Minggu, 01 Juli 2012

Biarlah Allah yang Menyelesaikannya


Malam yang pekat. Sepekat hatiku. Aku tidak tahu harus bagaimana, yang pasti, tubuhku telah membahasakan kekecewaan dahsyat dari lubuk jiwaku, dengan menderasnya air mata.

Ah, biasanya, malam sehabis hp-ku berdering selalu diwarnai dengan bunga-bunga. Jarak yang memisahkan raga kami bertiga, bukanlah penghalang untuk saling menguatkan dan menyemai cinta di antara kami. Jika tidak melalui sms atau pun email, telepon selalu menjadi perantara kami untuk mencurahkan segala rasa hati.

Namun malam itu begitu berbeda. Dari seberang suamiku mengatakan, salah seorang temannya mengakui bahwa dialah yang bertanggung jawab terhadap sms-sms gelap yang enam bulan lalu sempat membuat hati kami gelisah.

Hari itu, kami bertiga sedang bercengkrama di ruang keluarga untuk melihat jundi kami menunjukkan kebolehannya mengayuh sepeda barunya. Tiba-tiba datang sebuah sms dari nomor yang tidak kami kenal.

Sebuah sms yang membakar hati, terutama hatiku sebagai seorang istri. Tertulis, "Mas, kapan kita jalan-jalan lagi?" Suamiku langsung menyanggah bahwa dia tidak mengenal nomor itu, dan sebelum kami menikah, dia tak pernah berduaan dengan perempuan manapun, apalagi hanya untuk jalan-jalan.

Aku sendiri sangat mempercayai kata-kata suamiku. Selama tiga tahun kami mendayung biduk rumah tangga, aku mengenalnya sebagai seorang yang jujur dan santun dalam berperilaku.

Hari-hari berikutnya, sms senada datang dengan rajinnya. Setiap hari, minimal satu sms dari nomor itu, selalu mengisi kotak pesan di hp kami.

Ah, pasti orang iseng yang sengaja ingin memporak-porandakan kebahagiaan yang telah kami jalin, pikirku saat itu.

Kami pun tak menanggapinya dengan sungguh-sungguh, walaupun tak kupungkiri hati ini telah tergores dalam karenanya.

Hingga semalam, suamiku bilang bahwa pengirim sms itu adalah istri temannya. Temannya mengatakannya, ketika suamiku mencoba menghubunginya karena lama tak berkirim kabar.

Berita ini tentu sangat mengejutkanku. Belum lagi temannya bilang bahwa istrinya menganjurkanku untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kejadian-kejadian seperti itu.

Kontan emosiku meledak. Apakah tindakannya mengirim sms gelap, dengan sengaja membuat api cemburuku bergejolak itu lebih bijaksana? Kebijaksanaan apa yang dimaksudkannya.

Aku pun bergegas mengambil air wudhu dan menangis sejadi-jadinya seusai kutegakkan sholat Isya'. Aku mulai mengadu kepada Rabb-ku.

Tuhan, hamba tak mengerti apa maksud semua ini, apa yang harus hamba lakukan?

Beri hambamu yang na'if ini petunjuk, agar kisah kami ini membawa hikmah di kemudian hari. Dan berikan hamba kesabaran yang berlipat-lipat, Ya Gusti Yang Maha Agung..

Dan malam ini, pikiranku mulai tenang kembali. Dering hp dari suamiku yang berisikan sebuah nasehat, membuat hatiku menjadi lebih lapang.

Ya, biarlah Allah yang menyelesaikannya. Kesedihan yang kualami adalah suatu hal yang wajar sebagai sebuah reaksi spontan. Namun tak perlu berlarut-larut menderaku.

Biarlah Allah yang menunjukkan kebenaran kepada orang-orang yang kurang bertanggung jawab seperti itu. Tak perlu kita marah-marah berkelanjutan karena hanya membuat ketenangan batin semakin sulit kita raih.

Aku yakin, Allah akan menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya.

Mungkin Dia ingin memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita dan pasangan kita untuk lebih saling mempercayai.

Mungkin Dia ingin menguji kasih sayang kita masing-masing.

Dengan kejadian itu, ternyata cinta ini semakin bersemi dengan indahnya.

Yang penting buatku adalah bahwa kami masih dan akan saling sangat menyayangi. SMS gelap semacam itu tak mampu dan tak akan boleh mengusik jalinan cinta yang telah kami bangun.

Dan pada akhirnya, doalah yang mengakhiri perenunganku di sunyi malam ini,

Tuhan, kokohkan bangunan cinta kami untuk memudahkan kami dalam meraih ridho-Mu.
Kuatkan cinta kami, karena insya Allah kami saling mencintai, hanya karena-Mu.
Aamiiin.


Niyaz Khalil
Harapan dari Seorang Sahabat

0 komentar:

Posting Komentar

 
;