Senin, 01 Oktober 2012

Menyesal, karena Doa Kita Terkabul


Suatu waktu temanku bercerita dengan nada mengeluh tentang putrinya, Zahra (3 tahun). Menurutnya Zahra sangat nakal, manja, cengeng, dan sama sekali tidak mau berpisah dengannya bila dia ada di rumah. Tetapi saat ibunya bekerja dan ia ditinggal di rumah bersama pengasuh, Zahra menjadi anak yang manis.

Itu bukan cerita aneh, hampir semua anak berperilaku demikian, tak terkecuali anakku. Kubiarkan temanku bercerita sampai puas tentang anaknya. Setelah selesai, aku berkomentar, “Bukankah itu do’amu?”

Temanku terperangah dan menyangkal, “Ah Masa! Nggak, ah. Aku tidak berdo’a seperti itu.”  Aku menjawab dengan mantap, “Bukankah sadar atau tidak hati kita sebagai ibu akan berbisik, ‘Nak, jangan nakal ya kalau Umi pergi.” Atau, “Nanda, jangan rewel ya kalau bunda ke luar rumah, Sayang, jangan cengeng ya kalau Mama sedang pergi; dan sejenisnya’. Nah, bukankah ucapan ibu untuk anaknya itu menjadi do’a yang makbul?”

Akhirnya temanku mengiyakan. Selanjutnya tinggal aku menambahkan saja. “Kalau kamu mau ubahlah do’amu, misalnya ‘nak jangan nakal ya kalau ibu ada di rumah, menangislah asal ibu tidak mendengar’.”

Temanku hanya tersenyum. Langsung kuterjemahkan, “Pasti kamu tidak akan sanggup. Kita sebagai ibu akan merasa tenang jika meninggalkan buah hati kita dalam keadaan manis, tidak rewel, tidak nakal dan tidak cengeng.”

Perilaku cengeng, nakal, rewel, dan manja pasti melekat pada setiap anak. Jika ibunya berdoa agar tidak bersifat seperti itu ketika ditinggal pergi, tentu tertahanlah sifat itu pada si anak. Namun, si anak lantas melampiaskan dan mencurahkan kecengengan, kenakalan, kerewelan serta kemanjaannya saat bersama ibunya.

Seringkali sebagai ibu, kita lupa akan do’a yang kita ajukan pada Allah SWT. Misalnya, do’a untuk kesehatan dan kekuatan buah hatinya. Namun ketika si upik ngompol dan BAB di pangkuan sementara sang ibu baru saja hendak melaksanakan sholat, muncullah kekesalan di hatinya. Padahal, bukankah kalau si upik tidak pipis dan BAB justru akan membuatnya menderita, akan membuatnya sakit?  Juga, ketika buah hatinya berlari-lari tidak mau duduk diam, mengacak-acak barang di rumah, main panjat-panjatan dan sebagainya, sang ibu mengeluh capek dan kesal hatinya. Padahal, bukankah itu pertanda anak kita sehat? Coba bayangkan jika anak hanya tergolek di tempat tidur tanpa bisa melakukan apa-apa. Tidak bermain, tidak berlari, tidak membuat ‘kerusuhan-kerusuhan’ kecil seperti mengacak-acak pakaian yang telah diseterika, memanjat meja dan banyak lagi…alangkah menderitanya hati ibunya.

Semua ibu pasti menginginkan anaknya pandai dan cerdas. Dan seorang ibu pasti berdo’a demikian. Tapi sayangnya ketika sang anak yang sedang belajar berbicara menanyakan sesuatu pada ibunya dan kemudian mengulang-ulang terus pertanyaan yang sama, sang ibu lebih kerap menjadi kesal dan menjawab sekenanya. Bahkan kadangkala diiringi nada tinggi yang disertai ancaman untuk tidak bertanya lagi. Bagaimana kecerdasan anak akan berkembang?

Semua memahami kalau doa ibu untuk anak-anaknya itu insya Allah akan dikabulkan Allah, tetapi sayangnya ketika doa itu terkabul kita justru tidak menyadari, bahkan mengeluh dan tidak bersyukur atas terkabulnya doa kita.

Penulis : Ummu Fani


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;