Senin, 01 Oktober 2012

Rasulullah SAW saja Poligami


Hakikat pertama yang tidak pernah dibantah ialah bahwa Rasulullah SAW menikah dengan istrinya yang pertama, Khadijah binti Khuwailid ketika Khadijah berumur 40 tahun sedangkan Rasulullah SAW masih berumur 25 tahun, atau menurut setengah riwayat 23 tahun.

Jika Nabi Muhammad SAW seorang lelaki yang bernafsu besar, seperti yang diandaikan oleh musuh-musuh Islam, niscaya perkawinan mereka tidak kekal selama 25 tahun sehingga Khadijah berumur  65 tahun dan baginda berumur 50 tahun.

Selama itu tidak pernah disebut sejarah bahwa baginda ingin menambah istri lagi, padahal Khadijah lebih tua sejauh 15 tahun dan baginda masih kuat beristri beberapa orang lagi menurut kebiasaan orang Arab pada masa itu.

Seorang yang bernafsu besar biasanya akan berbuat demikian. Bagi baginda, masa untuk menambah istri selama menjadi suami Khadijah memang cukup banyak, karena sudah 17 tahun nikah dengan Khadijah barulah baginda mulai menerima wahyu.

 Tetapi sebaliknya hanya sesudah Khadijah wafat barulah baginda menikah lagi, namun istri barunya itu pun bukan seorang wanita muda yang cantik, tetapi seorang janda yang bernama Suadah binti Zam'ah, yang umurnya hampir sebaya dengan Khadijah sendiri.

Apakah logik, seorang lelaki yang bernafsu besar akan memilih wanita tua untuk mengantikan tempat istri pertama yang sudah wafat? Jawabnya tentulah tidak.

Tetapi hakikat ini tidak diambil kira oleh para penulis orientalis, sebaliknya mereka membuat rumusan sendiri kononnya Nabi Muhammad SAW adalah seorang lelaki yang berwatak besar segala-galanya, termasuk nafsunya bahkan sangat romantis pula.

Tidak pernah terdengar sepanjang masa mudanya bahwa baginda pernah tergoda oleh kecantikan wanita sedangkan pada waktu itu wahyu belum turun dan wanita-wanita di sana belum menutup aurat, malah seperti di tempat lain mereka juga gemar melahirkan perhiasan tubuh mereka untuk memikat pandangan lelaki. Hanya sesudah Islam daulah islamiyah tegak di Madinah barulah amalan jahiliah itu dilarang.

Sebelum wahyu turun Nabi Muhammad SAW belum mempunyai hubungan lagi dengan Tuhannya, dan baginda tidak tertakluk pada perintah atau teguran-Nya. Dan Khadijah pun tidak mungkin dapat melarangnya beristri lagi, karena poligami adalah amalan biasa bagi golongan bangsawan Arab ketika itu.

Nyata bahwa Nabi Muhammad SAW bukan seorang lelaki biasa, tetapi seorang lelaki yang mempunyai pribadi yang luar biasa dan berakhlak mulia. Wataknya adalah watak seorang Rasul dan seorang pemimpin ummah yang paling besar dalam sejarah manusia.

Oleh itu apabila baginda nikah dengan Suadah sesudah kematian Khadijah, motif pernikahan itu bukan motif kebanyakkan lelaki lain, yaitu untuk mengganti istrinya yang pergi dengan istri atau istri-istri yang lebih baik, lebih cantik atau lebih membawa bahagia.

Sebaliknya, ketika baginda beistri lagi umur baginda sudah 50 tahun, dan Saudah, istri barunya itu lebih tua daripada umur baginda. Kemudian baginda beristri lagi berturut-turut seramai tujuh orang dalam jangka masa lima tahun, dan dalam tempo tujuh tahun baginda menikahi hingga sembilan orang istri.

Kejadian ini memang luar biasa. Secara rambang mungkin boleh dikatakan bahwa baginda seolah-olah secara tiba-tiba bertukar watak dan akhlak. Baginda menjadi gemar menambah istri dan gemar hidup dengan begitu ramai wanita, sedangkan selama lebih 25 tahun beliau cukup dengan Khadijah seorang saja.

Nyata bahwa kesemua pernikahan baginda itu semata-mata adalah sebagian daripada rancangan besar dakwahnya demi memenuhi tugas kerasulannya, sedangkan kerasulan adalah suatu tanggungjawab yang amat berat.

Oleh itu gambaran yang dilukiskan oleh para orientalis Barat dalam tulisan mereka mengenai poligami Nabi Muhammad SAW itu adalah meleset belaka, terutama bila dipadankan dengan nilai ajaran atau risalah yang disampaikannya kepada manusia.

Memang nyata sekali bahwa Muhammad SAW bukan hanya seorang lelaki yang luar biasa, bahkan sebagai Rasul pun hidupnya diatur oleh Allah swt untuk melalui liku-liku kehidupan yang tidak dilalui oleh lelaki biasa.

Di antara yang luar biasa itu ialah bahwa pernikahannya dengan Khadijah telah memberi baginda keturunan lelaki dan perempuan sampai baginda berumur 50 tahun. Keturunan baginda itu hanya dengan seorang istri saja, tidak dengan istri-istri yang lain.

Kemudian ketika baginda berumur 60 tahun tiba-tiba Mariah, jariah yang dihadiahkan kepadanya oleh Raja Mesir, melahirkan anak lelaki yang diberi nama Ibrahim, sempurna nama nindanya Nabi Ibrahim a.s.

Istri-istri baginda yang lain tidak memberi seorang pun keturunan kepadanya, pada hal di antara mereka ada yang muda dan ada yang pernah hamil dan melahirkan anak dengan bekas suami masing-masing.

Bagaimana hakikat kehidupan yang aneh ini dapat ditafsirkan oleh kita, karena jalan hidup Rasulullah SAW itu tidak menurut undang-undang alam, karena undang-undang alam biasanya memungkinkan baginda mempunyai keturunan daripada istri-istri atau salah seorang istrinya yang sembilan orang itu.

Tetapi Allah menguasai seluruh alam dan undang-undangNya. Allah melakukan sekehendak-Nya, dan Allah mengatur hidup Rasulullah SAW sedemikian rupa sehingga baginda tidak diizinkan mempunyai keturunan daripada kesemua istrinya itu lagi sesudah Khadijah kecuali, Mariah.

Sebagai suami sudah tentu jiwa Muhammad SAW pun sangat ingin beroleh seorang atau beberapa orang putra lagi, sekalipun baginda seorang Nabi dan Rasul, apalagi baginda sudah dianggap sebagai bapa bagi seluruh kaum muslimin.

Begitu sekali kehidupan baginda diatur oleh Allah hingga keinginannya itu dikabulkan juga dengan kelahiran Ibrahim ketika baginda berusia 60 tahun. Tetapi tanpa di ketahui oleh baginda, rupanya Ibrahim dikurniakan hanya untuk menghiburkan hatinya dalam usia yang lanjut itu saja, bukan untuk jadi penyambung keturunannya sesudah baginda pergi.

Maka poligami Rasulullah SAW  dengan sembilan orang istri dalam jangka masa tujuh tahun sebelum baginda wafat telah diatur oleh Allah dengan tujuan dan matlamat tertentu, yang sudah tentu tidak seperti andaian atau tuduhan musuh-musuh Islam bahwa poligaminya itu hanya didorong oleh hawa nafsu. 


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;