Minggu, 06 Mei 2012

Hal Kecil Menjadi Sangat Berharga


Saya pernah membaca sebuah artikel menarik yang berjudul “Pelajaran Penting”. Penulisnya tidak diketahui, maklum artikel ini saya peroleh dari e-mail yang lalu lalang di milis-milis. Pelajaran penting pertama adalah mengingat banyak orang. Begini cuplikannya:

Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir. Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?. Saya yakin soal ini cuma “bercanda”. Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya… ?

Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan “dihitung” atau tidak. “Tentu Saja Dihitung !!” kata si Profesor. “Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting ! Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas “hallo”! Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah “Dorothy”.

Nah, itu dia pelajaran pentingnya, yakni pentingnya kita mengenal nama-nama orang yang kita temui dalam hidup ini. Sekecil apapun perannya, mereka telah ikut berjasa mengantarkan kita menjadi orang sukses. Suatu kali, ketika akan memulai mengajar, seorang pegawai teknisi masuk kelas untuk memasang laptop dan proyektor LCD. Begitulah tugasnya setiap kali ada kuliah. Setelah pegawai itu pergi, saya tanya kepada mahasiswa, apakah mereka tahu nama Bapak tadi. Tidak ada yang tahu. Padahal, tanpa mereka tentu kuliah tidak berjalan sempurna karena tidak ada LCD yang bisa memproyeksikan Powerpoint. Ujung-ujungnya mahasiswa juga yang tidak mendapat layanan kuliah dengan baik, bukan?

Hal yang sama terjadi ketika ada seminar Tugas Akhir atau seminar Kerja Praktek. Mahasiswa yang akan seminar biasanya akan meminta pegawai teknisi untuk memasang laptop dan LCD. Mereka datang ke bagian teknisi dan celinagk-celinguk mencari pegawai mana yang mengurusi soal pemasangan itu. Karena tidak tahu nama, maka mahsiswa hanya memanggil “Pak” saja, tanpa pakai nama. “Pak, tolong pasangin infocus, dong”, kata mahasiswa itu ke seorang pegawai. Untunglah pegawai di kantor saya umumnya ramah-ramah (benar lho, pegawai di IF adalah orang-orang yang sangat sabar dan baik), jadi mereka akan layani mahasiswa dengan baik. Saya tanya kepada mahasiswa, apakah dia tahu nama pegawai itu? Tidak tahu.

Sebenarnya kejadian di atas belum seberapa “parah”. Banyak juga mahasiswa tidak kenal nama dosen yang mengajarnya. Ketika saya menjadi dosen wali TPB, saya tanyakan kepada mahasiswa siapa nama dosen yang mengajar Kimia atau Fisika di kelasnya? Tidak tahu. Hanya beberapa orang yang mengingat nama dosennya dengan baik. Lalu saya tanya, siapa nama rektor ITB. Luar biasa, sebagian besar mereka tidak hafal nama rektornya sendiri.

Mahasiswa kami di Informatika kebanyakan hanya mengenal dengan baik nama dua pegawai, yaitu Pak Rasidi dan Pak Ade. Nama pertama dikenal karena mahasiswa yang membutuhkan surat keterangan, transkip nilai, kerja praktek, pasti berhubungan dengan Bapak itu. Nama kedua dikenal karena mahaisswa yang mengambil Tugas Akhir pasti berhubungan dengan Pak Ade untuk urusan yang menyangkut TA (jadwal seminar, jadwal sidang, kartu tugas akhir, laporan TA, dll). Pegawai yang lain tidak dikenal namanya oleh mahasiswa. Wajar juga sih, karena mahasiswa tidak intens berhubungan dengan mereka. Tapi, siapa yang menyadari bahwa orang-orang yang tidak dikenal itu ikut berjasa mengantarkan mereka menyelesaikan kuliah di sini. Saya pernah memberi masukan kepada senior-senior himpunan, setiap kali acara penerimaan anggota baru, para anggota baru itu biasanya ditugaskan mengumpulkan tanda-tangan senior. Hampir tidak pernah ada tugas mengumpulkan tanda-tangan dosen dan karyawan. Kalau ini dilakukan, tentu mahasiswa mengenal lingkungannya dengan baik.

Gejala apakah ini? Tidak peduli lingkungan? Tidak mau tahu? Malas menghafal nama? Kalau menurut saya itu karena banyak anak-anak sekarang tidak dibiasakan menyapa orang-orang di sekelilingnya. Kebiasaan menyapa adalah kebiasaan yang baik. Anak-anak sebaiknya dibiasakan mengenal orang-orang di sekelilingnya, mengingat namanya, dan menyapanya ketika bertemu. Sejak kecil mereka harus diajarkan pentingnya menghargai orang lain. Ada kesan mendalam jika seseorang dipanggil dengan namanya, apalagi oleh orang lain yang jauh perbedaan kedudukannya. Memanggil orang dengan namanya menunjukkan kita telah menempatkannya menjadi orang yang dihargai, sama dengan diri kita sendiri yang juga ingin juga dihargai orang lain.

Kisah Nyata ini diambil dari sebuah catatan Bapak Munir di Blognya.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;