Saya pernah membaca sebuah
artikel menarik yang berjudul “Pelajaran Penting”. Penulisnya tidak diketahui,
maklum artikel ini saya peroleh dari e-mail yang lalu lalang di
milis-milis. Pelajaran penting pertama adalah mengingat banyak orang. Begini
cuplikannya:
Pada bulan ke-2 diawal
kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena
kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan
soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir. Isi Soal terakhir ini adalah :
Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?. Saya yakin
soal ini cuma “bercanda”. Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut
gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya… ?
Saya kumpulkan saja kertas
ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai,
seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan
“dihitung” atau tidak. “Tentu Saja Dihitung !!” kata si Profesor. “Pada
perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting ! Semua
harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman,
atau sekilas “hallo”! Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu,
bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah “Dorothy”.
Nah, itu dia pelajaran
pentingnya, yakni pentingnya kita mengenal nama-nama orang yang kita temui
dalam hidup ini. Sekecil apapun perannya, mereka telah ikut berjasa
mengantarkan kita menjadi orang sukses. Suatu kali, ketika akan memulai
mengajar, seorang pegawai teknisi masuk kelas untuk memasang laptop dan
proyektor LCD. Begitulah tugasnya setiap kali ada kuliah. Setelah pegawai itu
pergi, saya tanya kepada mahasiswa, apakah mereka tahu nama Bapak tadi. Tidak
ada yang tahu. Padahal, tanpa mereka tentu kuliah tidak berjalan sempurna
karena tidak ada LCD yang bisa memproyeksikan Powerpoint. Ujung-ujungnya
mahasiswa juga yang tidak mendapat layanan kuliah dengan baik, bukan?
Hal yang sama terjadi
ketika ada seminar Tugas Akhir atau seminar Kerja Praktek. Mahasiswa yang akan
seminar biasanya akan meminta pegawai teknisi untuk memasang laptop dan LCD.
Mereka datang ke bagian teknisi dan celinagk-celinguk mencari pegawai mana yang
mengurusi soal pemasangan itu. Karena tidak tahu nama, maka mahsiswa hanya
memanggil “Pak” saja, tanpa pakai nama. “Pak, tolong pasangin infocus, dong”,
kata mahasiswa itu ke seorang pegawai. Untunglah pegawai di kantor saya umumnya
ramah-ramah (benar lho, pegawai di IF adalah orang-orang yang sangat
sabar dan baik), jadi mereka akan layani mahasiswa dengan baik. Saya tanya
kepada mahasiswa, apakah dia tahu nama pegawai itu? Tidak tahu.
Sebenarnya kejadian di atas
belum seberapa “parah”. Banyak juga mahasiswa tidak kenal nama dosen yang
mengajarnya. Ketika saya menjadi dosen wali TPB, saya tanyakan kepada mahasiswa
siapa nama dosen yang mengajar Kimia atau Fisika di kelasnya? Tidak tahu. Hanya
beberapa orang yang mengingat nama dosennya dengan baik. Lalu saya tanya, siapa
nama rektor ITB. Luar biasa, sebagian besar mereka tidak hafal nama rektornya
sendiri.
Mahasiswa kami di
Informatika kebanyakan hanya mengenal dengan baik nama dua pegawai, yaitu Pak
Rasidi dan Pak Ade. Nama pertama dikenal karena mahasiswa yang membutuhkan
surat keterangan, transkip nilai, kerja praktek, pasti berhubungan dengan Bapak
itu. Nama kedua dikenal karena mahaisswa yang mengambil Tugas Akhir pasti
berhubungan dengan Pak Ade untuk urusan yang menyangkut TA (jadwal seminar,
jadwal sidang, kartu tugas akhir, laporan TA, dll). Pegawai yang lain tidak
dikenal namanya oleh mahasiswa. Wajar juga sih, karena mahasiswa tidak intens
berhubungan dengan mereka. Tapi, siapa yang menyadari bahwa orang-orang
yang tidak dikenal itu ikut berjasa mengantarkan mereka menyelesaikan kuliah di
sini. Saya pernah memberi masukan kepada senior-senior himpunan, setiap kali
acara penerimaan anggota baru, para anggota baru itu biasanya ditugaskan
mengumpulkan tanda-tangan senior. Hampir tidak pernah ada tugas mengumpulkan
tanda-tangan dosen dan karyawan. Kalau ini dilakukan, tentu mahasiswa mengenal
lingkungannya dengan baik.
Gejala apakah ini? Tidak
peduli lingkungan? Tidak mau tahu? Malas menghafal nama? Kalau menurut saya itu
karena banyak anak-anak sekarang tidak dibiasakan menyapa orang-orang di
sekelilingnya. Kebiasaan menyapa adalah kebiasaan yang baik. Anak-anak
sebaiknya dibiasakan mengenal orang-orang di sekelilingnya, mengingat namanya,
dan menyapanya ketika bertemu. Sejak kecil mereka harus diajarkan pentingnya
menghargai orang lain. Ada kesan mendalam jika seseorang dipanggil dengan
namanya, apalagi oleh orang lain yang jauh perbedaan kedudukannya. Memanggil
orang dengan namanya menunjukkan kita telah menempatkannya menjadi orang yang
dihargai, sama dengan diri kita sendiri yang juga ingin juga dihargai orang
lain.
Kisah Nyata ini diambil dari sebuah
catatan Bapak Munir di Blognya.
Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar