"Maka ceritakanlah kepada
mereka kisah-kisah itu agar mereka berfikir".
(Al-A'raaf, 176)
Dari zaman nabi Adam sampai
sekarang ini kita tidak bisa terlepas dari kisah. Kisah banyak terdapat di
sekeliling kita. Kisah para nabi-nabi yang membawa pada jalan kebaikan dan
rahmat bagi umat. Kisah Habil dan Kabil yang membawa permusuhan dan pertumpahan
darah. Kisah Firaun, Haman dan Karun yang melahirkan kezaliman dan kesombongan.
Kisah kaum ‘Aad dan Tsamud yang menjadi ibrah dan
contoh. Kisah para sahabat Rasulullah yang patut diambil sebagai hikmah. Kisah
tabi’in, ulama
dan para wali-wali yang tidak bisa terpisah dari kenyataan hidup.
Singkatnya, Manusia ini, begitu
kaya dengan kisah-kisah dan hikmah. Hidup para wali yang disebut dalam manakib
adalah kisah. Sejarah para sahabat dan tabi'in adalah kisah. Pejuangan
Rasulallah dalam da'wahnya adalah kisah. Hijrah beliau ke Madinah penuh dihiasi
dengan kisah. Peperangan beliau melawan kafir Quraisy adalah kisah. Ashhabul
Kahfi yang tertidur di dalam goa selama 309 tahun adalah kisah. Sebagian besar
isi al-Qur'an adalah kisah. Bahkan ada surat tersendiri dalam al-Qur'an tentang
kisah-kisah yang diberi nama surat al-Qashash.
Sayangnya, semakin dekat kita
kepada akhir zaman, semakin tak berarti kisah-kisah. Kisah hanya dijadikan
dongeng dan cerita kosong. Kisah hanya diutarakan dan dibawakan tanpa menghasilkan
apa-apa. Kisah seolah-olah terpisah dari kenyataan hidup. Kisah seolah-olah
terlepas dari realitas peradaban manusia. Bahkan yang lebih parah lagi, kisah
hanya berfungsi sebagai cerita pengantar bobo atau tidur belaka.
Kisah tantang nabi Adam di sorga
yang mendapat kedudukan tinggi melebihi para malaikat, sehingga Allah
memerintahkan mereka sujud kepada Adam. Tapi tipu daya syaitan lebih kuat dari
perintah yang telah diberikan kepadanya. Karena melanggar perintah Allah,
mereka tergelicir dan mengakibatkan keduanya keluar dari surga. Allah menyuruh
mereka turun ke dunia. Anehnya, kisah ini seolah-olah hanya cukup didengar
sepintas-lalu, kemudian dilupakan.
Kisah kesombongan Firaun yang
telah mengaku sebagai Tuhan di bumi dan mengingkari ajaran nabi Musa yang telah
diturunkan kepadanya alkitab atau Taurat. Tapi, Firaun telah berlaku angkuh .
Allah telah menghukum Firaun dan bala tentaranya dengan ditenggelamkan kedalam
laut. Allah telah membinasakan generasi- generasi yang terdahulu untuk mejadi
pelita bagi manusia, petunjuk dan rahmat . Sayangnya, kisah ini hanya
diutarakan dan dibawakan tanpa menghasilkan i'tibar atau contoh.
Kisah kaum ‘Aad yang
telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan mengingkari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Mereka mendurhakai nabi Huud yang telah diutus
kepada mereka dan menentang kebenarannya. Dan diakhiri kisah ini dengan Allah
telah memberikan baginya kutukan di dunia dengan meniupkan angin yang amat
gemuruh dan diturunkan baginya azab dengan petir yang menimpa mereka. Anehnya
lagi, kisah ini seolah-olah terpisah dari kenyataan hidup, kisah ini hanya
ditanggapi sebagai dongeng atau cerita.
Ada lagi kisah kaum Tsamud yang
telah menentang perintah nabi Sholeh dengan membunuh unta betina yang
diturunkan sebagai mu’jizat, Allah telah beri petunjuk tetapi
mereka lebih menyukai kesesatan dari pada pentunjuk itu. Kemudian turun azab
dari Allah atas perbuatan mereka dengan diberikan kepada mereka satu suara
keras (petir) yang menyambar sehingga mereka mati bergelimpangan di rumah-
rumah mereka. Pula sayangnya, kisah ini seolah-olah terlepas atau terpisah dari
kenyataan hidup suatu bangsa.
Kisah Habil dan Kabil merupakan
kisah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia terjadi terhadap kedua putera
nabi Adam as. Kisah pertikaian Habil dan Kabil terjadi disebabkan karena hal
yang sepele yaitu Allah hanya menerima kurban salah seorang dari mereka berdua
(kurban Habil) dan tidak diterima dari yang lain (kurban Kabil), sehingga
terjadi iri dengki dan hasut. Maka timbullah hawa nafsu Kabil untuk membunuh
saudarannya Habil dan terjadilah pertumpah darah dan malapetaka besar akibat
pembunuhan itu. Tapi sayangnya, kisah ini hanya ditanggapi sebagai cerita,
seolah-olah terlepas dari realitas peradaban manusia.
Kisah para sahabat Nabi, lima
belas abad silam, lahir tidak hanya sekedar untuk didengar. Tapi kisah mereka
tercipta agar bisa dijadikan teladan dan contoh untuk menambah kekuatan iman.
Kisah yang menceritakan tentang teguhnya pendirian mereka tentang suatu kehidupan
abadi dan cinta yang murni. Kisah mereka seharusnya selalu berada di hati-hati
kita agar bermanfaat dan bernilai bagi masa depan. Karena sebagus-bagusnya
generasi, menurut hadist Nabi saw, adalah generasi sahabat Rasulallah, kemudian
generasi berikutnya.
Contohnya, kisah Umar bin
Khattab, seorang khalifah yang menjelma menjadi kisah-kisah kebaikan yang
pernah lahir dan ada. Kisah tentang keadilan beliau yang tak hanya didengarkan
lalu selesai. Kisah tentangkejujuran beliau yang tak hanya didengungkan lalu
hilang. Kisah tentang kesederhanaan beliau yang tak hanya jadi cerita kosong.
Beliau menjadi kisah indah tentang kejujuran yang tak berkesudahan. Beliau
menjadi kisah indah tentang kesederhanaan yang tak ternilai. Beliau menjadi
kisah indah tentang keadilan yang tak terbatas. Kisah tentang seorang Amirul
Mukminin yang berkeliling di malam hari, memeriksa rakyat dari rumah ke rumah
dengan berjalan kaki. Sayangnya, kisah beliau seolah olah hanya cukup dikagumi
sebagai pemimpin umat.
Di lain contoh, kita mendengar
kisah kebesaran cinta murni yang tertanam kokoh di diri seorang pembawa suara
hak ( adzan ), Bilal bin Rabah. Kisah cinta beliau ini tampak ketika Rasulullah
berpulang ke rahmatullah. Ketika masuk waktu shalat Bilal berdiri dan
mengumandangkan adzan. Jasad Nabi SAW masih terbungkus dangan kain kafan dan
belum dimakamkan. Pada saat itu, Bilal hanya mampu mengucapkan adzan sampai “Asyhadu anna
Muhammadan Rasulullah”. Ia tidak mampu menyempurnakan adzan seperti
biasanya. Ia menangis dan menangis, setelah tiga hari berlalu, Bilal baru mampu
mengumandangkan kembali panggilan shalat seperti semula. Walau setiap sampai
pada kalimat yang mengingatkanya pada orang yang paling dicintainya, Bilal
selalu menangis hingga tak kuasa menyempurnakan adzannya. Herannya, Kisah ini
hanya bisa dijadikan sebagai dongeng dan cerita kosong. Sekali lagi sayangnya,
kisah ini hanya bisa membuat geleng kepala orang-orang yang mendengar.
Dulu, Al-Imam Muhajir Ahmad bin
Isa yang terbang dari wadi ke wadi yang lain membawa kisah dan memberi
peringatan tak kenal lelah. Ia berhijrah dari Irak meninggalkan harta dan
keluarganya menuju ke Makkah, Madinah, dan kemudian ke Yaman. Ia berkisah
tentang hidup zuhud, hidup sederhana dan pentingnya menegakkan perintah Allah
dan Rasul Nya. Kisah beliau seperti suara alarm jam, membuat siapa saja bangun
dan tersadar dari tidurnya. Kisah beliau tidak sekedar cerita atau dongeng,
tapi punya kekuatan untuk merubah.
Begitu pula anak cucunya yang
berterbaran di seluruh pelosok dunia. Mereka membawa risalah, panji dan bendera
Rasulallah untuk menyebarkan agama Allah. Perjalanan mereka telah menjelma
menjadi kisah-kisah kebaikan yang pernah lahir dan ada. Kisah mereka tentang
zuhud, tentang kesederhanaan, dan tentang takwa tak hanya didengar dan dibaca,
tapi kisah mereka telah menjadi kisah indah yang selalu dikenang sepanjang
masa.
Kisah-kisah tak seharusnya
menjadi cerita dan dongeng belaka. Kisah-kisah tak sewajarnya hanya tertulis di
buku buku sejarah, tanpa memberi teladan dan hikmah. Kisah harus kita jadikan
sebagai pelita yang menerangi jalan untuk menuju penghidupan mulia dan
menciptakan satu kebaikan dan perilaku yang mulia. Kisah tak boleh dibiarkan
menjadi dongeng dan cerita yang hilang berlalu seiring dengan masa.
Kejayaan dan kehebatan di masa
lalu akan terulang kembali, jika kebaikan dan hikmah dalam kisah masa lalu bisa
dipetik. Keunggulan dan keberhasilan umat ini akan lahir kembali ketika kisah
tak hanya menjadi cerita. Kehancuran yang pernah terjadi di masa silam akan
terulang sekali lagi , jika kita tak lagi menengok ke belakang dan belajar dari
kisah-kisah kehancuran suatu bangsa.
Maka, seharusnya kisah menjadi
kisah yang mampu merubah hidup dan menjadi hikmah yang bisa dipetik. Sudah
seharusnya kita tidak menjadikan kisah sebagai dongeng atau cerita saja, tapi
kita sebagai manusia yang berakal dan berfikir harus bisa meraih sebanyak
mungkin hikmah dari kisah kisah.
Wallahu’alam,
Hasan Husen Assagaf
Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar