Suatu waktu temanku bercerita
dengan nada mengeluh tentang putrinya, Zahra (3 tahun). Menurutnya Zahra sangat
nakal, manja, cengeng, dan sama sekali tidak mau berpisah dengannya bila dia
ada di rumah. Tetapi saat ibunya bekerja dan ia ditinggal di rumah bersama
pengasuh, Zahra menjadi anak yang manis.
Itu bukan cerita aneh, hampir
semua anak berperilaku demikian, tak terkecuali anakku. Kubiarkan temanku
bercerita sampai puas tentang anaknya. Setelah selesai, aku berkomentar,
“Bukankah itu do’amu?”
Temanku terperangah dan
menyangkal, “Ah Masa! Nggak, ah. Aku tidak berdo’a seperti itu.” Aku menjawab dengan mantap, “Bukankah sadar
atau tidak hati kita sebagai ibu akan berbisik, ‘Nak, jangan nakal ya kalau Umi
pergi.” Atau, “Nanda, jangan rewel ya kalau bunda ke luar rumah, Sayang, jangan
cengeng ya kalau Mama sedang pergi; dan sejenisnya’. Nah, bukankah ucapan ibu
untuk anaknya itu menjadi do’a yang makbul?”
Akhirnya temanku mengiyakan.
Selanjutnya tinggal aku menambahkan saja. “Kalau kamu mau ubahlah do’amu,
misalnya ‘nak jangan nakal ya kalau ibu ada di rumah, menangislah asal ibu
tidak mendengar’.”
Temanku hanya tersenyum. Langsung
kuterjemahkan, “Pasti kamu tidak akan sanggup. Kita sebagai ibu akan merasa
tenang jika meninggalkan buah hati kita dalam keadaan manis, tidak rewel, tidak
nakal dan tidak cengeng.”
Perilaku cengeng, nakal, rewel,
dan manja pasti melekat pada setiap anak. Jika ibunya berdoa agar tidak
bersifat seperti itu ketika ditinggal pergi, tentu tertahanlah sifat itu pada
si anak. Namun, si anak lantas melampiaskan dan mencurahkan kecengengan,
kenakalan, kerewelan serta kemanjaannya saat bersama ibunya.
Seringkali sebagai ibu, kita lupa
akan do’a yang kita ajukan pada Allah SWT. Misalnya, do’a untuk kesehatan dan
kekuatan buah hatinya. Namun ketika si upik ngompol dan BAB di pangkuan
sementara sang ibu baru saja hendak melaksanakan sholat, muncullah kekesalan di
hatinya. Padahal, bukankah kalau si upik tidak pipis dan BAB justru akan
membuatnya menderita, akan membuatnya sakit?
Juga, ketika buah hatinya berlari-lari tidak mau duduk diam,
mengacak-acak barang di rumah, main panjat-panjatan dan sebagainya, sang ibu
mengeluh capek dan kesal hatinya. Padahal, bukankah itu pertanda anak kita
sehat? Coba bayangkan jika anak hanya tergolek di tempat tidur tanpa bisa
melakukan apa-apa. Tidak bermain, tidak berlari, tidak membuat
‘kerusuhan-kerusuhan’ kecil seperti mengacak-acak pakaian yang telah
diseterika, memanjat meja dan banyak lagi…alangkah menderitanya hati ibunya.
Semua ibu pasti menginginkan
anaknya pandai dan cerdas. Dan seorang ibu pasti berdo’a demikian. Tapi
sayangnya ketika sang anak yang sedang belajar berbicara menanyakan sesuatu
pada ibunya dan kemudian mengulang-ulang terus pertanyaan yang sama, sang ibu
lebih kerap menjadi kesal dan menjawab sekenanya. Bahkan kadangkala diiringi
nada tinggi yang disertai ancaman untuk tidak bertanya lagi. Bagaimana
kecerdasan anak akan berkembang?
Semua memahami kalau doa ibu
untuk anak-anaknya itu insya Allah akan dikabulkan Allah, tetapi sayangnya
ketika doa itu terkabul kita justru tidak menyadari, bahkan mengeluh dan tidak
bersyukur atas terkabulnya doa kita.
Penulis
:
Ummu Fani
Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar