Ditulis oleh : Ummu Raihanah
“Ah,…Cuma
ibu rumah tangga aja kok!” dengan malu-malu dan tersipu seorang akhwat menjawab
pertanyaan kawannya tentang aktifitas apa yang di gelutinya sekarang. Sedangkan
di kalangan ikhwan yang pernah penulis temui, ada diantara mereka yang malu
untuk menjawab profesi istrinya bila istrinya bukan seorang dokter, insinyur,
guru, atau profesi terhormat lainnya. Maka jawaban yang muncul adalah :” biasa
di rumah saja, mengurus anak-anak, Cuma ibu RT aja,… ga ada aktifitas lainnya!”
Duh,sebegitu hinakah profesi ini ?
Padahal
ketika penulis berinteraksi dengan wanita barat sewaktu di negeri Kanguru
diantara mereka ada yang menjawab, “Wow, profesi yang hebat tidak semua wanita
mau menekuninya, I can’t do that!” Ya,..karena mereka melihat betapa sulitnya
untuk menjadi istri sekaligus ibu yang baik bagi anak-anak. Saking beratnya,
mereka memilih memasukkan anak-anak mereka di child care. Anda akan melihat
dengan mata kepala sendiri panjangnya daftar antrian para orangtua yang ingin
memasukkan anak-anak mereka ke tempat penitipan anak (childcare). Anda harus
menunggu minimal selama 6 bulan sebelum nama anak anda di panggil". Rata-rata
mereka memilih bekerja daripada mengasuh anak dirumah. Suatu fakta yang tidak
bisa di pungkiri bahwa para ibu dikalangan wanita barat memilih “melarikan
diri” dari tugas dan tanggungjawabnya sebagai ibu dengan bekerja. Mereka bilang
kepada penulis lebih mudah bekerja daripada tinggal dirumah mengasuh
anak.Mengasuh anak membuatku stress! Itu yang penulis dengar. Bukankah itu
suatu bukti bahwa mengurus anak-anak adalah suatu pekerjaan dan tanggung jawab
yang berat? Lalu dimana penghargaan masyarakat kita terhadap ibu? Terlebih
suami?
Itu baru
dilihat dari satu sisi saja,…tidakkah anda melihat bahwa seorang istri atau ibu
dirumah tidak pernah berhenti dari tugasnya?.Jika para suami mempunyai jam
kerja yang terbatas antara 8-10 jam misalnya maka sesungguhnya seorang ibu
rumah tangga mempunyai jam kerja yang lebih panjang yaitu selama 24 jam. Ia
harus standby (selalu siap) kapan saja diperlukan. Bila diantara anggota
keluarga ada yang sakit, siapakah yang bergerak terlebih dahulu? Bukankan
seorang ibu/istri adalah dokter pribadi sekaligus perawat (suster) bagi suami
dan anak-anaknya? Karena beliaulah yang akan berusaha meringankan beban sakit “sang
pasien” dirumah sebelum di bawa kerumah sakit (yang sebenarnya) apabila
ternyata sang ibu tidak sanggup mengobatinya. Pernahkah anda memikirkan berapa
jumlah uang yang harus anda keluarkan untuk membayar seorang dokter dan perawat
pribadi dirumah anda?
Bukankah
seorang ibu juga seorang psikolog? Karena tentu anda melihat sendiri kenyataan
ketika datang anak-anak mengeluh dan mengadu atas kesusahan atau penderitaan
yang mereka alami maka sang ibu berusaha mencari jalan keluar dengan saran,
nasehat dan belaian kasih sayang. Begitupula suami ketika merasa resah dan
gelisah bukankah istri menjadi tempat curahan? Tak jarang para istri membantu
suami meringankan dan memberi jalan keluar terhadap masalah yang sedang
dihadapinya. Penulis lihat sendiri betapa mahalnya bayaran seorang psikolog di
Australia ada diantara mereka yang harus membayar $100 perjam dan tentu saja
tidak ada jaminan mereka bisa membantu menyelesaikan masalah yang sedang anda
hadapi.
Bukankan
seorang istri/ibu dituntut untuk pandai memasak? Pernahkah anda membayangkan
wahai para suami, anda memiliki juru masak dirumah yang selalu siap anda
perintah kapan saja anda mau. Anda memiliki juru masak pribadi dirumah, ketika
anda pulang ke rumah maka hidangan lezat tersedia bagimu dan juga untuk
anak-anakmu. Pernahkah anda membayangkan berapa juta uang yang harus anda
keluarkan untuk mengundang juru masak pribadi datang kerumah anda?
Masih banyak
sisi lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Anda tentu pernah
membaca syair Arab yang sangat terkenal yang berbunyi :” Al-Ummu madrasatun
idza a’dadtaha ‘adadta sya’ban tayyibul ‘araq” maknanya "seorang ibu
adalah sebuah sekolah. Jika engkau persiapkan dia dengan baik maka sungguh
engkau telah mempersiapkan sebuah generasi yang unggul". Ditangan ibulah
masa depan generasi sebuah bangsa.Karena itulah islam sangat menghormati dan
menghargai profesi ini. Kenyataan yang tidak bisa di pungkiri bahwa kedudukan
ibu tiga kali lebih tinggi dibandingkan sang ayah.** Karena Islam melihat
tanggung jawab yang berat yang di emban seorang ibu, itu menandakan bahwa
menjadi seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang mulia dan sangat
terhormat. Lalu mengapa kita masih malu ya ukhti?? Ayo,..angkatlah wajahmu dan
katakan dengan bangga bahwa aku adalah seorang “ibu rumah tangga!!” sebuah
profesi yang sangat berat dan tentu saja pahala yang sangat besar Allah
sediakan untukmu. Al-jaza’u min jinsil amal artinya balasan tergantung dari
amal/perbuatan yang ia lakukan.Semakin berat atau sulit sebuah amal dilakukan
seorang hamba maka pahala yang akan didapatinya pun semakin besar. Wallahu
a’lam bisshawwab.
Footnote:
Tak jarang
para orang tua ada yang harus menunggu selama 1 tahun karena penuh dan
banyaknya antrian (waiting list) dari tahun sebelumnya.
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dia menceritakan, ada seorang yang datang kepada
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam seraya bertanya :”Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling berhak saya pergauli dengan baik?” Rasulullah
menjawab: Ibumu! Orang itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” Ibumu! Jawab beliau.
Lalu siapa lagi? Tanya orang itu, Beliaupun menjawab: Ibumu!, Selanjutnya
bertanya:”Lalu siapa?” Beliau menjawab: Ayahmu” (Mutaffaqun Alaih).
Imam Nawawi
mengatakan; Hadits tersebut memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada
kaum kerabat dan yang paling berhak mendapatkannya diantara mereka adalah ibu,
lalu ayah dan selanjutnya orang-orang terdekat.
Didahulukannya
ibu dari mereka itu karena banyaknya pengorbanan, pengabdian, kasih sayang yang
telah diberikannya. Dan, karena seorang ibu telah mengandung, menyusui,
mendidik, dan tugas lainnya” tutur para ulama (lihat Al-Jami’ Fi fiqh Nisa bab
birru walidain Syaikh Kamil ‘Uwaidah)
Muraja’ah oleh : Ustadz Eko Hariyanto Lc
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar