Ketika saya
di sekolah dasar, saya terlibat dalam sebuah perdebatan seru dengan seorang
teman saya di kelas. Saya sudah lupa perdebatan tentang apa, tapi saya tidak
pernah lupa pelajaran yang saya dapat hari itu.
Saat itu saya
yakin kalau saya benar dan dia salah. Begitu juga dia yang yakin bahwa dirinya
benar dan saya yang salah. Akhirnya guru kami memutuskan untuk memberi
pelajaran penting kepada kami. Dia membawa kami ke depan kelas dan menempatkan
teman saya pada sisi mejanya, sedangkan saya berada pada sisi lainnya. Di
tengah-tengah mejanya ada sebuah benda yang lebar dan bundar. Saya bisa
melihatnya dengan jelas bahwa benda itu berwarna hitam. Guru saya bertanya
kepada teman saya, benda itu berwarna apa.
"Putih",
dia menjawab.
Saya tidak
bisa percaya dia mengatakan kalau warna benda itu putih, ketika saya melihat
benda itu benar-benar hitam! Perdebatan berikutnya mulai terjadi antara saya
dan teman saya itu. Dan kali ini tentang warna benda yang kami lihat.
Guru kami
menyuruh saya untuk berdiri di tempat teman saya berdiri dan sebaliknya
menyuruh teman saya berdiri di tempat saya berdiri. Kami bertukar tempat, dan
sekarang guru kami bertanya kepada saya tentang warna benda itu.
Dan saya
terpaksa menjawab, "Putih". Benda itu adalah sebuah benda dengan dua
sisi yang berbeda warna, dan dari sudut pandang teman saya tadi, berwarna
putih. Sedangkan dari sudut pandang saya berwarna hitam.
Guru saya
mengajarkan saya sebuah pelajaran yang berharga hari itu : Kamu harus berdiri
di sisi lain dimana temanmu berdiri dan melihat suatu keadaan sesuai pandangan
mereka untuk mengerti apa perspektif mereka.
By Judie
Paxton
from Chicken
Soup for the Kid's Soul
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar