Cerita di bawah ini juga membenarkan
peribahasa bahwa kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan.
Bagi anda yang masih memiilki ibu yang masih hidup, beruntunglah anda masih
bisa membahagiakan mereka, sedangkan bagi kami yang sudah kehilangan hanya bisa
mendoakannya sebagai bakti anak yang sholeh. Selamat membaca dan mengambil
hikmah yang terkandung di dalamnya.
Tetesan Air Mata Seorang Ibu
“Seorang ibu bisa mengurus sepuluh
orang anak, tapi sepuluh orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu”.
Saudara/i ku seiman..para facebooker
yang dirahmati Allah..sungguh tak sekali pun kudengarkan muhadharah ini kecuali
saya dalam keadaan berlinang airmata, saya terjemahkan untuk kita semua, moga
kecintaan pada Ibu selalu diingatkan oleh Allah dalam hati-hati kita…selama
beliau masih bersama kita..
Suatu hari seorang wanita duduk santai
bersama suaminya , pernikahan mereka berumur 21 tahun, mereka mulai bercakap
dan ia bertanya pada suaminya, ” Tidakkah engkau ingin keluar makan malam
bersama seorang wanita?”. Suaminya kaget dan berkata,” Siapa? Saya tak memiliki
anak juga saudara”. Wanita itupun kembali berkata,” Bersama seorang wanita yang
selama 21 tahun tak pernah kau temani makan malam”.
Tahukah
kalian siapa wanita itu??
Ibunya…
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali- kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)
Wanita itu berkata pada suaminya,
”Selama kita bersama tak pernah engkau bersama ibumu walau sejenak saja,
hubungilah beliau, ajak makan malam berdua..luangkan waktumu untuknya”,
suaminya terlihat bingung, seakan-akan ia lupa pada ibunya.
Maka hari itu juga ia menelpon ibunya,
menanyakan kabar dan berkata “ Ibu, gimana menurutmu jika kita habiskan malam
ini berdua, kita keluar makan malam. Saya akan menjemput ibu, bersiaplah”.
Ibunya heran, ” Anakku, apakah terjadi sesuatu padamu?” jawabnya. ” Tidak ibu”,
berulang kali sang ibu bertanya.
“ Ibu, malam ini saya ingin keluar
bersamamu”.
Mengherankan! Ibunya begitu tak percaya
namun sangat bahagia. “Mungkin kita bisa makan malam bersama, bagaimana
menurutmu?”. Ibunya kembali bertanya, ”Saya keluar bersamamu anakku?”
Ibunya seorang janda, ayahnya telah
lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setalah 21 tahun pernikahannya.
Hal yang sangat menggembirakannya, begitu lama waktu telah berlalu ia dalam
kesendirian, dan datanglah hari ini, anaknya menghubunginya dan mengajaknya
bersama. Seolah tak percaya, diapun bersiap jauh sebelum malam tiba. Tentu,
dengan perasaan bahagia yang meluap-luap! Ia menanti kedatangan anaknya.
Laki-laki itupun bercerita : “ Setibaku
di rumah menjemput ibu, kulihat beliau berdiri di depan pintu rumah menantiku”
Wanita tua…menantinya di depan pintu!
“Dan ketika beliau melihatku, segera ia naik ke mobil.
Saya melihat wajahnya yang dipenuhi
kebahagiaan, ia tertawa dan memberi salam padaku, memeluk dan menciumku, dan
berkata: Anakku, tidak ada seorang pun dari keluargaku.. tetanggaku… yang tidak
mengetahui kalau saya keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan
pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti” Lihat bagaimana
jika seorang anak mengingat ibunya!
Sebuah
syair berbunyi :
Apakah yang harus kulakukan
agar mampu membalas
kebaikanmu? Apakah yang harus kuberikan
agar mampu membalas
keutamaanmu?
Bagaimanakah kumenghitung
kebaikan-kebaikanmu ?
Sungguh dia begitu
banyak..sangat banyak..dan terlampau
banyak!
Dan kami pun berangkat, sepanjang jalan
saya pun bercerita dengan ibu, kami mengenang hari-hari yang lalu. Setiba di
restoran, saya baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibu adalah baju
terakhir yang Ayah belikan untuknya, setelah 21 tahun saya tak bersamanya tentu
pakaian itu terlihat sangat sempit, dan saya pun terus memperhatikan ibuku.
Kami duduk dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak
kami makan, kulihat ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepadaku,
akhirnya kufahami kalau ibuku tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu.
Ibuku sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas.
Kubertanya padanya,” Ibu, apakah engkau
mau saya bacakan menunya?” Beliau segera mengiyakan dan berkata, “ Saya
mengingat sewaktu kau masih kecil dulu, saya yang membacakan daftar menu
untukmu, sekarang kau membayar utangmu anakku..kau bacakanlah untukku”
Maka sayapun membacakan untuknya, dan
demi Allah..kurasakan kebahagiaan merasuki dadaku..
Beberapa waktu datanglah makanan
pesanan kami, saya pun mulai memakannya. Tapi ibuku tak menyentuh makanannya,
beliau duduk memandangku dengan tatapan bahagia. Karena rasa gembira beliau
merasa tak selera untuk makan.
Dan ketika selesai makan, kami pun
pulang, dan sungguh, tak pernah kurasakan kebahagian seperti ini setelah
bertahun-tahun. Saya telah melalaikan ibuku 21 tahun lamanya.
Setiba di rumah, kutanyakan padanya : “
Ibu..bagaimana menurutmu kalo kita mencari waktu lain untuk keluar lagi?”
beliau menjawab,” Saya siap kapan saja kau memintaku!”
Maka haripun berlalu, Saya sibuk dengan
pekerjaan..dengan perdagangan..dan terdengar kabar Ibuku jatuh sakit. Dan
beliau selalu menanti malam yang telah kujanjikan. Hari terus berlalu dan
sakitnya kian parah. Dan…(Ya Alloh … Astaghfirullohal al’adzim…Ibuku meninggal
dan tak ada malam kedua yang kujanjikan padanya.
Setelah beberapa hari, seorang laki-
laki menelponku, ternyata dari restoran yang dulu kudatangi bersama ibuku. Dia
berkata,” Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang
telah lunas” Kami pun ke restoran itu, setiba disana..pelayan itu mengatakan
bahwa Ibu telah membayar lunas makanan untuk saya dan istri.
Dan menulis sebuah surat berbunyi :
“Anakku, sungguh saya tahu bahwa tak akan hadir bersamamu untuk kedua kalinya. Namun,
saya telah berjanji padamu, maka makan malamlah dengan uangku, saya berharap
istrimu telah menggantikanku untuk makan malam bersamamu”
Saya menangis membaca surat
ibuku…dimana saya selama ini ?? di mana cintaku untuk Ibu?? Selama 21 tahun….
….
dikisahkan kembali dari muhadharah
syekh Nabil al ‘audhy- hafizhahullahu ta’ala-
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar