]: nggak laah, Maan
FishermenComics [1:42 AM]: hehehehehe
SHOCKWAVE886 [1:43 AM]: saya benar-benar lagi mikir nih
FishermenComics [1:43 AM]: alasan kenapa saya kepingin kamu datang
FishermenComics [1:43 AM]: adalah karena saya merasa
FishermenComics [1:43 AM]: sangat bahagia di dalamnya
FishermenComics [1:43 AM]: luar biasa rasanya begitu dekat dengan Tuhan
FishermenComics [1:43 AM]: saya nggak pernah merasakan ini di Kristen, padahal waktu itu saya sangat taat beragama
SHOCKWAVE886 [1:44 AM]: sialan, Man, aku jadi bingung nih
SHOCKWAVE886 [1:44 AM]: beneran nih
SHOCKWAVE886 [1:44 AM]: payah nih aku
FishermenComics [1:44 AM]: hehe
FishermenComics [1:44 AM]: Dengerin nih
FishermenComics [1:44 AM]: mau ngomong di telepon aja?
FishermenComics [1:45 AM]: saya bosen ngetik terus nih
FishermenComics [1:45 AM]: saya mau bicara panjang lebar
FishermenComics [1:45 AM]: saya cuma mau cerita gimana saya sampai pindah agama
FishermenComics [1:45 AM]: dan kenapa saya melakukannya
FishermenComics [1:45 AM]: maksud saya kembali ke Islam
SHOCKWAVE886 [1:45 AM]: well, aku nggak bisa ngasih nomor telepon soalnya temanku mau ikut dengar juga nih
FishermenComics [1:45 AM]: Oke
FishermenComics [1:46 AM]: suruh dia buka chatting juga
FishermenComics [1:46 AM]: kita bertiga
SHOCKWAVE886 [1:46 AM]: dia duduk di sini
FishermenComics [1:46 AM]: oh
FishermenComics [1:46 AM]: ya udah ajak aja dia
FishermenComics [1:46 AM]: hehe
SHOCKWAVE886 [1:46 AM]: o yea ngomong-ngomong ini teman Paul
FishermenComics [1:46 AM]: oke
FishermenComics [1:47 AM]: kamu baca apa yang dari tadi aku bilang, Bro?
SHOCKWAVE886 [1:47 AM]: dari tadi memang aku terus
FishermenComics [1:47 AM]: Kau dan Paul kita ketemu aja, di kota
SHOCKWAVE886 [1:47 AM]: Paul orang Yahudi
FishermenComics [1:47 AM]: oh
FishermenComics [1:47 AM]: kamu sendiri?
SHOCKWAVE886 [1:47 AM]: Katolik Roma
FishermenComics [1:47 AM]: oh
FishermenComics [1:48 AM]: jadi siapa namamu?
SHOCKWAVE886 [1:48 AM]: Mike
FishermenComics [1:49 AM]: kau ikut aja
SHOCKWAVE886 [1:49 AM]: paul bilang kamu bisa telepon ke rumahnya
FishermenComics [1:49 AM]: oke
FishermenComics [1:49 AM]: Begini
FishermenComics [1:49 AM]: saya nggak mau memaksa
FishermenComics [1:49 AM]: tapi saya BERSUMPAH segala hal dalam agama ini masuk akal semua
FishermenComics [1:50 AM]: saya tidak disuruh siapa-siapa untuk melakukan ini
SHOCKWAVE886 [1:50 AM]: aku percaya, tapi jangan berpikir bahwa saya akan berubah keyakinan
FishermenComics [1:50 AM]: okay
FishermenComics [1:50 AM]: tapi
FishermenComics [1:51 AM]: Tuhan akan membuka hatimu jika ini kebenaran
FishermenComics [1:51 AM]: jika Islam salah
FishermenComics [1:51 AM]: Dia tidak akan membuka hatimu
FishermenComics [1:51 AM]: dan jika Tuhan tidak memberikan tanda-tanda bahwa Islam adalah kebenaran, maka ini agama yang salah
SHOCKWAVE886 [1:52 AM]: Muslim percaya kepada jesus kristus dan injil?
FishermenComics [1:52 AM]: YES
FishermenComics [1:52 AM]: DIA adalah Al-Masih
FishermenComics [1:52 AM]: dan dia akan datang lagi
FishermenComics [1:52 AM]: ini yang banyak orang tidak memahami tentang Islam
FishermenComics [1:53 AM]: mereka tahunya kami menyembah manusia yang bernama mohammed
FishermenComics [1:53 AM]: padahal nggak
SHOCKWAVE886 [1:53 AM]: kalau allah?
FishermenComics [1:53 AM]: Allah adalah Tuhan yang sebenarnya
FishermenComics [1:54 AM]: kata Tuhan adalah sebuah kata yang baru
SHOCKWAVE886 [1:54 AM]: jadi kamu menyembah siapa?
FishermenComics [1:54 AM]: Kami menyembah apa yang disembah para nabi
FishermenComics [1:54 AM]: dan melakukan apa yang mereka sejak dahulu
SHOCKWAVE886 [1:54 AM]: gimana caranya?
FishermenComics [1:54 AM]: sujud kepada Tuhan
FishermenComics [1:55 AM]: kami beribadah sebagaimana yang dilakukan Jesus
FishermenComics [1:55 AM]: di dalam Injil
FishermenComics [1:55 AM]: Sujud kepada Tuhan
FishermenComics [1:55 AM]: this is the way to pray
SHOCKWAVE886 [1:55 AM]: saya akan tetap mengikuti bible dan menyembah Jesus bahkan jika saya pindah agam sekalipun, kamu ngerti?
FishermenComics [1:55 AM]: yeah
FishermenComics [1:55 AM]: Tapi kenapa menyembang anaknya bukan bapaknya?
SHOCKWAVE886 [1:55 AM]: saya menyembah keduanya
FishermenComics [1:56 AM]: kan Tuhan lebih Agung daripada Jesus?
SHOCKWAVE886 [1:56 AM]: tuhan adalah sebuah roh
FishermenComics [1:56 AM]: ??????
FishermenComics [1:56 AM]: Tuhan adalah segala hal, dia bukan roh
SHOCKWAVE886 [1:56 AM]: aku tahu
FishermenComics [1:57 AM]: Muslim meyakini benar bahwa Tuhan menciptakan 3 jenis makhluk
FishermenComics [1:57 AM]: Para malaikat
FishermenComics [1:57 AM]: Manusia
FishermenComics [1:57 AM]: dan roh-roh
FishermenComics [1:58 AM]: Bro, kita ngomong di telepon aja deh, saya bukan pembunuh atau apa gitu
SHOCKWAVE886 [1:59 AM]: gimana yah
FishermenComics [1:59 AM]: ada bible nggak di dekat kamu?
SHOCKWAVE886 [2:00 AM]: nggak, tapi di rumahku ada, kenapa?
FishermenComics [2:00 AM]: okay
FishermenComics [2:00 AM]: di Matius 5: 17
FishermenComics [2:00 AM]: Jesus Kristus bilang
FishermenComics [2:01 AM]: bahwa alasan kenapa ia dulu datang adalah untuk memperbarui perintah-perintah Tuhan (the commandments), dan untuk memastikan bahwa perintah-perintah itu tidak akan pernah dilanggar lagi, TIDAK PERNAH, “..dan mereka yang melanggarnya, telah jatuh dalam kesesatan..”
FishermenComics [2:01 AM]: okay, sekarang coba katakan kepadaku
FishermenComics [2:01 AM]: Agama apa yang mentaati, tidak 1 atau 2, tapi SELURUH perintah Tuhan kepada Musa, dan Tuhan?
FishermenComics [2:02 AM]: Bro kamu masih di situ?
SHOCKWAVE886 [2:02 AM]: ya
FishermenComics [2:02 AM]: ok
FishermenComics [2:02 AM]: hehehe
SHOCKWAVE886 [2:02 AM]: saya sedang berpikir
FishermenComics [2:03 AM]: okay
FishermenComics [2:03 AM]: Islam lah satu-satunya agama yang begitu
FishermenComics [2:05 AM]: Orang Yahudi tidak mentaati seluruh perintah, tapi mereka mentaatinya lebih banyak daripada orang Kristen, dan karena alasan tertentu orang Kristen tidak mentaati hukum-hukum Tuhan bahkan ketika Jesus melarang untuk menyembah dirinya, tapi supaya menyembah bapak KITA dan apa yang dikatakannya di Matius 5: 17
FishermenComics [2:05 AM]: ngerti maksudku?
SHOCKWAVE886 [2:05 AM]: ya
SHOCKWAVE886 [2:05 AM]: kapan dan dimana seminarnya?
FishermenComics [2:06 AM]: maksudnya?
SHOCKWAVE886 [2:06 AM]: di mana
FishermenComics [2:07 AM]: oh tempatnya
FishermenComics [2:07 AM]: kalau kamu ambil kereta 1239 ke 72st street di kota
FishermenComics [2:07 AM]: di situlah tempatnya
SHOCKWAVE886 [2:08 AM]: di Manhattan?
FishermenComics [2:08 AM]: yes
FishermenComics [2:08 AM]: gampang kok ke sana
SHOCKWAVE886 [2:08 AM]: kapan
FishermenComics [2:09 AM]: Sabtu
FishermenComics [2:09 AM]: jam 2.30 siang
FishermenComics [2:09 AM]: begini kalau kamu mau saya bisa menemani, kalau kamu nggak merasa nyaman, kita bisa ketemu dan ngobrol dulu terus kita kesana bersama
SHOCKWAVE886 [2:10 AM]: hey kalau kamu mau nelpon sekarang ke sini ini nomornya (1845) 469-5***
FishermenComics [2:11 AM]: ok
FishermenComics [2:11 AM]: ini di NY?
SHOCKWAVE886 [2:11 AM]: ya tapi aku tinggal di upstate sekitar 1 jam dari the bronx dan 25 menit dari rockland atau new jersey
FishermenComics [2:12 AM]: oh
FishermenComics [2:12 AM]: okay
FishermenComics [2:13 AM]: Tuhan akan membuka hatimu
FishermenComics [2:13 AM]: bersiaplah untuk mukjizat-mukjizat
FishermenComics [2:13 AM]: kamu akan lihat
FishermenComics [2:13 AM]: itulah yang Dia lakukan kepadaku
FishermenComics [2:13 AM]: saya akan telepon sekarang
SHOCKWAVE886 [2:13 AM]: ok

Pembicaraan mereka di Internet berhenti setelah berlangsung tepat 1 jam. Lalu Franklin menelpon Mike dan Paul. Keduanya kini peserta aktif diskusi di slamic Center of New York.

(Hidayatullah.com)


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar

Hidayah Dari Bar


Dua minggu menjelang Ramadan tahun ini, tepatnya Agustus 31, seperti biasa saya datang ke Islamic Center of New York, tapi kali ini agak telat. Selain karena memang sedang melakukan beberapa pekerjaan pribadi, juga karena di Islamic Center sekolah akhir pekan (weekend school) masih diliburkan. Jadi, saya tidak harus datang lebih awal seperti ketika masih ada sekolah akhir pekan.

Memasuki Islamic Center sekitar setengah 12 siang itu juga masih terasa sepi. Tapi ketika melintasi resepsionis, di ruang itu telah menunggu seorang perempuan separuh baya. Seperti biasa, selain mengucapkan salam kepada petugas resepsionis, juga saya sapa perempuan itu dengan "hi, good morning!". Dengan sedikit senyum dia manjawab "Good morning".

Saya kemudian diberitahu bahwa perempuan itu telah datang sejak jam 9-an pagi. Mungkin karena menyangka bahwa jam buka di Islamic Center persis jam kerja di perkantoran. Jadi dia bermaksud untuk datang sebelum ada kegiatan-kegiatan yang menyibukkan. Tentu saya merasa bersalah. Maka saya katakan "I am very sorry for being late?". Dengan ramah dia jawab: "Oh it's ok. I was prepared to wait!".

Saya langsung mengajaknya ke ruang pertemuan. Kelihatannya perempuan ini sangat hati-hati, baik dalam bersikap maupun dalam berucap. Bahkan ketika akan memasuki ruangan itu, dia harus bertanya dulu apakah boleh masuk atau belum. Mungkin pernah membaca atau mendengar bahwa di mesjid itu harus sopan, dll.

"Hi, welcome! What's you name?", saya memulai percakapan itu. "Catherine", jawabnya pelan, hampir saja tidak kedengaran. Saya memulai bertanya tentang pribadinya, seperti tempat tinggal, asal usul, dll. "I am from here, but my parents are living in Upstate", jelasnya. "Now, may I know why you are here today?". Dengan sedikit menunduk dia menjawab: "I don't know what to say. But can I tell you a little bit about my back ground?", tanyanya. "Of course, you are free to say what you want to say".

Dia menarik nafas lalu mulai bercerita. Cerita yang cukup penjang dan sedikit berbelit-belit. Dari cerita panjang itu dia menyampaikan bahwa dia termasuk anak yang seharusnya beruntung. Orang tuanya, menurutnya, beragama dan juga berpendidikan tinggi. "I enjoyed that privilege. I went to the best school, best college and university", katanya. "Which university did you go?" tanya saya. "Columbia university", jawabnya. "Graduated?". "Yes, I finished my Master Degree in Journalism" jelasnya.

"So where are you now?". Maksud saya, dimana dia sekarang ini bekerja. Dia kemudian menampakkan wajah sedih, menarik napas lalu bercerita. Setamat kuliah dia tidak peduli mencari kerja. Menurutnya, di masa kuliah itu dia berkenalan dengan seorang yang kaya dan royal. Dialah yang selalu memenuhi kebutuhannya. Teman yang dia panggil "boy friend" itu dia kenal di sebuah bar di suatu malam. Sejak itu perkenalan itu menjadi lebih dekat dan menjadilah mereka pasangan "boy-girl friends". Keduanya hidup di sebuah apartemen mewah di Manhattan .

Menurutnya lagi, teman prianya itu walau selalu minum alcohol di night club, tapi juga kalau berdiskusi selalu mengait-ngaitkan argumentasinya dengan agama yang dianutnya, yaitu Islam. Bahkan di rumah dia, menurutnya lagi, ada Al-Quran dan buku-buku Islam. Bahkan tidak jarang mengajarkan Catherine tentang Islam. Sambil tersenyum kecut, Catherine mengatakan: "But now, we are not together any more".

Saya kemudian menjelaskan, betapa memang banyak umat Islam seperti itu. Agama bagi kita adalah sesuatu yang serius, tapi tidak semua bisa "commit" dengannya ajarannya. Ada orang yang siap mati membela agama ini, tapi belum tentu juga mempraktekkannya. "So what happens afterwards?", tanyaku kemudian. Catherine menjelaskan bahwa ternyata bacaan yang selalu ia ingat di rumah mantan pacarnya itu adalah Al-Quran.

"I searched it further on the internet and surprisingly I found a lot of interesting things", jelasnya. "So, what do you think about Islam and deep did you search about it?", tanyaku. Dia mengatakan bahwa dia sudah belajar mengenai five pillars (lima rukun Islam). Dia bahkan belajar sendiri mengerjakan shalat, tapi bacaannya tidak bisa dilakukan.

Saya tidak berpanjang lebar lagi berbicara dengan Catherine. Saya langsung bertanya: "Do you think, Islam is the right way for you to follow?". Dia sepertinya senang dan langsung mengatakan: "I am sure about that. But I am worried that I can not commit my self into it". Nampaknya Catherine khawatir menjadi seperti mantan pacarnya, yang sangat yakin dengan agamanya tapi gagal melaksanakannya.

Saya kemudian menjelaskan bahwa memang dalam beragama itu diperlukan komitmen. Dan komitmen itu diawali dengan niat dan tekad yang bulat. Jika niat itu sudah ada, selebihnya adalah usaha dan doa. "you know, combining your efforts and commitment will bring Allah's help to make you a better Muslim", kataku memotivasinya. "My question is, are you ready to accept Islam as your new faith?", pancingku. Dengan sedikit pelan, mungkin masih ragu, Catherine mengangguk sambil mengatakan: "Yes, I think it's the time for me".

Tanpa mengundur-undur waktu lagi, saya menelpon resepsionis untuk memanggil dua saksi. Alhamdulillah, disaksikan oleh para saksi pagi itu, Catherine resmi memeluk Islam sebagai jalan hidupnya yang baru. Allahu Akbar!

New York , 27 September 2007


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
 
;