Blarr! Bom
kembali meledak. Kali ini tepat di jantung pertahanan negeri ini, Jakarta.
Weleh, hebat juga yang melakukannya ya? Berani masuk menerobos dan hasilnya
cukup bikin ketar-ketir siapa pun. Masih sulit menebak siapa pelaku di balik
serangan bom di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003 lalu, menewaskan 9 orang. Tapi
yang pasti, umat Islam kembali diftnah. Sedih deh.
Sebab,
banyak orang berspekulasi bahwa pelakunya diduga kuat dari kalangan Islam garis
keras. Yang jadi icon-nya siapa lagi kalo bukan Jamaah Islamiyah, kelompok yang
sampe sekarang pun masih belum jelas keberadaannya. Jangan-jangan itu memang
simbolisasi yang diberikan oleh Amrik dan antek-anteknya untuk memberikan citra
buruk kepada Islam. Atau.. mungkinkah ini aksi intelijen asing untuk menggoyang
negeri ini? Kalo iya, berarti negeri ini udah kehilangan kedaulatannya. Belum
merdeka dong? Iya lah, gimana bisa disebut merdeka kalo masih bisa disusupi
pihak asing, apalagi mereka leluasa ngobok-ngobok negeri ini.
Sobat muda
muslim, itu sekadar contoh terbaru untuk menggambarkan betapa negeri ini selalu
dirundung malang. Masih jauh dari standar negeri yang merdeka. Emang sih, dari
segi pembangunan secara fisik kerap dilakukan. Jakarta dan kota besar lainnya
jadi belantara beton. Tapi kondisi ekonomi dan tingkat kesejahteraan rakyatnya
masih banyak yang berada di bawah standar.
Sekadar kamu
tahu, utang luar negeri Indonesia yang berhasil dikoleksi sekitar Rp 745
triliun. Utang dalam negeri mencapai Rp 655 triliun. Udah gitu, biasanya
kondisi ini berbanding lurus dengan buruknya masalah sosial; maraknya
kriminalitas dan kejahatan seksual. Maka, maraknya berita tentang pembunuhan,
pencurian, pelacuran dan perkosaan menjadi satu indikasi kalo negeri ini
benar-benar nggak berdaya mengurusi masalah kehidupan ini. Satu lagi masalah
yang menyumbang beban bagi negeri ini adalah kondisi kehidupan remaja yang udah
sebelas-duabelas dengan gaya hidup di Amrik dan Eropa. Remaja Indonesia,
khususnya yang muslim, udah kadung terpesona dengan gemerlap kehidupan Barat
yang dikemas dengan apik. Tujuannya, sangat jelas. Yakni untuk meracuni
pemikiran dan perasaan remaja Islam. Pendek kata, biarin deh agamanya yang
tertulis di KTP adalah Islam, tapi kehidupan sehari-hari sebisa mungkin kudu klop
dengan garis kehidupan yang diajarkan ideologi lain.
Sobat muda
muslim, kita udah capek ngelihat banyak fakta tentang buruknya kualitas pribadi
remaja negeri ini. Gimana nggak, kebanyakan remaja negeri ini lebih memilih
berprestasi di dunia hiburan, ketimbang jadi ilmuwan. Masih betah dengan
predikat remaja funky, ketimbang remaja intelektual. Begitu pun dengan remaja
Islam pada umumnya, lebih suka dianggap gaul, ketimbang dapat sebutan remaja
masjid. Waduh!
Nah di bulan
ini, khususnya setiap tanggal 17 Agustus biasanya rakyat negeri ini suka cita
merayakan hari kemerdekaannya. Beragam acara digelar dan digeber abis. Mulai
tingkat RT sampe tingkat nasional. Untuk memeriahkan dirgahayu kemerdekaan itu,
lagi-lagi banyak orang lebih memilih hiburan. Kali aja emang bisa menghilangkan
sutris di otak. Itu sebabnya, dari tahun ke tahun kita cuma disuguhi dengan
beragam lomba yang membosankan, bahkan kesannya main-main doang. Gimana nggak;
lihat aja balap karung, lomba makan kerupuk, bersaing untuk ambil uang koin
yang ditancepin di jeruk bali yang udah dilmuri oli, penonton pun dibuat
terpingkal-pingkal menyaksikan adegan lucu masukin belut ke dalam botol. Lomba
gaple juga digeber abis-abisan. Terakhir, biasanya ditutup dengan pagelaran
seni dan budaya. Maka jangan kaget, meski yang tampil adalah artis-artis lokal
dan amatiran pula, tapi sambutan tetep hangat. Hmm… alih-alih mikir untuk
memaknai kemerdekaan yang sebenarnya, sekadar untuk lomba pun nggak kreatif dan
cuma bikin jumud. Apa nggak dicoba bikin lomba karya ilmiah misalnya, atau
lomba menulis artikel tentang kemerdekaan, atau bisa juga digelar lomba pidato.
Peserta dilatih untuk bisa memberikan opini yang sejujurnya tentang
kemerdekaan. Yup, kagak pake acara sensor-sensoran isi materi. Biarkan peserta
‘ngoceh’ memberikan opini jujur tentang kemerdekaan yang udah diraih. Pastinya
lebih menarik. Bahkan mungkin akan memberikan suasana baru. Sangat boleh jadi
malah memberi pemahaman baru untuk memaknai kemerdekaan yang hakiki. Jadi
cerdas deh.
Barat? Masih
jadi idola tuh!
Kagak bisa
boong. Bener. Barat dengan gaya hidupnya masih jadi idola remaja dan kaum
muslimin pada umumnya di sini. Dicontek abis setiap tren yang muncul dari sana.
Barat, sampai saat ini identik banget dengan gaya hidup kapitalisme-sekularisme
yang melahirkan tuntunan hidup bernama permisivisme (serba boleh dalam berbuat)
dan hedonisme (memuja kenikmatan jasadi dan materi). Nah, dua paham ini menjadi
begitu menarik banyak orang untuk mengekspresikan dalam hidupnya. Ngak percaya?
Kehidupan malam Jakarta yang bertabur bisnis esek-esek menjadi satu bukti.
Betapa banyak orang merasa aman melakukan kegiatan asusila. Kenapa? Karena
ukuran susila dan asusila jadi bias. Ukuran yang berlaku dalam perbuatan itu
adalah mendatangkan manfaat secara materi dan kepentingan tertentu. Bukan
didasarkan kepada boleh apa nggak perbuatan itu dilakukan. Pokoknya, norma
masyarakat, apalagi norma agama, kudu minggir kalo berhadapan dengan urusan
ini. Wasyah.
Itu
sebabnya, kita bisa saksikan bahwa kebebasan berekspresi para seleb jadi begitu
liar. Inul, Ira Swara, Minel, Uut Permatasari, Anisa Bahar, Putri Vinata wa
akhwatuha yang berkecimpung di dunia musik dangdut bebas merusak moral
penontonnya. Nggak ada perasaan telah bersalah. Karena memang begitulah gaya
hidup yang dilakoninya. Bebas nilai!
Malah ada
juga seleb yang merasa bangga mendapat gelar ‘MBA’, alias Married by Accident.
Liat aja Enno Lerian, yang pas nikah udah hamil duluan. Begitu melahirkan
anaknya, doi sih asyik-asyik aja. Nggak tampak guratan rasa malu di wajahnya.
Kita khawatir banget kalo ternyata jalan hidupnya diikuti oleh banyak remaja
muslim. Aduh, jangan sampe deh.
Kejahatan di
negeri ini tetap menjadi masalah yang sampe sekarang nggak bisa kelar. Selalu
saja tiap hari ada tindak kejahatan. Nyaris sepertinya negeri ini memang nggak
pernah aman. Akhirnya kita kudu mikir lagi deh, bahwa kebebasan yang
digembar-gemborkan selama ini, memang bakalan menjadi kuburan buat yang
memperjuangkannya. Bener. Siapa suruh mengemban kebebasan? Tanggung sendiri
akibatnya! Padahal, manusia itu kudu dibimbing, kudu ada yang ngasih tahu satu
sama lain. Maklumlah, kalo di rumah masih bisa dikendalikan, udah di luar rumah
mah kayak kuda keluar dari kandangnya. Terus berlari tak kenal henti.
Maka, kalo
kita masih menjadikan kebebasan sebagai patokan hidup, tunggu aja
kehancurannya. Bukan nakut-nakutin lho, tapi kita mengingatkan aja. Al-Quran
udah menjelaskan sebab-sebab kutukan Allah kepada masyarakat Yahudi yang antara
lain tak ada sistem kontrol masyarakat mereka. Firman-Nya : “Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya
amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (TQS Al-Maaidah [5] : 79)
Hmm.. kita
pantas khawatir banget euy jika kita terus begini. Ini karena kita melupakan
aturan Allah, dan lebih seneng pake aturan buatan manusia. Mari kita renungkan
dalam-dalam firman Allah swt : “...Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (TQS Al-Anfaal [8] : 73)
Bro, kalo
kita masih menjadikan Barat sebagai idola, masih memuja tren yang muncul dari
sono tampa mikirin halal-haram, itu artinya kita masih betah dijajah ama gaya
hidup mereka. Kalo yang nyontek gaya hidup Barat adalah seluruh penduduk,
termasuk penguasa di negeri ini, itu namanya emang negeri ini belum merdeka.
Meraih
kemerdekaan hakiki
Siapa sih
yang nggak kepengen merdeka? Gerombolan si Berat di komik Donald Bebek aja
bawaannya pengen ngabur mulu dari penjara. Nggak betah idup dibelenggu atau
didikte orang. Emang enak hidup dijajah? Sori lha yauw.
Cuma, karena
model penjajahan yang berlaku ini nggak secara fisik (baca : militer), jadinya
nggak kerasa kalo kita sebetulnya sedang dijajah secara ekonomi, sosial,
budaya, juga politik. Sadar ngapa, Bro?
Merdeka
adalah terbebasnya kita dari segala penghambaan kepada hawa nafsu dan aturan
orang lain, seraya kita mengikatkan dan menundukkan diri kita sepenuhnya kepada
Allah swt. Sebab, itulah sebaik-baik penghambaan kita. Kalo sekarang kita masih
terjajah oleh hawa nafsu, dikendalikan dan didikte oleh orang lain, maka kita
jelas masih terjajah alias belum merdeka. Padahal dalam shalat, kita udah
berikrar kepada Allah, bahwa kita akan menyerahkan segalanya kepada Allah swt.
Firman-Nya : "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam,” (QS Al-An’âm [6] : 162)
Inilah
hakikat kemerdekaan. Kalo kita bicara soal masyarakat, berarti masyarakat yang
merdeka adalah masyarakat yang berhasil melepaskan diri dari cengkeraman aturan
masyarakat lain, begitu pula dengan negara. Negara yang merdeka adalah negara
yang mandiri, dan tidak dikendalikan oleh aturan negara lain. Kalo sekarang?
Kita masih terjajah, kawan. So, masyarakat kita masih belum bisa melepaskan
ikatan yang dijeratkan ideologi kapitalisme.
Tragisnya
lagi, kita malah menjadi pejuang pesan-pesan ideologi kufur ini. Sebut saja,
masyarakat kita masih doyan bergaya hidup permisive alias bebas nilai. Makna
kebahagiaannya adalah banyaknya materi yang berhasil dikoleksi, bukan lagi
ridho Allah. Itu sebabnya, kemudian masyarakat kita dituntut untuk melakukan
hal yang haram sekalipun untuk meraih kebahagiaan materi. Bila perlu nyari
harta dengan cara gila-gilaan. Masyarakat kita pun malah fasih melafalkan dan
melaksanakan ide demokrasi ketimbang Islam. Ini menunjukkan bahwa masyarakat
kita masih menjadi bagian dari masyarakat Barat. Dan itu artinya belum merdeka.
Lalu ngapain
kita? Putus hubungan dengan penjajah! Why? Iya dong, kalo kita mau mandiri,
maka kita kudu melepaskan segala ikatan yang dibuat oleh pihak lain. Caranya?
Nah, karena model penjajahan sekarang beda dengan dulu, maka kita kudu berani
melepaskan segala ikatan dengan paham ideologi kapitalisme atau
sosialisme-komunisme dan segala paham asing yang bertentangan dengan Islam.
Baru kemudian kita mengikatkan sepenuhnya kepada Islam. Sebab, mengikatkan diri
kepada Islam adalah bentuk ketundukan dan kepasrahan yang benar dan baik.
Shahih banget dah! Juga sungguh aneh bila ada remaja yang bermandikan peluh
dalam mengikuti berbagai lomba pada perayaan kemerdekaan, sementara ia sendiri
nggak ngeh bahwa hakikatnya sedang dijajah. Aduh, kasihan sekali ya?
Wujud putus
hubungan dengan penjajah juga adalah kita menolak dengan tegas setiap ide atawa
paham yang bertentangan dengan Islam. Pakaian kita kudu sesuai dengan ajaran
Islam, makanan dan minuman kita juga sesuai dengan aturan Islam. Pokoke, sistem
kehidupan kita wajib Islam. Yup, dalam Khilafah! Itu baru disebut merdeka. Mari
maju bersama!?
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar