Jumlah penduduk muslim dunia
akan bertambah dua kali lebih cepat dibandingkan penduduk non muslim dalam 20
tahun ke depan, demikian sebuah penelitian yang juga memprediksi bahwa dalam
satu generasi mendatang penduduk muslim dunia akan mencapai lebih dari 1/4
(seperempat) total populasi dunia.
Dengan menggunakan tingkat kelahiran,
kematian dan migrasi penduduk, para peneliti pada Pew Forum on Religion
and Public Life memproyeksikan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk muslim
dunia adalah 1,5 persen per tahun, sementara penduduk non muslim hanya tumbuh
0,7 persen per tahun.
Penelitian bertitel “The Future of the
Global Muslim Population” ini memproyeksikan bahwa jumlah penduduk muslim pada
2030 akan mengambil 26,4 persen total populasi dunia yang diperkirakan akan
mencapai sekitar 8,3 miliar jiwa.
Itu menandakan mengalami peningkatan 3
persen dari penduduk muslim saat ini yang mengambil porsi 23,4 persen dari
total penduduk dunia yang sekarang mencapai 6,9 miliar. Pada 2030, demikian
penelitian tersebut, jumlah penduduk muslim AS akan melonjak dari
2,6 juta jiwa pada 2010, menjadi 6,2 juta pada 2030.
(An-Nashr: 1-2) “Ketika datang pertolongan Allah
dan kemenangan, dan kamu akan melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong…”.
Islam merupakan agama yang paling cepat
perkembangannya di Eropa dan Amerika. Islam kini makin mendapat tempat di
hati masyarakat Eropa dan Amerika. Sejak menyebarnya Islam ke Eropa pada abad
ke-7 Masehi melalui Andalusia (Spanyol) oleh pasukan Thariq bin Ziyad, panglima
tentara dari Dinasti Bani Umayyah, benua putih dan biru itu seakan menjadi
lahan subur penyebaran dakwah dan syiar Islam.
Dalam 30 tahun terakhir, jumlah kaum
Muslimin di seluruh dunia telah meningkat pesat. Sebuah angka statistik
menunjukkan, pada tahun 1973 penduduk Muslim dunia sekitar 500 juta jiwa.
Namun, saat ini jumlahnya naik sekitar 300 persen menjadi 1,57 miliar jiwa.
Tercatat, satu dari empat penduduk dunia beragama Islam.
Data ini diungkapkan oleh Pew Research
Center, sebuah kelompok pencari fakta Amerika yang menyediakan informasi
mengenai isu, sikap, dan tren yang membentuk Amerika dan dunia melalui sebuah
jajak pendapat publik. Dalam studinya yang berjudul “Memetakan Populasi Muslim
Global: Sebuah Laporan Tentang Jumlah dan Distribusi Populasi Muslim Dunia”,
kelompok ini mengindikasikan bahwa seperlima kaum Muslim (300 juta) tinggal di
negara-negara non-Muslim.
Hasil studi yang dirilis akhir tahun
lalu ini juga menemukan bahwa Eropa memiliki sedikitnya 38 juta Muslim yang
membentuk lima persen dari total populasi benua tersebut. Sebagian besar
terkonsentrasi di Eropa Tengah dan Timur. Rusia memiliki lebih dari 16 juta
Muslim, dan terbesar di Eropa. Menurut studi tersebut, Jerman memiliki pemeluk
Muslim sebanyak 4,5 juta, Prancis sebesar 3,5 juta jiwa, Inggris sekitar dua
juta orang, dan Italia sebanyak 1,3 juta jiwa.
Sisanya tersebar di beberapa negara
Eropa lainnya seperti Portugal, Swedia, Belanda, Swiss, Belgia, dan lainnya.
Namun demikian, jumlah ini diperkirakan bertambah lagi. Sebab, sebuah hasil studi
di Rusia menyebutkan, jumlah pemeluk Islam di negara Beruang Merah tersebut
mencapai 25 juta jiwa dari total populasi yang mencapai 145 juta jiwa.
Studi tersebut mengatakan bahwa hampir
46 juta Muslim berada di benua Amerika. Di negara super power, Amerika Serikat,
agama Islam dipeluk oleh sekitar 2,5 juta orang. Sementara itu, di Kanada
jumlah pemeluk Islam mencapai 700 ribu orang. Tak jauh berbeda dengan
Argentina. Umat Islam di negara Tango itu mencapai 800 ribu orang, dan
merupakan pemeluk Islam terbesar di Amerika Selatan. Sementara itu, di
Suriname, pemeluk Islam mencapai 16 persen dari total penduduknya, dan menjadi
populasi Muslim terbesar di benua Amerika.
Faktor
pemicu
Peningkatan umat Islam yang demikian
pesat itu, bukan saja karena disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk di
negara-negara Muslim, tapi juga bertambah jumlah orang-orang yang memeluk Islam
(mualaf). Hal ini merupakan suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah
serangan terhadap World Trade Center (WTC) pada tanggal 11 September 2001.
Ketertarikan secara alamiah dan rasa ingin tahu yang mendalam, telah mendorong
peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam.
“Alhamdulillah, kondisi umat Islam di
AS baik-baik saja. Umat Islam terus bertambah banyak di sini, baik sebelum
maupun sesudah peristiwa 11 September 2001,” ujar Mohammad Kudaimi, anggota
Nawawi Foundation, sebuah lembaga pendidikan yang berbasis di Chicago, Amerika
Serikat (AS).
Menurut pria keturunan Suriah ini,
dalam lima tahun terakhir ini, agama Islam menjadi agama yang paling cepat
perkembangannya di bandingkan dengan agama lainnya. Ia mengatakan, setiap
harinya selalu ada warga negara non-Muslim AS yang memeluk Islam. Kondisi
serupa juga terjadi benua Eropa dan kawasan Amerika lainnya. Menurut laporan
surat kabar Times, setelah peristiwa 11 September, agama Islam mendapatkan
perhatian besar dari kalangan warga kulit putih Inggris yang berekonomi kuat
dan berpendidikan. Peristiwa itu, bukannya membuat makin besar stigma negatif,
tetapi makin menambah jumlah anak-anak muda dan peneliti yang termotivasi untuk
mempelajari Islam. Bahkan, mereka makin tertarik dan Akhirnya memeluk Islam.
Di Belgia, agama Islam terus
menunjukkan eksistensi yang semakin kuat, walaupun kebencian terhadap umat
Islam, sudah tak lagi sebatas retorika, kebijakan, atau kecaman, melainkan
mengarah pada kebencian dan Islamophobia. Di negara berpenduduk 10 juta jiwa
itu kini menjadi tempat bermukim sekitar 628.751 umat Muslim, atau enam persen
dari populasi.
Jumlah pemeluk Islam yang terus
berkembang, menyebabkan perubahan secara demografi. Di banyak wilayah, penduduk
Muslim sudah lebih banyak ketimbang pemeluk Kristen Protestan dan Yahudi.
Majalah terkemuka L'Express dalam sebuah artikelnya, bahkan berani
memprediksikan bahwa dalam 20 tahun ke depan, Islam bisa menjadi agama dominan
di ibu kota Brussel, Belgia.
Para sosiolog di Belgia mencatat, pada
awal tahun 2000, jumlah umat Muslim di kota itu mencapai 17 persen dari
populasi. Tapi di tahun 2008, menurut Oivier Servais, dari Laboratory for
Prospective Anthropology di UCL, angkanya sudah mencapai 33,5 persen dari
populasi, naik hampir dua kali lipat. Di kota ini, sebanyak 33,5 persen
penduduknya atau sekitar 350 ribu orang dari 1,1 juta jiwa, memeluk Islam.
Subhanallah!
Sumber
:
Islam Agama Yang Paling Berkembang di
Aimerika
Fenomena di Amerika sendiri sangat
menarik. Sangat tidak masuk di akal pemerintah George Bush dan tokoh-tokoh
Amerika, masyarakat Amerika berbondong-bondong masuk Islam justru setelah
peristiwa pemboman World Trade Center pada 11 September 2001 yang dikenal
dengan 9/11 yang sangat memburukkan citra Islam itu. Pasca 9/11 adalah era
pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah
Amerika. 8 juta orang Muslim yang kini ada di Amerika dan 20.000 orang Amerika
masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam
terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New York, Los Angeles, California,
Chicago, Dallas, Texas dan yang lainnya.
Atas fakta inilah, ditambah gelombang
masuk Islam di luar Amerika, seperti di Eropa dan beberapa negara lain,
beberapa tokoh Amerika menyatakan kesimpulannya. The Population Reference
Bureau USA Today sendiri menyimpulkan: “Moslems are the world fastest
growing group.” Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton
seperti dikutip oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest
growing religion in America.” Kemudian, Geraldine Baum mengungkapkan:
“Islam is the fastest growing religion in the country” (Newsday Religion
Writer, Newsday). “Islam is the fastest growing religion in the United
States,” kata Ari L. Goldman seperti dikutip New York Times. Atas daya
magnit Islam inilah, pada 19 April 2007, digelar sebuah konferensi di
Middlebury College, Middlebury Vt. untuk mengantisipasi masa depan Islam di
Amerika dengan tajuk “Is Islam a Trully American religion?” (Apakah
Islam adalah Agama Amerika yang sebenarnya?) menalpilkan Prof. Jane Smith yang
banyak menulis buku-buku tentang Islam di Amerika. Konferensi itu sendiri
merupakan seri kuliah tentang Immigrant and Religion in America. Dari
konferensi itu, jelas tergambar bagaimana keterbukaan masyarakat Amerika
menerima sebuah gelombang baru yang tak terelakkan yaitu Islam yang akan
menjadi identitas dominan di negara super power itu.
Violence is inherent to Zionism, a
racist ideology of Jewish supremacism that seeks to impose itself on the people
of Palestine and the Middle East — and the United States of America. People who
support Zionism are supporting a state and ideology that was born in massacres
and ethnic cleansing and which requires constant violence just to maintain
itself. Having seen the injustice and violence inherent to Zionism during my
many trips to Israel and Palestine, I am well aware of the support militant
Zionism has among American Jews and misguided Gentiles.
Sumber :
Anomali 9/11
Peristiwa 9/11 menyimpan misteri yang
tidak terduga. Pemboman itu dikutuk dunia, terlebih Amerika, sebagai biadab dan
barbar buah tangan para “teroris Islam.” Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin
di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan getahnya mengalami
kondisi psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan
dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di
Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Pemerintah George
Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum imigran
Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox News Channel, dalam acara
mingguan “In Focus” menggelar diskusi dengan mengundang enam orang nara sumber,
bertemakan ”Stop All Muslim Immigration to Protect America and Economy.” Acara
ini menggambarkan kekhawatiran Amerika tidak hanya dalam masalah terorisme
tetapi juga ekonomi dimana pengaruh para pengusaha Arab dan Timur Tengah mulai
dominan dan mengendalikan ekonomi Amerika.
Tapi, rupanya Islam berkembang dengan
caranya sendiri. Islam mematahkan “logika akal sehat” manusia modern. Bagaimana
mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak
berdosa dengan mengatasnamakan agama, tetapi tidak lama setelah peristiwa itu, justru
ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk agama tersebut dan
menemukan kedamaian didalamnya? 9/11 telah berfungsi menjadi ikon yang
memproduksi arus sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang
Amerika masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa itu, ribuan yang lain dari
negara-negara non Amerika (Eropa, Cina, Korea, Jepang dst) juga mengambil
keputusan yang sama masuk Islam. Bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh
saya ketahui, jawabannya “tidak ada” dalam teori-teori gerakan sosial karena
fenomena ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh “teori
tangan Tuhan.”
Tangan Tuhan dalam bentuk blessing
in disguise adalah nyata dibalik peristiwa 9/11 dan ini diakui oleh
masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu
dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian
terundang kuriositasnya untuk mengetahui Islam lebih jauh. Sebagian karena
murni semata-mata ingin mengetahui saja, sebagian lagi mempelajari dengan
sebuah pertanyaan dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman modern dan beradab
ini agama “mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing dengan ratusan
korban tidak berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal yang sama: ignorance of
Islam (ketidaktahuan sama sekali tentang Islam). Sebelumnya, sumber pengetahuan
masyarakat Barat (Amerika dan Eropa) tentang Islam hanya satu yaitu media yang
menggambarkan Islam tidak lain kecuali stereotip-stereotip buruk seperti
teroris, uncivilized, kejam terhadap perempuan dan sejenisnya. Seperti
disaksikan Eric, seorang Muslim pemain cricket warga Texas, setelah peristiwa
9/11, masyarakat Amerika menjadi ingin tahu Islam, mereka kemudian ramai-ramai
membeli dan membaca Al-Qur’an setiap hari, membaca biografi Muhammad dan
buku-buku Islam untuk mengetahui isinya.
Hasilnya, dari membaca sumbernya
langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Ketimbang
bertambahnya kebencian, yang terjadi malah sebaliknya. Menemukan keagungan
serta keindahan ajaran agama yang satu ini. Keagungan ajaran Islam ini bertemu
pada saatnya yang tepat dengan kegersangan, kegelisahan dan kekeringan spritual
masyarakat Amerika yang sekuler selama ini. Karena itu, Islam justru menjadi
jawaban bagi proses pencarian spiritual mereka selama ini. Islam menjadi melting
point atas kebekuan spiritual yang selama ini dialami masyarakat Amerika.
Inilah pemicu terjadinya Islamisasi Amerika yang mengherankan para pengamat
sosial dan politik. Inilah tangan Tuhan dibalik peristiwa /9/11.
Motivasi Menjadi Muslim
Dari banyak wawancara yang dilakukan
televisi Amerika, Eropa maupun Timur Tengah terhadap mereka yang masuk Islam
atau video-video blog yang banyak menjelaskan motivasi para new converters
ini masuk Islam, menggambarkan konfigurasi latar belakang yang beragam.
Pertama, karena kehidupan mereka yang
sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya money,
music and fun. Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa.
Mereka merasakan kekacauan hidup, tidak seperti pada orang-orang Muslim yang
mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia modern dan fasilitas materi yang
melimpah banyak dari mereka yang merasakan kehampaan dan ketidakbahagiaan.
Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an, dari buku atau kehidupan teman
Muslimnya yang sehari-harinya taat berafama, dengan mudah saja mereka masuk
Islam.
Kedua,
merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya
dalam agama sebelumnya yaitu Kristen. Dalam Islam mereka merasakan hubungan
dengan Tuhan itu langsung dan dekat. Beberapa orang Kristen taat bahkan mereka
sebagai church priest mengaku seperti itu ketika diwawancarai televisi.
Allison dari North Caroline dan Barbara Cartabuka, seorang diantara 6,5 juta
orang Amerika yang masuk Islam pasca 9/11, seperti diberitakan oleh Veronica De
La Cruz dalam CNN Headline News, Allison mengaku “Islam is much more about
peace.” Sedangkan Barbara tidak pernah merasakan kedamaian selama menganut
Katolik Roma seperti kini dirasakannya setelah menjadi Muslim. Demikian juga
yang dirasakan oleh Mr. Idris Taufik, mantan pendeta Katolik di London, ketika
diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan pendeta ini melihat dan merasakan
ketenangan batin dalam Islam yang tidak pernah dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi
mendeta di London. Ia masuk Islam setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat
orang-orang Islam tidak seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia
mengaku, sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air
mata ketika menyaksikan kaum Muslim shalat dan kini ia merasakan kebahagiaan
setelah menjadi Muslim di London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya.
Beberapa konverter mengakui konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau
lebih masuk akal seperti tentang keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci,
kebangkitan (resurrection) dan penghapusan dosa (salvation)
ketimbang dalam Kristen. Banyak dari masyarakat Amerika memandang Kristen
sebagai agama yang konservatif dalam doktrin-doktrinnya. Eric seorang pemain
Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush, berkesimpulan seperti itu dan
memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim, ia sering shalat di pinggir
lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus selalu ke Gereja. Seorang
konverter lain memberikan kesaksiannya yang bangga menjadi Muslim. Ia
menjelaskan telah berpuluh tahun menganut Katolik Roma dan Kristen Evangelik.
Dia mengaku menemukan
kelemahan-kelemahan doktrin Kristen setelah menyaksikan debat terbuka tentang “Is
Jesus God?” (Apakah Yesus itu Tuhan?) antara Ahmad Deedat, seorang tokoh
Islam dari Afrika Selatan dan seorang teolog Kristen. Argumen-argumen Dedaat
dalam diskusi menurutnya jauh lebih jelas, kuat dan memuaskan ketimbang teolog
Kristen itu. Menariknya, misi awalnya ia menonton debat agama itu justru untuk
mengetahui Islam karena ia bertekad akan menyebarkan gospel ke
masyarakat-masyarakat Muslim. Yang terjadi sebaliknya, ia malah menemukan
keunggulan doktrin Islam dalam berbagai aspeknya dibandingkan Kristen. Angela
Collin, seorang artis California yang terkenal karena filmnya Leguna Beach dan
kini menjadi Director of Islamic School, ketika diwawancarai oleh televisi NBC
News megapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I was seeking the truth and
I’ve found it in Islam. Now I have this belief and I love this belief,” katanya
bangga.
Keempat, banyak kaum perempuan Amerika Muslim
berkesimpulan ternyata Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan
kata lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati.
Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami, mereka melihat posisi perempuan
sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat modern. Seorang
convert perempuan Amerika bernama Tania, merasa hidupnya kacau dan tidak
terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika. Ia bisa melakukan apa saja yang
dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah merugikan dan merendahkan
perempuan. Setelah mempelajari Islam, awalnya merasa minder. Setelah tahu
bagaimana Islam memperlakukan perempuan, ia malah berkata “women in Islam is
so honored. This is a nice religion not for people like me!” katanya. Dia
masuk Islam setelah mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya.
Perkembangan Islam di dunia Barat
sesungguhnya lebih prospektif karena mereka terbiasa berfikir terbuka. Dalam keluarga
Amerika, pemilihan agama dilakukan secara bebas dan independen. Banyak orang
tua mendukung anaknya menjadi Muslim selama itu adalah pilihan bebasnya dan
independen. Mereka mudah saja masuk Islam ketika menemukan kebenaran disitu.
Angela Collin menjadi Muslim dengan dukungan kedua orang tua. Ketika
diwawancarah televisi NBC, orang tuanya justru merasa bangga karena Angela
adalah seorang “independent person.” Nancy seorang remaja 15 tahun,
masuk Islam setelah bergaul dekat temannya keluarga Pakistan dan keluarganya
tidak mempermasalahkan walaupun telah lama hidup dalam tradisi Kristen.
Dampak Hubungan Islam – Barat
Ketidaksukaan masyarakat Barat terhadap
Islam lebih karena the ignorance of Islam dan ini akan semakin
berkurang. Umat Islam di Barat akan menjadi komunikator yang efektif dan
duta-duta yang handal untuk menjelaskan dan memperlihatkan wajah Islam yang
sesungguhnya di sana. Melalui mereka, nasib umat Islam diluar Barat akan
disuarakan dan penderitaan demi penderitaan negara-negara Muslim akibat
dominasi Barat yang kebijakannya sering yang tidak adil akan berkurang. Akibat
dari ajaran Islam yang semakin tersosialisasi di Barat dan suara politik kaum
Muslimin semakin kuat, jembatan untuk terciptanya saling pemahaman dan
pengertian akan semakin kondusif dan menguat. Islam dan Barat mudah-mudahan
akan masuk ke dalam sebuah equilibrium sejarah baru yang lebih adil, lebih fair
dan lebih demokratis: “Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan
kamu akan melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan
berbondong-bondong!”. Wallahu a’alam!!
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar