Malam yang
pekat. Sepekat hatiku. Aku tidak tahu harus bagaimana, yang pasti, tubuhku
telah membahasakan kekecewaan dahsyat dari lubuk jiwaku, dengan menderasnya air
mata.
Ah,
biasanya, malam sehabis hp-ku berdering selalu diwarnai dengan bunga-bunga.
Jarak yang memisahkan raga kami bertiga, bukanlah penghalang untuk saling
menguatkan dan menyemai cinta di antara kami. Jika tidak melalui sms atau pun
email, telepon selalu menjadi perantara kami untuk mencurahkan segala rasa
hati.
Namun malam
itu begitu berbeda. Dari seberang suamiku mengatakan, salah seorang temannya
mengakui bahwa dialah yang bertanggung jawab terhadap sms-sms gelap yang enam
bulan lalu sempat membuat hati kami gelisah.
Hari itu,
kami bertiga sedang bercengkrama di ruang keluarga untuk melihat jundi kami
menunjukkan kebolehannya mengayuh sepeda barunya. Tiba-tiba datang sebuah sms
dari nomor yang tidak kami kenal.
Sebuah sms
yang membakar hati, terutama hatiku sebagai seorang istri. Tertulis, "Mas,
kapan kita jalan-jalan lagi?" Suamiku langsung menyanggah bahwa dia tidak
mengenal nomor itu, dan sebelum kami menikah, dia tak pernah berduaan dengan
perempuan manapun, apalagi hanya untuk jalan-jalan.
Aku sendiri
sangat mempercayai kata-kata suamiku. Selama tiga tahun kami mendayung biduk
rumah tangga, aku mengenalnya sebagai seorang yang jujur dan santun dalam
berperilaku.
Hari-hari
berikutnya, sms senada datang dengan rajinnya. Setiap hari, minimal satu sms
dari nomor itu, selalu mengisi kotak pesan di hp kami.
Ah, pasti
orang iseng yang sengaja ingin memporak-porandakan kebahagiaan yang telah kami
jalin, pikirku saat itu.
Kami pun tak
menanggapinya dengan sungguh-sungguh, walaupun tak kupungkiri hati ini telah
tergores dalam karenanya.
Hingga semalam,
suamiku bilang bahwa pengirim sms itu adalah istri temannya. Temannya
mengatakannya, ketika suamiku mencoba menghubunginya karena lama tak berkirim
kabar.
Berita ini
tentu sangat mengejutkanku. Belum lagi temannya bilang bahwa istrinya
menganjurkanku untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kejadian-kejadian seperti
itu.
Kontan
emosiku meledak. Apakah tindakannya mengirim sms gelap, dengan sengaja membuat
api cemburuku bergejolak itu lebih bijaksana? Kebijaksanaan apa yang
dimaksudkannya.
Aku pun
bergegas mengambil air wudhu dan menangis sejadi-jadinya seusai kutegakkan
sholat Isya'. Aku mulai mengadu kepada Rabb-ku.
Tuhan, hamba
tak mengerti apa maksud semua ini, apa yang harus hamba lakukan?
Beri hambamu
yang na'if ini petunjuk, agar kisah kami ini membawa hikmah di kemudian hari.
Dan berikan hamba kesabaran yang berlipat-lipat, Ya Gusti Yang Maha Agung..
Dan malam
ini, pikiranku mulai tenang kembali. Dering hp dari suamiku yang berisikan
sebuah nasehat, membuat hatiku menjadi lebih lapang.
Ya, biarlah
Allah yang menyelesaikannya. Kesedihan yang kualami adalah suatu hal yang wajar
sebagai sebuah reaksi spontan. Namun tak perlu berlarut-larut menderaku.
Biarlah
Allah yang menunjukkan kebenaran kepada orang-orang yang kurang bertanggung
jawab seperti itu. Tak perlu kita marah-marah berkelanjutan karena hanya
membuat ketenangan batin semakin sulit kita raih.
Aku yakin,
Allah akan menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya.
Mungkin Dia
ingin memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita dan pasangan kita untuk
lebih saling mempercayai.
Mungkin Dia
ingin menguji kasih sayang kita masing-masing.
Dengan
kejadian itu, ternyata cinta ini semakin bersemi dengan indahnya.
Yang penting
buatku adalah bahwa kami masih dan akan saling sangat menyayangi. SMS gelap semacam
itu tak mampu dan tak akan boleh mengusik jalinan cinta yang telah kami bangun.
Dan pada
akhirnya, doalah yang mengakhiri perenunganku di sunyi malam ini,
Tuhan,
kokohkan bangunan cinta kami untuk memudahkan kami dalam meraih ridho-Mu.
Kuatkan cinta
kami, karena insya Allah kami saling mencintai, hanya karena-Mu.
Aamiiin.
Niyaz Khalil
Harapan dari
Seorang Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar