Bangsa India dahulu kala menguburkan
wanita hidup-hidup bersama suaminya yang meninggal dunia. Orang-orang Jerman
mempertaruhkan istri-istrinya di meja judi. Dalam masyarakat Cina, jika seorang
suami mati, maka istrinya tidak diperbolehkan menikah sepanjang hidupnya. Lain
lagi dengan orang-orang Sparte, wanita boleh bersuami lebih dari satu orang. Tradisi
yang jelek ini cukup banyak mendapat sambutan dan diterima oleh banyak wanita.
Sekelempok orang yahudi meletakkan wanita sederajat dengan pembantu dan bapaknya
boleh memperjual belikannya. Wanita dianggap memiliki kekurangan, dia tak boleh
mewarisi apa-apa, kecuali kalau ayahnya tak memiliki keturunan laki-laki.
Menurut undang-undang Romawi wanita tidak layak berbuat sesuatu sepanjang
hidupnya, persis bayi. Segala urusannya harus diwakilkan kepada kepala rumah
tangga. Sementara, menurut undang-undang Perancis wanita tidak layak dan tidak
berhak melakukan akad perjanjian tanpa restu dan izin dari suaminya. Rementara
di kalangan orang Arab, meskipun wanita diberi kebebasan yang memadai, mereka
masih saja menindas, menyiksa dan menganiaya kaum wanita. Mereka mewarisi
wanita secara paksa. Apabila ada seorang laki-laki meninggal dunia, maka anak
laki-laki tertua berhak mewarisi ibu tirinya tersebut. Mereka juga berhak
mengawini istri bapaknya dan atau mengawinkan dengan orang lain dengan maksud
untuk mendapatkan mas kawin..Masyarakat Arab sangat benci pada kaum perempuan.
Allah berfirman, "dan apabila
seorang dari mereka diberi kabar dengan ( kelahiran) anak perempuan, hitamlah
mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikandirinya dari orang banyak
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia kana
memeliharanya dengan mennaggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup)? Ketahuilahalangkah buruknya apa yang mereka tetapkan
itu." (an-Nahal :58-59).
Dengan sangat tolol dan bodohnya orang-orang Arab jahiliyah mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup.demikianlah keadaan kaum wanita sebelum datangnya Islam. Setelah Islam datang wanita diangkat derajatnya, tiga derajat dibandingkan dengan laki-laki. Begitu mulianya wanita pada masa itu. Islam memanfaatkan bantuan wanita dan mempergunakan kekuatannya. Tercatat dalam sejarah, para wanita yang ikut mengorbankan tenaga, jiwa dan raganya untuk menegakkan ajaran tauhid.
Pembawa Islam, pemimpin kita dan
penghulu kita yakni Rasulullah Saw, sangat merasakan kedamaian, ketentraman dan
kebahagian dalam mengemban misi dakwah dan amanah yang sangat berat dalam
memperjuangkan agama Islam berkat bantuian, dorongan dan perhatian dari
Khadijah, istri beliau. Maka patutlah beliau sangat terluka dengan kepergian
khadijah. Wanita, pada awal munculnya Islam ikut terjun ke Medan perang
medampingi kaum pria, merawat pasukan yang terluka membantu untuk membalutkan
perban untuk menghentikan darah yang mengalir, mempertaruhkan nyawa menanatang
kematian, dan memompa semangat juangnya untuk menegakkan kalimatullah di muka
bumi ini.
Islam memberitahukan tentang kekuatan/potensi wanita, kesehatan fitrahnya, besarnya beban yang dipikulkan ke atas pundaknya dan pentingnya tugas yang harus dia laksanakan dalam kehidupan. Pada saat yang sama Islam mencegah terjadinya perlakuan yang tak adil dan tindakan yang menzalimi kaum wanita. Begitulah kaum perempuan mempunyai kedudukan yang setara dengan laki-laki, Allah tidak membedakan mereka berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dalam melaksanakan tugas ataupun dalam pekerjaan public dan domestic selama mereka mampu melaksanakannya baik secara fisikis maupun psikis. Begitulah, Allah tidak pernah mengajarkan diskriminasi terhadap perempuan sebagaimana yang termaktub dalam ayat suci. Inilah yang dilaksanakan tanpa reserve oleh generasi sahabat , tabi'in, tabi' tabi'in serta generasi-generasi sesudah mereka sampai datang ajaran-ajaran asing yang membuat kemurnian ajaran islam menjadi terkontaminasi terutama oleh filsafat Yunani dan filsafat materialisme yangdipelopori Hobbes dan Gassendi.
Perkenalan umat Islam dengan ajarann materialisme mengakibatkan sikap mental mereka terpengaruh sehingga ajaran Islam yang baku yang telah teruji keampuhannya pada abad-abad pertengahan dahulu yang membimbing umat manusia ke jalan yang benar mulai mereka abaikan, pada awal Islam para wanita disegani dan dihormati tapi sekarang mereka dilecehkan dan mereka tak segan-segan melakukan penyiksaan dan penganiayaan kepada kaum perempuan. Dengan melihat kondisi inilah mendorong tokoh-tokoh feminis di seluruh dunia termasuk di dunia Islam bangkit demi menyelamatkan kaum perempuan dari ketertindasannya. Respon mereka sangat beragam. Di Eropa, Rusia, Negara-negara Skandinavia dan di Cina lahir gerakan yang memperjuangkan kesetaraan jender melalui apa yang mereka sebut transformasi social, yakni dengan menerapkan konsep-konsep feminisme liberal. Ini terjadi sekitar abad ke -18. konsep serupa dicoba pula diterapkan di Kuba pada masyarakat kibbutz yakni kelompok masyarakat petani di seluruh Israel. Dari berbagai eksperimen yang dilakukan di Negara-negara itu, diperoleh dampak yang negative. Artinya upaya menyetarakan peranan perempuan dan pria dalam pekerjaan-pekerjaan dan jabatan-jabatan public tidak berhasil. Malah sebaliknya banyaknya tugas utama seorang wanita terbengkalai.
Di Amerika serikat , karena tidak puas dengan feminis Eropa, maka lahir pula pada tahun 1960-an gerakan feminis radikal yang sangat liberal. Gerakan ini terkeesan merubah keras jati diri wanita dari yang feminism menjadi maskulin bahkan terkesan menolak laki-laki, karena mereka beranggapan bahwa makhluk yang bernama laki-lakilah yang selama ini melakukan penindasan terhadap mereka. Dan mereka juga berusaha memusnahkan pranata-pranata sosial yang menyebabkan mereka tertindas seperti perkawinan dan rumah tangga, dan sebagainya. Menurut mereka lembaga-lembaga inilah yang menyebabkan dominasi pria ketimbang wanita sebagaimana yang ditulis oleh Sulamith Firestone Baidan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh kaum feminis adalah mengahabisi the tyrani of the biological family. Kaum perempuan radikal begitu bencinya terhadap perkawinan dan rumah tangga sehingga mereka menganjurkan untuk menjadi lesbian saja daripada menjalin hubungan dengan laki-laki. Karena sangat kerasnya gerakan ini, sehingga di kalangan kaum feminis sendiri banyak yang tak menyenanginya sehingga gerakan ini berujung pada kegagalan.
Dengan demikian baik gerakan feminisme
yang liberal, sosialisme/marxisme maupun yang radikal kedua-dunya kandas di tengah
jalan walaupun telah diusahakan dengan pengorbanan dana yang cukup besar.
Mengingat kegalan-kegagalan itu kaum feminis melahirkan teori baru lagi yang
mereka sebut ekofenimisme yang menentang habis-habisan teori feminisme radikal,
liberal dan sosilaisme/ marxisme. Munculnya teori pada penghujung abad ke-20
terlihat mendapat sambutan yang cukup positif dari kalangan komunis termasuk
juga tokoh-tokoh komunis muslimah semisal Fatima Mernisi (penulis), Rifdaat
Hasan dan juga tak jauh dari konsep feminis perempuan Indonesia yang dipelopori
R.A Kartini, Dewi Sartika, Rky Rasuna Said, Rahmah el Yunusiah, Martina
Tiyahahu, dan lain-lain. Konsep ekofeminisme mengajarkan pada wanita untuk
bangkit mempertahankan feminisme agar dominasi system maskulin dapat diimbangi,
sehingga dekadensi moral dapat dikurangi. Tapi, ternyata gerakan ekofemisme itu
disalah artikan oleh wanita, banyak diantara
wanita yang kembali pada masa jahiliyah. Mereka melakukan apa saja untuk
menyetarakan mereka dengan laki-laki. Sebagai buktinya banyak di antara wanita
yang melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki, seperti:
polisi, tentara, sopir ataupun menjadi kondektur. Di bidang olah raga pun
mereka ambil bagian, seperti binaragawati, pesepak bola, atau juga petinju.
(persamaan jender yang disalah artikan).
Di bidang politik pun wanita mengambil
bagian, misalnya saja; sebagai Presiden, anggota MPR, DPR, dan lain-lain. Hal
itu tak akan pernah, menimbulkan masalah Wanita diberikan kebebasan untuk
melakukan pekerjaan baik di bidang public maupun di bidang domestic dengan
syarat ia
diizinkan suaminya atau keadaan ekonomi yang mengahruskan ia untuk bekerja. Tapi tidak melalaikan tugas utamaya yaitu menjadi pelayan suaminya dan madrasah bagi anak-anaknya. Apabila tugas utama itu ia langgar maka akan menimbulkan dekadensi moral, penyimpangan seksual akan merajalela. Bagaimana tidak, wanita yang awalnya adalah pendamping dan sahabat bagi suami, tempat suami berbagi suka dan duka, justru tidak mendapatkan tempat mencurahkan keluh kesahnya disebabkan istri juga mempunyai masalah yang sama di tempat kerjanya. akibatnya dapat dipastikan suami akan mencari tempat lain yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Maka tak perlu diherankan laki-laki akan memiliki wanita idaman lain (WIL), maka akhir dari semua itu adalah perceraian dan kekerasan rumah tangga yang dilimpahkan pada anak. Dengan konsep Islam di atas maka seharusnyalah para wanita dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya, agar keluarga dan masyarakat madani akan terwujud.
diizinkan suaminya atau keadaan ekonomi yang mengahruskan ia untuk bekerja. Tapi tidak melalaikan tugas utamaya yaitu menjadi pelayan suaminya dan madrasah bagi anak-anaknya. Apabila tugas utama itu ia langgar maka akan menimbulkan dekadensi moral, penyimpangan seksual akan merajalela. Bagaimana tidak, wanita yang awalnya adalah pendamping dan sahabat bagi suami, tempat suami berbagi suka dan duka, justru tidak mendapatkan tempat mencurahkan keluh kesahnya disebabkan istri juga mempunyai masalah yang sama di tempat kerjanya. akibatnya dapat dipastikan suami akan mencari tempat lain yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Maka tak perlu diherankan laki-laki akan memiliki wanita idaman lain (WIL), maka akhir dari semua itu adalah perceraian dan kekerasan rumah tangga yang dilimpahkan pada anak. Dengan konsep Islam di atas maka seharusnyalah para wanita dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya, agar keluarga dan masyarakat madani akan terwujud.
Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar