Minggu, 03 Juni 2012

Cerita Sang Calon Menantu


Ada dua orang calon menantu, dan mereka kembar. Maka dari sisi nasab, mereka berdua sama-sama mulia. Dari segi rupa, mereka sama tampannya. Dalam hal kekayaan, mereka sama pas-pasannya. Yang membedakan hanya bahwa yang seorang adalah seorang lelaki yang penuh gairah dan minat, lagi bersemangat, sedang yang lain tampil sebaliknya.

Manakah kira-kira yang diterima sebagai menantu?

Inilah pemuda pertama menghadap calon mertuanya. Dia duduk di kursi tamu seperti tubuh lunglai tak bertulang. Pandang matanya seakan ada di dunia berbeda."Berapakah mahar," tanya sang calon mertua langsung pada pokok bahasan,"Yang kau siapkan untuk putri kesayanganku ini, anak muda?"

"Ya...," ujar sang calon menantu malas-malas ayam,"Paling-paling sih, tujuh ratus ribu!" Dia mengusap-usap kepala sambil menahan diri agar tak menguap. Gerak-geriknya bagai ulat daun jambu.

"Apa? Tujuh ratus ribu? Tidak bisa, anak muda! Maskawin untuk anak saya ini mesti jutaan! Tujuh ratus ribu? Itu namanya penghinaan!"

"Ya...," kata sang calon menantu sambil meraupkan tangan ke muka lalu mengucek mata dengan sudut jari telunjuk. "Cobalah nanti kita lihat saja!" Kali ini tubuhnya direnggangkan dengan irama gending Jawa.

"Tidak ada nanti-nanti! Silakan pergi. Kamu ditolak!"

Berikutnya, datanglah calon menantu kembarannya. Pakaiannya cerah. Matanya berbinar. Wajahnya bercahaya. Langkahnya tegap dan yakin. Lambaian tangannya tangkas. Gerakan badannya menerjang udara. Tubuhnya dicondongkan ke depan. Senyumnya mengembang.

Begitu si belia duduk, sang calon mertua langsung bertanya ke pokok persoalan. "Tentang maskawin untuk putriku, Nak," selidiknya,"Berapa yang kau siapkan?"

"Alhamdulillah, Pak," ujar si pemuda dengan mata mengerjap jenaka,"Telah saya kumpulkan semua tabungan, telah saya himpunkan semua simpanan yang terserak. Akhirnya, inilah jumlah akhir dari harta saya, milik terbaik saya yang akan saya jadikan persembahan paling berharga untuk calon istri yang amat saya cintai. Ya Pak. Dengan mengucap Allahu Akbar. Maharnya adalah... Tujuh ratus ribu rupiah, Pak!"

"Tujuh ratus ribu?"

"Siap Pak! Tujuh ratus ribu! Sebuah angka tujuh yang diikuti lima deret angka nol! Indah sekali!"

"Tidak bisa, Nak! Mahar untuk anak saya ini nilainya harus jutaan rupiah!"

"Ow, siap Pak. Insyaallah akan saya ubah maharnya menjadi setengah juta, masih ditambah lagi dua ratus ribu! Bagaimana Pak?"

"Bagus Nak! Kamu diterima!"
Ditulis dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah" karya Salim A. Fillah


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;