Kisah-kisah Holocaust oleh Romawi
Di dalam Talmud, ayat Gittin 57b ada
dikisahkan tentang dibantainya 4 juta orang Yahudi oleh orang Romawi di kota
Bethar. Gittin 58a, mengklaim bahwa 16 juta anak-anak Yahudi dibungkus ke dalam
satu gulungan dan dibakar hidup-hidup oleh orang Romawi.
Demografi tentang zaman kuno menyatakan
orang Yahudi di seluruh dunia pada masa penjajahan oleh Romawi tidak sampai
berjumlah 16 juta, bahkan 4 juta pun tidak ada!! SUNGGUH PENIPUAN BESAR..).
Pengakuan Talmud
Abodah Zarah 70a, “Seorang rabbi
ditanya, apakah anggur yang dicuri di Pumbeditha boleh diminum, atau anggur itu
sudah dianggap najis, karena pencurinya adalah orang-orang kafir (seorang
bukan-Yahudi bila menyentuh guci anggur, maka anggur itu dianggap sudah najis).
Rabbi itu menjawab, tidak perlu dipedulikan, anggur itu tetap halal (’kosher’)
bagi orang Yahudi, karena mayoritas pencuri yang ada di Pumbeditha, tempat
dimana guci-guci anggur itu dicuri, adalah orang-orang Yahudi”. (Kisah ini juga
ditemukan di dalam Kitab Gemara, Rosh Hashanah 25b).
Ibadah Orang Farisi
Erubin 21 b, “Rabbi Akida berkata
kepadanya, ‘Berikan saya air untuk mencuci tangan saya’. Ia menjawab, ‘Air itu
tidak cukup bahkan untuk diminum, apalagi untuk membasuh tanganmu’ keluhnya.
‘Lalu apa yang harus saya perbuat ?’ tanya seseorang lainnya, ‘padahal engkau
tahu menentang ucapan seorang rabbi diancam dengan hukuman mati?’ ‘Saya lebih
baik mati daripada menentang pendapat kawan-kawan saya” (Ritual cuci tangan ini
terekam dikutuk Nabi Isa a.s. dalam Injil Matius 15 : 1- 9).
Genosida Dihalalkan oleh Talmud
Perjanjian Kecil, Soferim 15, Kaidah
10, “Inilah kata-kata dari Rabbi Simeon ben Yohai, ‘Tob shebe goyyim harog’
(”Bahkan orang kafir yang baik sekali pun seluruhnya harus dibunuh”).
Orang-orang Israeli setiap tahun mengikuti acara nasional ziarah ke kuburan
Simon ben Yohai untuk memberikan penghormatan kepada rabbi yang telah
menganjurkan untuk menghabisi orang-orang non-Yahudi.
Di Purim, pada tanggal 25 Februari 1994
seorang perwira angkatan darat Israel, Baruch Goldstein, seorang Yahudi
Orthodoks dari Brooklyn, membantai 40 orang muslim, termasuk anak-anak, tatkala
mereka tengah bersujud shalat di sebuah masjid. Goldstein adalah pengikut
mendiang Rabbi Meir Kahane, yang menyatakan kepada kantor berita CBS News,
bahwa ajaran yang dianutnya mengatakan orang-orang Arab itu tidak lebih
daripada anjing, sesuai ajaran Talmud”. Ehud Sprinzak, seorang profesor di
Universitas Jerusalem menjelaskan tentang falsafah Kahane dan Goldstein,
“Mereka percaya adalah teiah menjadi iradat Tuhan, bahwa mereka diwajibkan
untuk melakukan kekerasan terhadap ‘goyyim’, sebuah istilah Yahudi untuk
orang-orang non-Yahudi”.
Rabbi Yizak Ginsburg menyatakan, “Kita
harus mengakui darah seorang Yahudi dan darah orang ‘goyyim’ tidaklah sama”.
Rabbi Jacov Perrin berkata, “Satu juta nyawa orang Arab tidaklah seimbang
dengan sepotong kelingking orang Yahudi”.
Doktrin Talmud : Orang non- Yahudi
Bukanlah Manusia
Talmud secara spesifik menetapkan orang
non-Yahudi termasuk golongan binatang, bukan-manusia, dan secara khusus
menyatakan bahwa mereka bukan dari keturunan Nabi Adam a.s. Ayat-ayat yang
berkaitan itu ditemukan bertebaran di dalam Kitab Talmud, antara lain sebagai
berikut :
Kerihoth 6b, “Menggunakan minyak untuk
mengurapi. Rabbi kita mengajarkan, ‘Barangsiapa menyiramkan minyak pengurapan
kepada ternak atau perahu, ia tidak melakukan dosa; bila ia melakukannya kepada
‘goyyim’, atau orang mati, dia tidak melakukan dosa. Hukum yang berhubungan
dengan ternak dan perahu adalah benar, karena telah tertulis: terhadap tubuh
manusia (Ibrani: Adam) tidak boleh disiramkan (Exodus 30:32); karena ternak dan
perahu bukan manusia (Adam)’ “. “Juga dalam hubungan dengan yang meninggal
(sepatutnya) ia dikecualikan, karena setelah meninggal ia menjadi bangkai dan
bukan manusia lagi (Adam). Tetapi mengapa terhadap ‘goyyim’ juga dikecualikan,
apakah mereka tidak termasuk kategori manusia (Adam) ?Tidak, karena telah
tertulis: ‘Wahai domba-domba-Ku, domba-domba di padang gembalaan-Ku adalah
manusia (Adam)’ (Ezekiel 34:31): Engkau disebut manusia (Adam), tetapi ‘goyyim’
tidak disebut sebagai manusia (Adam)’ “.
Pada ayat-ayat terdahulu para rabbi
membahas hukum Talmud yang melarang memberikan minyak suci bagi manusia. Dalam
pembahasan itu para rabbi menjelaskan bukanlah suatu dosa untuk membenkan miyak
suci itu kepada ‘goyyim’ (kaum non-Yahudi, seperti muslim, Kristen, dan
sebagainya), karena ‘goyyim’ tidak termasuk golongan manusia (harfiahnya: bukan
keturunan Adam).
Yebamoth 61a, “Telah diajarkan:
Begitulah Simeon ben Yohai menerangkan (61a) bahwa kuburan orang ‘goyyim’ tidak
termasuk tempat yang suci untuk mendapatkan ‘ohel’ (memberikan sikap ruku’
terhadap kuburan), karena telah dikatakan, wahai domba-domba-Ku yang ada di
padang gembalaan-Ku, kalian adalah manusia (Adam)’, (Ezekiel 34:31); kalian
disebut manusia (Adam); tetapi kaum kafir ltu tldak dlsebut manusia (Adam)’ “.
Hukum Talmud menerangkan bahwa seorang
Yahudi yang menyentuh bangkai manusia tau kuburan (Yahudi) menyebabkan ia
ternajisi. Tetapi hukum Talmud mengajarkan, sebaliknya, jika seorang Yahudi
menyentuh kuburan orang goyyim, hal itu membuat ia tetap suci, karena orang
goyyim tidak termasuk golongan manusia (Adam).
Baba Mezia 114b, “Dia (Rabbah) berkata
kepadanya: ‘Apakah engkau bukan pendeta: mengapa engkau berdiri di atas kuburan
? Ia menjawab: ‘Apakah guru belum mempelajari hukum tentang kesucian? Karena
telah diajarkan: Simeon ben Yohai berkata:‘Kuburan kaum ‘goyyim’ tidak menajisi.
Karena telah tertulis, ‘Wahai gembalaan-Ku gembalaan di padang rumput-Ku adalah
manusia (Adam), dan ia berdiri di atas kuburan kaum ‘goyyim’ “.
Mengingat pembuktian berdasarkan nash
Taurat (Ezekiel 34:31). disebut sampai beru1ang-kali pada ketiga ayat-ayat
Talmud di atas tadi, padahal dalam kenyataannya Taurat tidak pernah menyebutkan
bahwa hanya orang Yahudi saja yang termasuk golongan manusia. Para ‘hachom’
Talmud sangat menekankan kekonyo1an ajaran mereka tentang kaum ‘goyyim’. Hal
itu merupakan bukti bahwa mereka sebenarnya adalah rasis dan ideolog anti-kaum
non-Yahudi, yang dalam kebuntuan nalarnya telah mendistorsikan ayat-ayat Taurat
dalam rangka membenarkan kesesatan mereka.
Berakoth 58a, “Shila seorang Yahudi
memberikan hukuman cambuk kepada seseorang yang telah bersetubuh dengan seorang
perempuan Mesir: Orang yang dicambuk itu pergi mengadukannya kepada pemerintah,
dan berkata: ‘Ada seorang Yahudi yang memberikan hukuman cambuk tanpa izin dari
pemerintah’. Seorang petugas memerintahkan untuk memanggilnya (Shila). Ketika
ia (Shila) tiba, ia ditanya: ‘Mengapa engkau mencambuk orang ini?’ Ia (Shila)
menjawab: ‘ Karena ia telah menyetubuhi keledai betina’ “. “Petugas itu berkata
kepadanya: ‘Apakah engkau mempunyai saksi-saksi?’ Ia(Shila) menjawab ‘Saya
mempunyainya’. Kemudian (nabi) Elijah turun dari langit dalam bentuk manusia
dan memberikan bukti. Petugas itu berkata lagi kepadanya: ‘Kalau demikian
halnya seharusnya orang itu dihukum mati!’ Ia (Shila) menjawab: ‘Karena kami
telah diasingkan dari negeri kami, kami tidak mempunyai wewenang untuk
menjatuhkan hukuman mati; lakukanlah terhadapnya sesuai kehendak kalian’ “
“Ketika mereka masih mempertimbangkan
perkara itu Shila pun berteriak. ‘Kepada-Mulah ya Tuhan Yang Maha Besar dan
Maha Kuasa’ (Kisah-kisah 29:11). ‘Apa kehendakmu? tanya petugas itu. Ia (Shila)
menjawab. ‘Apa yang kukatakan ialah: Terpujilah Yang Maha Pengasih yang telah
menciptakan segala sesuatunya dari tanah serupa dengan Yang di Sorga, dan telah
memberikan kepadamu sekalian tempat tinggal, dan membuat kalian mencintai
keadilan’ “,
“Petugas itu berkata kepadanya (Shila).
‘Apakah engkau sedemikian membantu kepada kehormatan pemerintah?’ Petugas itu
memberi Shila sebuah tongkat dan berkata kepadanya: ‘Engkau boleh menjadi
hakim. ‘ Tatkala petugas (orang ‘goyyim’) itu telah pergi, orang-orang yang ada
disana berkata kepadanya (Shila). ‘Apakah Yang Maha Pengasih membuat mu’zizat
bagi kaum pendusta?’. Ia (Shila) menjawab: “mereka (’goyyim’) disebut keledai?
Karena telah tertulis: Daging mereka adalah daging keledai’ (Ezekiel 23:30)
Ia (Shila) memperhatikan orang-orang
itu akan memberi-tahukan petugas-petugas itu bahwa ia (Shila) telah menyebut
mereka sebagai keledai. Maka ia (Shila) berkata. ‘Orang itu adalah penuntut
hukum, dan Taurat telah mengatakan: Jika seseorang datang untuk membunuhmu,
bangkitlah segera dan bunuh dia lebih dahulu. Begitulah tongkat yang diberikan
kepadanya itu dipukulkannya kepada terdakwa dan membunuhnya.’ Kemudian ia
berkata: ‘Karena sebuah mu’zizat telah terjadi melalui ayat ini, maka aku
melaksanakannya’ “.
Bagian ini terpaksa diutarakan agak
panjang, tetapi agaknya terpaksa dikutip seluruhnya untuk memperlihatkan
bagaimana kedzaliman kaum Yahudi. Sebagai tambahan bahwa nabi Elijah sampai
perlu turun dari sorga ke bumi untuk menipu mahkamah kaum goyyim, disini Talmud
mengajarkan, bahwa kaum ‘goyyim’ pada dasamya adalah binatang, sehingga karena
itu Rabbi Shila (dan nabi Elijah) sama sekali tidaklah dapat disebut telah
berdusta atau telah membuat dosa. Ceritera itu menjelaskan bahwa sekiranya
seseorang (termasuk orang Yahudi) mengungkapkan ajaran Talmud pandangan tentang
kaum ‘goyyim’ sama dengan keledai, maka ia akan menerima hukuman mati. Karena
mengungkapkan hal itu akan membuat kaum ‘goyyim’ murka dan akan menindas agama
Yahudi.
Kutipan Talmud dari kitab Ezekiel ini
merupakan “nash bukti” sangat penting, karena ayat itu menyatakan bahwa kaum
‘goyyim’ itu termasuk golongan binatang (keledai). Ayat dari kitab Ezekiel pada
Kitab Perjanjian lama telah diubah dengan hanya mengatakan bahwa “orang Mesir
memiliki kemaluan yang besar” (sindiran - sama dengan keledai). Hal ini tidak
membuktikan atau menegaskan secara eksplisit bahwa orang Mesir yang dirujuk
oleh Taurat sarna dengan binatang. Dalam hal ini Talmud memalsukan Taurat
dengan cara mendistorsikan tafsir.
Beberapa ayat Talmud yang lain yang
mengkaitkannya dengan kitab Ezekiel 23:30 yang memperlihatkan watak rasis orang
Yahudi ditemukan dalam Arakin 19b, Berakoth 25b, Niddah 45a, Shabbath 150a, dan
Yebamoth 98a. Lagipula nash aseli Sanhedrin 37a hanya mengkaitkannya dengan
persetujuan Tuhan untuk penyelamatan kaum Yahudi saja.7
Maka benarlah firman Allah dalam
Al-Qur’an yang memberikan informasi & kritikan bahwa ada Ahli Kitab yang
menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri lalu dikatakan dari Allah untuk
memperoleh keuntungan yang sedikit:
Maka kecelakaan yAng besarlah bagi
orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah
bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan
yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.
(Al Baqarah : 79)
Sumber
:
Moses Maimonides Membenarkan
Pembantaian
Begawan yang sangat dihormati, Moses
Maimonides, mengajarkan tanpa tedeng aling-aling, bahwa kaum Kristen wajib
dihabisi. Tokoh yang memberikan fatwa seperti itu memiliki kedudukan tertinggi
dalam hirarki agama Yahudi.
Moses Maimonides dipandang sebagai
penyusun hukum dan filosuf terbesar sepanjang sejarah Yahudi. Ia acapkali
dengan penuh rasa hormat disebut dengan nama Rambam, dan disapa dengan
panggilan Rabenu Moshe ben Maimon, yang artinya ‘Rabbi Kami Musa anak Maimun”.
Inilah yang diajarkan oleh Maimonides
tentang boleh tidaknya menyelamatkan nyawa kaum ‘goyyim’, atau bahkan’ orang
Yahudi sekali pun yang berani menolak “inspirasi ilahiyah di dalam Talmud’.
“Sesungguhnya bila kita melihat seorang
kafir (’goyyim’) sedang terhanyut dan tenggelam di sungai, kita tidak boleh
menolongnya. Kalau kita melihat nyawanya sedang terancam, kita tidak boleh
menyelamatkannya.”. Naskah dalam bahasa Ibrani edisi Feldheim 1981 tentang
Mishnah Torah menyebutkan hal yang sarna seperti itu.
Dengan peringatan dari Maimonides itu,
telah diwajibkan bagi kaum Yahudi untuk tidak boleh menyelamatkan nyawa atau
memberikan pertolongan kepada seorang ‘goyyim’, ia sebenarnya menyatakan sikap
kaum Yahudi yang sebenarnya yang dibebankan oleh Talmud terhadap kaum
non-Yahudi.
“Hal itu telah merupakan ‘mitvah’
(kewajiban agama) untuk , menghabisi para pengkhianat kaum Yahudi, para
‘minnim’, dan “apikorsim” dan membuat mereka jatuh ke dalam lobang kehancuran,
karena mereka telah menyebabkan penderitaan kepada kaum Yahudi, dan menipu
manusia untuk menjauh dari Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Isa dari
Nazareth dan para muridnya, dan Tzadok, Baithos dan murid-muridnya. Semoga
terla’natlah mereka”.
Komentar penerbit Yahudi itu memuat
pernyataan Maimonides bahwa Nabi Isa a.s. adalah contoh seorang ‘min’
(”pengkhianat” majemuknya ‘minnim’). Komentar itu juga menerangkan bahwa
murid-murid Tzadok, yaitu kaum Yahudi yang menolak kebenaran Talmud dan mereka
yang hanya mengakui hukum tertulis, yakni Taurat. Menurut buku ‘Maimonides’
Principles’ pada h.5, Maimonides memerlukan waktu dua-belas tahun untuk
menyimpulkan hukum dan keputusan dari Talmud, dan mensistemasikan kesimpulannya
itu ke dalam 14 jilid. Karya itu akhirnya selesai pada tahun 1180 dan diberi
judul ‘Mishnah Torah’, atau ‘Syari’at Taurat’.
Maimonides mengajarkan pada bagian lain
dari ‘Mishnah Torah’, bahwasanya kaum ‘goyyim’ bukanlah golongan manusia:
“Hanyalah manusia (kaum Yahudi), dan bukannya perahu, yang dapat memperoleh
najis bila bersentuhan … Bangkai dari seorang ‘goyyim’ tidak menyebabkan najis
bila bersentuhan dengan bayang-bayang seorang Yahudi … seorang ‘goyyim’ tidak
sampai menyebabkan penajisan; dan bila seorang ‘goyyim’ menyentuh, membawa,
atau membayangi … ‘goyyim’ itu tidak menyebabkan najis … mayat seorang ‘goyyim’
tidak menyebabkan menjadi najis; dan sekiranya’” seorang ‘goyyim’ menyentuh,
membawa, atau menjatuhkan bayangannya kepada mayat, ia dianggap tidak pernah
menyentuh mayat tersebut.” .
Film ‘Schindlers List’ - Contoh
Kebohongan Kaum Yahudi
Teks Talmud (khususnya Talmud
Babilonia) pada Sanhedrin 37a tidak mewajibkan orang Yahudi untuk menyelamatkan
nyawa orang lain, terkecuali nyawa orang Yahudi. Moshe Maimonides memperkuat
ajaran Talmud tersebut. Tetapi, beberapa buku yang ditulis oleh orang-orang
Yahudi kontemporer (Hesronot Ha-shas) merujuk beberapa nash dari Talmud yang
seolah-olah memuat frase nilai-nilai universal, seperti, “Barangsiapa
membunuh kehidupan seseorang, hal itu sama dengan membunuh seluruh isi dunia;
dan barangsiapa memelihara kehidupan seseorang,hal itu seperti ia telah
memelihara seluruh isi dunia”.
Namun Hesronot Ha-ash mengakui
ayat-ayat di atas tadi BUKAN KATA-KATA YG OTENTIK dari Talmud yang aseli. Dengan kata lain, ayat-ayat bemada
universal tersebut bukanlah nash otentik dari Talmud. Jadi sekedar sebagai
contoh, “versi universal” ini yang oleh Stephen Spielberg dituangkan ke dalam
filmnya ‘The Schindler’s List’ yang terkenal itu (dan dikaitkan seolah-olah
bersumber dari Talmud pada judul maupun iklan filmnya) adalah penipuan dan
merupakan propaganda, yang dimaksudkan untuk memberikan polesan kemanusiaan
kepada Talmud, yang pada hakekatnya adalah kitab yang penuh berisi semangat
rasisme dan chauvinisme Yahudi. Dalam nash Talmud yang aseli tertulis pada
ayat yang sama, “Barangsiapa memelihara bahkan satu nyawa orang Israeli, maka
ia seperti memelihara seluruh isi dunia”. Sama seperti ayat-ayat yang lain,
Talmud yang asli hanya membicarakan perihal menyelamatkan orang-orang Yahudi.
Tipuan Orang Yahudi
Sanggahan para rabbi orthodoks bahwa
tidak ada bukti dokumentasi otentik tentang rasisme dan semangat kebencian di
dalam Talmud adalah bohong besar, karena di dalam Baba Kamma 113a, menyatakan
bahwa “Orang Yahudi boleh berbohong untuk menipu kaum ’goyyim’ ‘.
The Simon Wiesenthal Center, sebuah
pusat propaganda ruhubiyah Yahudi yang didukung oleh dana multi-jutaan dolar
terpaksa memecat Rabbi Daniel Landes pada tahun 1995, karena rabbi ini
menentang ajaran dehumanisasi oleh Talmud terhadap orang non-Yahudi. “Sikap ini
benar-benar busuk”, katanya. Buktinya ? “Ya, pernyataan-pernyataan di
dalamnya”.
Berdusta untuk menipu orang ‘goyyim’
telah lama menjadi panutan di dalam agama Yahudi. Ambil contoh sehubungan
dengan debat pada abad ke-13 di Paris antara Nicholas Donin, seorang Yahudi
yang telah memeluk agama Katolik - yang oleh Hyam Maccoby diakui mempunyai
pengetahuan yang luas tentang Talmud”12 -saat berkonfrontasi lawan Rabbi
Yehiel. Pada waktu itu Yehiel tidak sedang berada di bawah ancaman hukuman,
atau dicederai. Namun tanpa malu tetap saja berdusta sepanjang debat tersebut.
Sebagai contoh ketika ditanya oleh Donin apakah ada ayat-ayat yang menghujat
Jesus di dalam Talmud, Yehiel menyanggahnya. Donin, seorang ahli dalam bahasa
lbrani paham benar jawaban itu dusta maka. Ryam Maccoby, seorang komentator
Yahudi mengenai debat tersebut, yang hidup di abad ke-20, membela kebohongan
Rabbi Yehiel seperti ini, “Pertanyaan itu mungkin diajukan, apakah Yehiel
benar-benar percaya yang Jesus tidak disebut-sebut di dalam Talmud atau, bisa
juga ia mengajukan pertanyaan ini sebagai suatu tipuan yang cerdik, untuk
menciptakan keadaan mendesak Yehiel … tentu saja Rabbi Yehiel dapat dimaafjkan
bila ia tidak mengakui sesuatu yang tidak sepenuhnya dipercayainya, dalam
rangka mencegah proses tiranik yang menghadapkan budaya dari suatu agama
tertentu, terhadap agama yang lain”.
Beginilah cara orang Yahudi menyanggah
sampai dengan hari ini tentang adanya nash Talmud yang mengandung ayat-ayat
yang penuh dengan kebencian. Sebuah kata tentang “kebohongan Yahudi diplesetkan
dan disulap menjadi “dapat dimaafkan”, sementara setiap penyelidikan terhadap
kitab-kitab suci Yahudi oleh peneliti non-Yahudi dipandang sebagai “proses
tiranik”. Sementara itu serangan kaum Yahudi terhadap kitab-kitab Injil
Perjanjian Baru dan al-Qur’an tidak pernah dianggap sebagai “proses tiranik”.
Hanya kritik kaum non- Yahudi yang
dianggap tiranik, sedangkan cara mempertahankan diri bagi orang Yahudi adalah
berdusta. (Tidak semua orang Yahudi bersikap seperti tersebut di atas. Dr.
Israel Shahak dari Hebrew University menulis sebuah buku lengkap yang diberinya
judul ‘Jewish History, Jewish Religion’, yang mendokumentasikan secara lengkap
muatan anti-’goyyim’ di dalam kitab Talmud).
Betapapun banyaknya sanggahan dan
kebohongan yang keluar dari ‘The Anti-Defamation League’ (ADL - ‘Liga
Anti-Penghinaan’ Yahudi) dan dari the Wiesenthal Center, dalam buku ini dikutip
nash-nash baik dari Talmud maupun juga dari mufassir Talmud ‚paling’ terkemuka”
di mata orang Yahudi sendiri, seperti Moses Maimonides,
Pada tahun 1994 Rabbi Tzvi Marx,
direktur pendidikan teknologi terapan pada ‘Shalom Hartman Institute’ di
Jerusalem, telah menulis semacam pengakuan yang menakjubkan tentang bagaimana
kaum Yahudi di masa yang silam telah membuat dua jenis kumpulan kitab: kitab
Talmud yang otentik sebagai bahan pelajaran bagi para pemuda mereka di
sekolah-sekolah (’kollel’) Talmud, dan sebuah lagi kitab Talmud yang telah
“disensor dan diamendemen” yang ditujukan bagi konsumsi para ‘goyyim’ yang
tidak mengerti apa-apa. Rabbi Marx menjelaskan bahwa versi tafsir Maimonides
yang dikeluarkan untuk konsumsi umum, tertulis misalnya, “Barangsiapa membunuh
seorang manusia, ia telah melanggar hukum”. Tetapi Rabbi Marx menyatakan, nash
yang aseli berbunyi, ” Barangsiapa membunuh seorang Israeli”.
Maka kecelakaan yAng besarlah bagi
orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah
bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan
yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.
(Al Baqarah : 79)
Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar