Kau Akan Bersama Dengan Yang Kau Cintai
Pada suatu hari, salah seorang pengikut
Nabi Isa as berdakwah di sebuah kota kecil. Orang-orang memintanya untuk
melakukan mukjizat; menghidupkan orang mati, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
Isa.
Pergilah mereka ke pemakaman dan
berhenti di sebuah kuburan. Santri Nabi Isa itu lalu berdoa kepada Tuhan agar
mayat dalam kuburan tersebut dihidupkan kembali. Mayat itu bangkit dari
kuburnya, melihat ke sekeliling, dan berteriak-teriak, ?Keledaiku! Mana
keledaiku?? Ternyata semasa hidupnya, orang itu sangat miskin dan harta
satu-satunya yang paling ia cintai adalah keledainya.
Santri Nabi Isa itu lalu berkata kepada
orang-orang yang menyertainya, Engkau pun kelak seperti itu. Apa yang kau cintai
akan menentukan apa yang akan terjadi denganmu saat engkau dibangkitkan. Anta ma'a
man ahbabta. Di hari akhir nanti, engkau akan bersama dengan yang kau cintai.
Asal Api di Neraka
Bahlul, sufi pandir yang bijaksana,
suatu hari bertemu dengan khalifah Harun Al-Rasyid. “Habis dari mana kau,
Bahlul?” tanya sang penguasa. “Dari neraka,” jawab sufi itu dengan enteng. “Apa
yang kau lakukan di sana?” Bahlul menjelaskan, “Saya memerlukan api, Tuan. Jadi
saya fikir lebih baik saya pergi ke neraka untuk meminta sedikit percikan api.
Tapi Penjaga Neraka berkata: Kami tak punya api di sini. Tentu saja saya tanya:
Lho, kok begitu? Bukankah neraka tempat yang penuh dengan api?
Penjaga Neraka menjawab: Begini,
sebenarnya di sini tak ada api sedikit pun. Setiap orang yang datang ke sini
membawa apinya masing-masing.
Sedekah Seluruh Tubuh
Imam Ja’far Al-Shadiq as berkata,
“Sedekah itu wajib dilakukan setiap anggota tubuhmu, untuk setiap helai
rambutmu, dan untuk setiap saat dalam hidupmu.
“Sedekahnya mata berarti memandang
dengan penuh pertimbangan dan memalingkan penglihatan dari nafsu dan hal-hal
serupa itu. “Sedekahnya telinga adalah mendengarkan suara-suara yang baik,
seperti ucapan-ucapan bijak, ayat-ayat Al-Quran, dan keutamaan agama yang
terkandung dalam ceramah dan khutbah. Sedekahnya telinga juga berarti
menghindari dusta, kepalsuan, dan perkataan-perkataan sejenis.
“Sedekahnya lidah adalah memberikan
nasihat yang baik, membangunkan mereka yang lalai, memuji orang lain, dan
mengingatkan mereka.”
“Sedekahnya tangan berarti menginfakkan
harta kepada orang lain, bermurah hati dengan karunia Tuhan kepadamu, memakai
jemarimu untuk menuliskan pengetahuan yang berguna bagi orang lain dalam
ketaatan kepada Tuhan, dan juga berarti menahan tanganmu dari berbuat dosa.”
“Sedekahnya kaki berarti bergegas
mengunjungi orang-orang soleh, menghadiri majlis-majlis ilmu, mendamaikan
orang, menyambungkan silaturahmi, melaksanakan jihad, dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang menentramkan hatimu dan memperkuat imanmu….”
Sultan dan Sufi
Alkisah, seorang Sultan sedang
berparade di jalan-jalan utama kota Istanbul, dengan dikelilingi para pengawal
dan tentaranya. Seluruh penduduk kota datang untuk melihat sang Sultan. Semua
orang memberikan hormat ketika Sultan lewat, kecuali seorang Sufi yang
amat sederhana.
Sang Sultan segera menghentikan
paradenya dan menyuruh tentaranya untuk membawa Sufi itu menghadap.
Ia menuntut penjelasan mengapa Sufi itu tak memberikan
penghormatan kepadanya ketika ia lewat.
Sufi
itu menjawab, "Biarlah semua orang ini menghormat kepadamu. Mereka semua
menginginkan apa yang ada padamu; harta, kedudukan, dan kekuasaan.
Alhamdulillah, segala hal ini tak berarti bagiku. Lagipula, untuk apa aku
menghormat kepadamu apabila aku punya dua budak yang merupakan
tuan-tuanmu?"
Semua orang di sekelilingnya ternganga.
Wajah sang Sultan memerah karena marah. "Apa maksudmu?" bentaknya.
"Kedua budakku yang menjadi tuanmu
adalah amarah dan keserakahan," ujar Sufi itu tenang seraya menatap
kembali kedua mata Sultan. Sultan itu pun tersadar akan kebenaran ucapan orang
itu dan ia balik menghormati sang Sufi.
Tertipu berulang Kali
Di suatu hari, seorang lelaki sedang
dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya. Ia berjalan dengan menuntun
seekor domba di belakangnya. Seorang pencuri melihat hal ini. Ia
mengendap-endap dan memutuskan tali kekangnya dan mengambil domba itu. Setelah
beberapa saat, sang empunya domba menyadari bahwa miliknya telah hilang. Ia
berlari ke sana kemari mencari dombanya dengan panik.
Sampailah ia pada sebuah sumur. Di tepi
sumur itu ia melihat pencuri yang tadi mengambil dombanya tapi ia tak tahu
bahwa orang itulah yang telah mencuri domba miliknya. Ia bertanya kepada orang
itu apakah ia melihat seekor domba di sekitar tempat itu.
Pencuri itu tidak menjawab, ia malah
menangis, bersimpuh di tepian sumur. "Mengapa kau menangis?" tanya
pemilik domba kehairanan.
"Dompetku jatuh ke dalam sumur
ketika aku menimba air. Jika kau dapat membantuku mengambilnya, aku akan
berikan kau seperlima dari wang yang ada dalam dompet itu. Kau akan mendapatkan
seperlima dari seratus dinar emas di tanganmu!"
Pemilik domba berfikir, "Wah, uang
itu cukup untuk membeli lebih dari sepuluh domba! Bila satu pintu tertutup,
sepuluh pintu lain akan terbuka."
Ia segera membuka pakaiannya dan turun
ke dasar sumur. Tentu saja, di dalam sumur itu tak terdapat apa-apa. Dan si
pencuri pun melarikan pakaian orang itu. Apabila satu kerugian saja membuatmu
amat gelisah, maka kerugian-kerugian lain akan datang kepadamu dengan mudah. Setan
menampakkan dirinya kepadamu dalam beragam penyamaran. Selamatkan dirimu kepada
Tuhan dan Ia takkan menipumu.
Nabi Isa dan Dunia
Suatu saat, Nabi Isa as berjumpa dengan
seorang wanita tua yang berwajah amat buruk. “Akulah dunia,” kata nenek tua
buruk rupa itu. Isa as bertanya kepadanya, berapa orang suami yang pernah ia punyai.
“Tak terhitung jumlahnya,” ia menjawab.
“Apakah suami-suamimu meninggal atau
menceraikanmu?” Isa as bertanya lagi. “Tidak,” jawab nenek itu, “aku membunuh
mereka semua.”
Lalu Isa as berkata, “Aku tak bisa
mengerti. Mengapa masih saja ada orang yang tahu apa yang telah kau perbuat
kepada manusia, tetapi mereka masih tetap menginginkanmu....”
Menuai Tanaman Dunia
Seorang yang dikenal amat kikir, suatu
hari sedang duduk di pintu kedainya sambil menikmati secangkir kopi. Seorang
gila menghampirinya dan meminta sedikit uang untuk membeli yoghurt. Pedagang
kikir itu berusaha mengacuhkannya tetapi si gila tetap tak mau pergi dan malah
membuat keramaian.
Orang-orang yang lewat dan melihat hal
itu lalu menawarinya uang. Tapi si gila bersikeras bahwa ia hanya menginginkan
uang dari si kikir. Akhirnya, si kikir memberinya sedikit uang receh untuk membeli
yoghurt. Si gila kemudian meminta tambahan uang untuk membeli roti yang akan dimakannya
bersama yoghurt itu. Pedagang kikir itu tentu saja sudah tak boleh membiarkan
hal ini, dan ia tegas-tegas menolaknya.
Malamnya, orang kikir itu bermimpi.
Dalam mimpinya, ia telah berjalan di dalam surga. Tempatnya sangatlah indah,
penuh dengan sungai, pepohonan, dan bunga-bungaan. Setelah beberapa saat berjalan
di sana, ia merasa lapar. Ia keheranan, di tengah semua keindahan surga, ia tak
melihat sedikit pun makanan.
Ketika itu, muncullah seorang pemuda
berwajah tampan bercahaya. Si kikir bertanya kepadanya, “Apakah ini benar-benar
surga?” Pemuda itu mengiyakan. “Lalu, di mana gerangan segala makanan dan
hidangan surga yang telah sering aku dengar itu?” tanya orang kikir itu lagi.
Pemuda tampan itu permisi sebentar. Tak
lama kemudian ia kembali dengan membawa semangkuk yoghurt. Pedagang kikir lalu
meminta roti untuk dimakan bersama yoghurt tapi pemuda itu menjawab, “Yang
engkau kirimkan kemari hanyalah yoghurt ini saja. Seandainya engkau mengirimkan
roti, tentu sekarang aku dapat menyuguhkanmu roti juga. Yang engkau dapatkan di
sini adalah apa yang engkau tanam sewaktu di dunia.”
Si kikir terbangun dari mimpinya.
Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Sejak saat itu ia menjadi salah seorang
yang paling dermawan di kotanya. Diberikannya makanan kepada setiap pengemis
dan orang miskin yang dijumpainya.
Niyaz
Khalil
Harapan
dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar