Minggu, 01 April 2012

Kisah Sufi (Part 2)


Kau Akan Bersama Dengan Yang Kau Cintai

Pada suatu hari, salah seorang pengikut Nabi Isa as berdakwah di sebuah kota kecil. Orang-orang memintanya untuk melakukan mukjizat; menghidupkan orang mati, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Isa.

Pergilah mereka ke pemakaman dan berhenti di sebuah kuburan. Santri Nabi Isa itu lalu berdoa kepada Tuhan agar mayat dalam kuburan tersebut dihidupkan kembali. Mayat itu bangkit dari kuburnya, melihat ke sekeliling, dan berteriak-teriak, ?Keledaiku! Mana keledaiku?? Ternyata semasa hidupnya, orang itu sangat miskin dan harta satu-satunya yang paling ia cintai adalah keledainya.

Santri Nabi Isa itu lalu berkata kepada orang-orang yang menyertainya, Engkau pun kelak seperti itu. Apa yang kau cintai akan menentukan apa yang akan terjadi denganmu saat engkau dibangkitkan. Anta ma'a man ahbabta. Di hari akhir nanti, engkau akan bersama dengan yang kau cintai.


Asal Api di Neraka

Bahlul, sufi pandir yang bijaksana, suatu hari bertemu dengan khalifah Harun Al-Rasyid. “Habis dari mana kau, Bahlul?” tanya sang penguasa. “Dari neraka,” jawab sufi itu dengan enteng. “Apa yang kau lakukan di sana?” Bahlul menjelaskan, “Saya memerlukan api, Tuan. Jadi saya fikir lebih baik saya pergi ke neraka untuk meminta sedikit percikan api. Tapi Penjaga Neraka berkata: Kami tak punya api di sini. Tentu saja saya tanya: Lho, kok begitu? Bukankah neraka tempat yang penuh dengan api?

Penjaga Neraka menjawab: Begini, sebenarnya di sini tak ada api sedikit pun. Setiap orang yang datang ke sini membawa apinya masing-masing.


Sedekah Seluruh Tubuh

Imam Ja’far Al-Shadiq as berkata, “Sedekah itu wajib dilakukan setiap anggota tubuhmu, untuk setiap helai rambutmu, dan untuk setiap saat dalam hidupmu.

“Sedekahnya mata berarti memandang dengan penuh pertimbangan dan memalingkan penglihatan dari nafsu dan hal-hal serupa itu. “Sedekahnya telinga adalah mendengarkan suara-suara yang baik, seperti ucapan-ucapan bijak, ayat-ayat Al-Quran, dan keutamaan agama yang terkandung dalam ceramah dan khutbah. Sedekahnya telinga juga berarti menghindari dusta, kepalsuan, dan perkataan-perkataan sejenis.

“Sedekahnya lidah adalah memberikan nasihat yang baik, membangunkan mereka yang lalai, memuji orang lain, dan mengingatkan mereka.”

“Sedekahnya tangan berarti menginfakkan harta kepada orang lain, bermurah hati dengan karunia Tuhan kepadamu, memakai jemarimu untuk menuliskan pengetahuan yang berguna bagi orang lain dalam ketaatan kepada Tuhan, dan juga berarti menahan tanganmu dari berbuat dosa.”

“Sedekahnya kaki berarti bergegas mengunjungi orang-orang soleh, menghadiri majlis-majlis ilmu, mendamaikan orang, menyambungkan silaturahmi, melaksanakan jihad, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menentramkan hatimu dan memperkuat imanmu….” 


Sultan dan Sufi

Alkisah, seorang Sultan sedang berparade di jalan-jalan utama kota Istanbul, dengan dikelilingi para pengawal dan tentaranya. Seluruh penduduk kota datang untuk melihat sang Sultan. Semua orang memberikan hormat ketika Sultan lewat, kecuali seorang Sufi yang amat sederhana.

Sang Sultan segera menghentikan paradenya dan menyuruh tentaranya untuk membawa Sufi  itu menghadap. Ia menuntut penjelasan mengapa Sufi  itu tak memberikan penghormatan kepadanya ketika ia lewat.

Sufi itu menjawab, "Biarlah semua orang ini menghormat kepadamu. Mereka semua menginginkan apa yang ada padamu; harta, kedudukan, dan kekuasaan. Alhamdulillah, segala hal ini tak berarti bagiku. Lagipula, untuk apa aku menghormat kepadamu apabila aku punya dua budak yang merupakan tuan-tuanmu?"

Semua orang di sekelilingnya ternganga. Wajah sang Sultan memerah karena marah. "Apa maksudmu?" bentaknya.

"Kedua budakku yang menjadi tuanmu adalah amarah dan keserakahan," ujar Sufi itu tenang seraya menatap kembali kedua mata Sultan. Sultan itu pun tersadar akan kebenaran ucapan orang itu dan ia balik menghormati sang Sufi.


Tertipu berulang Kali

Di suatu hari, seorang lelaki sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya. Ia berjalan dengan menuntun seekor domba di belakangnya. Seorang pencuri melihat hal ini. Ia mengendap-endap dan memutuskan tali kekangnya dan mengambil domba itu. Setelah beberapa saat, sang empunya domba menyadari bahwa miliknya telah hilang. Ia berlari ke sana kemari mencari dombanya dengan panik.

Sampailah ia pada sebuah sumur. Di tepi sumur itu ia melihat pencuri yang tadi mengambil dombanya tapi ia tak tahu bahwa orang itulah yang telah mencuri domba miliknya. Ia bertanya kepada orang itu apakah ia melihat seekor domba di sekitar tempat itu.

Pencuri itu tidak menjawab, ia malah menangis, bersimpuh di tepian sumur. "Mengapa kau menangis?" tanya pemilik domba kehairanan.

"Dompetku jatuh ke dalam sumur ketika aku menimba air. Jika kau dapat membantuku mengambilnya, aku akan berikan kau seperlima dari wang yang ada dalam dompet itu. Kau akan mendapatkan seperlima dari seratus dinar emas di tanganmu!"

Pemilik domba berfikir, "Wah, uang itu cukup untuk membeli lebih dari sepuluh domba! Bila satu pintu tertutup, sepuluh pintu lain akan terbuka."

Ia segera membuka pakaiannya dan turun ke dasar sumur. Tentu saja, di dalam sumur itu tak terdapat apa-apa. Dan si pencuri pun melarikan pakaian orang itu. Apabila satu kerugian saja membuatmu amat gelisah, maka kerugian-kerugian lain akan datang kepadamu dengan mudah. Setan menampakkan dirinya kepadamu dalam beragam penyamaran. Selamatkan dirimu kepada Tuhan dan Ia takkan menipumu.

Nabi Isa dan Dunia

Suatu saat, Nabi Isa as berjumpa dengan seorang wanita tua yang berwajah amat buruk. “Akulah dunia,” kata nenek tua buruk rupa itu. Isa as bertanya kepadanya, berapa orang suami yang pernah ia punyai. “Tak terhitung jumlahnya,” ia menjawab.

“Apakah suami-suamimu meninggal atau menceraikanmu?” Isa as bertanya lagi. “Tidak,” jawab nenek itu, “aku membunuh mereka semua.”

Lalu Isa as berkata, “Aku tak bisa mengerti. Mengapa masih saja ada orang yang tahu apa yang telah kau perbuat kepada manusia, tetapi mereka masih tetap menginginkanmu....”


Menuai Tanaman Dunia

Seorang yang dikenal amat kikir, suatu hari sedang duduk di pintu kedainya sambil menikmati secangkir kopi. Seorang gila menghampirinya dan meminta sedikit uang untuk membeli yoghurt. Pedagang kikir itu berusaha mengacuhkannya tetapi si gila tetap tak mau pergi dan malah membuat keramaian.

Orang-orang yang lewat dan melihat hal itu lalu menawarinya uang. Tapi si gila bersikeras bahwa ia hanya menginginkan uang dari si kikir. Akhirnya, si kikir memberinya sedikit uang receh untuk membeli yoghurt. Si gila kemudian meminta tambahan uang untuk membeli roti yang akan dimakannya bersama yoghurt itu. Pedagang kikir itu tentu saja sudah tak boleh membiarkan hal ini, dan ia tegas-tegas menolaknya.

Malamnya, orang kikir itu bermimpi. Dalam mimpinya, ia telah berjalan di dalam surga. Tempatnya sangatlah indah, penuh dengan sungai, pepohonan, dan bunga-bungaan. Setelah beberapa saat berjalan di sana, ia merasa lapar. Ia keheranan, di tengah semua keindahan surga, ia tak melihat sedikit pun makanan.

Ketika itu, muncullah seorang pemuda berwajah tampan bercahaya. Si kikir bertanya kepadanya, “Apakah ini benar-benar surga?” Pemuda itu mengiyakan. “Lalu, di mana gerangan segala makanan dan hidangan surga yang telah sering aku dengar itu?” tanya orang kikir itu lagi.

Pemuda tampan itu permisi sebentar. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa semangkuk yoghurt. Pedagang kikir lalu meminta roti untuk dimakan bersama yoghurt tapi pemuda itu menjawab, “Yang engkau kirimkan kemari hanyalah yoghurt ini saja. Seandainya engkau mengirimkan roti, tentu sekarang aku dapat menyuguhkanmu roti juga. Yang engkau dapatkan di sini adalah apa yang engkau tanam sewaktu di dunia.”

Si kikir terbangun dari mimpinya. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Sejak saat itu ia menjadi salah seorang yang paling dermawan di kotanya. Diberikannya makanan kepada setiap pengemis dan orang miskin yang dijumpainya.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;