Memahami
Rahmat Islam
“Dan tidaklah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS 21: 107). Ayat
di atas sering dijadikan hujjah bahwa Islam adalah agama rahmat. Itu benar.
Rahmat Islam itu luas, seluas dan seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun
juga pemahaman yang benar.
Sebagian orang secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak sengaja (karena pemahaman Islamnya yang tidak dalam), sering memaknai ayat tersebut diatas secara menyimpang. Mereka ini mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas. Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal dari seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat yang tetap mengaku Islam. Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah. Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah. Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat. Mencari Rahmat Islam
Allah SWT berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.
Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari
universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat. Rahmat Allah
yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Allah telah
mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil
petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang
bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).
Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah mendapat
petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat dengan arti yang
seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak bentuk.
Pertama, manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah yang
luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa manhaj
yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia, jauh dari kesusahan dan
menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki. Allah SWT berfirman, “Kami
tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi
sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (QS. Thahaa: 2-3).
Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3).
Kedua, al-Qur'an.
Al-Qur'an telah meletakkan
dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi kehidupan
manusia yang selalu dinamis. Kitab suci terakhir ini memberikan kesempatan
bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap hukum-hukum
yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari
tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga kesempatan untuk menemukan
inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan
kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul
atau pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa kita pahami bahwa
al-Qur'an itu benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada satu pun
masalah dalam kehidupan ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan
solusi. Allah berfirman, “Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam
Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan,” (QS al-An’aam: 38).
Dalam ayat lain berbunyi, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS an-Nahl: 89).
Ketiga, penyempurna kehidupan manusia
Di antara rahmat Islam adalah
keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya sebagai
khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi
kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi potensi
manusia. Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak
pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk
kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).
Islam memberi petunjuk mana
yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia sering tidak mengetahuinya.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).
Keempat, jalan untuk kebaikan.
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa
ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia
dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan Islam tersebut memiliki
beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat, kewajiban amar ma’ruf
nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa, dan sebagainya.
Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya,” (QS al-Baqarah: 286). Pada dasarnya, kewajiban
tersebut hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. “Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,” (QS al-Isra’: 7).
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri. Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan. Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut. Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216). Hendaknya kita jujur dalam mengungkapkan sebuah istilah. Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata ‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.
|
Niyaz
Kahlil
Harapan
dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar